Biasanya pada sebelum mengakhiri Training atau Tabligh Akbar akan ada sesi renungan. Sang trainer akan mengingatkan pada kematian, orang tua, atau dosa yang kita perbuat. Sudah biasa pula orang-orang yang mengikuti akan meneteskan air mata, sesenggukan, atau bahkan hingga terdengar suara dari hidung untuk mempertahankan posisi lendir di dalamnya agar tidak memaksa keluar (hehe, agak jorok) saking sedihnya. Meski saya juga enggak tahu hormon apa yang bekerja yang membuat kita jadi ber-ingus saat menangis. (atau kepedesan)
Biasanya
juga, orang-orang akan heran melihat saya saat bubar. Bukan karena baju saya
yang banjir air mata atau berlembar-lembar tisu yang saya gunakan untuk
menghapus ingus. Tapi karena tidak ada jejak air mata di wajah saya. Saya juga
heran kenapa saya enggak bisa nangis saat renungan. Hampir semua sesi renungan
yang saya ikuti, rata-rata enggak bikin saya nangis. Ya pernah juga pertahanan
saya jebol. Kalau saya enggak salah waktu istighosah
menjelang UN. Padahal kebanyak temen-temen berandalan saya enggak nangis. Mungkin
karena ada perasaan takut enggak lulus
juga waktu itu. Hehe.
Entah
karena pembicaranya yang memang kurang bisa membuat saya tersentuh, atau justru
saya yang kurang peka. Tapi kalau dibilang enggak peka, rasanya enggak juga. Saya
selalu nangis setiap nonton program Nilai Kehidupan. Bahkan jadi ledekan adik
saya karena tiap tayangan dengan judul apa pun itu, saya pasti nangis. (meski
kadang saya sembunyiin karena takut diledek)
Yang jadi sulit adalah saat sesi
renungan saya jadi bingung sendiri. Lirik ke kanan, baru dua kalimat, udah ada
bulir air mata di tangannya. Lirik ke
kiri, lagi nutup mata, meresapi mungkin. Saya juga pernah ikut nyoba cara itu. Tapi
biasanya saya cuma ngeluarin ekspresi meringis, tapi enggak sampai nangis. Kalau
udah gini saya pasrah aja. Paling nundukkin kepala supaya enggak ketahuan juga
kalau ada makhluk nan keras hati kaya saya. Hahaha.
Saya
juga enggak tahu apa saya termasuk orang yang keras hati gitu ya karena enggak
bisa nangis saat renungan. Lagian sebenarnya saya ngerasa ngeri saat renungan. Biasanya
neraka akan jadi bahan yang paling bikin pembicaranya berkoar-koar gitu kan. Bukan
pengen nangis, saya malah jadi merinding dan takut. Akhirnya saya jadi enggak
tahan dengerinnya. Malah kadang lebih serem suar dan intonasi pembicaranya
daripada isi yang diomonginnya. Hehehe.
(maaf ya harap jangan ditiru. Semoga bisa mengambil hikmahnya)