Pencapaian yang orang lain raih bisa jadi menimbulkan berbagai rasa dalam diri. Apalagi kalau orang itu orang terdekat kita atau orang yang bergelut di bidang yang sama. Antara kagum dan menjadi motivasi diri agar bisa seperti dirinya. Atau malah sebaliknya, iri dan antipati.
Sebetulnya manusiawi ketika rasa iri muncul di hati, tapi juga perlu diimbangi dengan kadar lapang dada yang sesuai. Lapang dada? Kaya dapat musibah. Ya karena walau sulit diakui, terkadang prestasi yang dimiliki seseorang akan jadi musibah bagi yang lain. Jangan heran ketika tetangga beli furniture baru, minggu depannya yang sebelah nyusul beli motor baru.
Kebahagiaanmu = kesedihanku
Egois banget ya? "Tapi aku ga kaya gitu ko." Yakin? Sedikitnya pasti ada. Tapi ya itu. Belajar untuk menerima dan mengakui apa yang orang lain raih. Mengapresiasi itu tindakan sulit lho. Serius. Apalagi kalau sudah ada perasaan 'merasa' lebih baik dibanding orang lain. "Masa dia bisa? Padahal kan jelas aku lebih a b c." Sesungguhnya yang namanya prestasi atau hal lain yang menimbulkan rasa bangga dan bahagia itu rejeki Allah. Ya tentu atas ikhtiar dan ketawakalan dia juga dong.
"Ah baru juga segitu." Bersikap tidak berlebihan dalam menilai sesuatu itu harus. Ojo gumun kalau dalam bahasa jawa. Jangan sedikit-sedikit heran. Karena mungkin cenderung norak dan lebay. Tapi jangan sampai alibi ini ditunggangi oleh perasaan tidak mengakui kehebatan orang lain. Hati-hati malah menjurus ke arah sombong.
Jadi, bersikap kalem terhadap sesuatu itu harus. Tapi juga bukan tidak mengapresiasi. Minimal ucapan selamat rasanya cukup, supaya orang tidak membaca ke'iri'an kita. Lebih baik lagi jika dibarengi dengan tetap rendah hati. Dan ingat bahwa setiap manusia diciptakan dengan kelebihannya. Bukan berarti kita tidak bisa memiliki pencapaian seperti yang lain, mungkin hanya belum diberi kesempatan atau butuh usaha yang lebih.