Powered by Blogger.

Pages

  • Home
facebook twitter instagram

Widya's Babble

Self Reminder. Bukan berarti sudah baik.

Peran manusia sebagai makhluk sosial menuntut kita untuk bisa berkomunikasi secara sosial, entah lewat tulisan atau yang lebih seringkali kita lakukan, secara lisan. Manusia diberi kemampuan berbicara lewat proses belajar. Masih ingatkah kita dengan kata pertama yang kita ucapkan? Kebanyakan berbicara "mama" sesuai dengan yang sering ia dengar. Ada juga yang malah mengucapkan kata "ayah" padahal si Ibu lebih sering berinteraksi dengan bayinya. Lucu kalau kita mengingat atau melihat proses bagaimama seorang bayi belajar berbicara.

Beranjak besar, berbagai kosakata kita kenal. Entah lewat lingkungan bermain atau media televisi. Semakin besar, tuntunan zaman juga makin besar. Orang tua menyarankan "baca koran, supaya pengetahuanmu bertambah" karena biasanya banyak istilah baru yang kita tahu.

Istilah yang kita tahu kemudian kita gunakan. Apa yang kita fahami, kita sampaikan kembali. Meski tak jarang ... apa yang kita fahami ... belum sepenuhnya sesuai dengan kebenaran yang ada. Ilmu pengetahuan mengenal sifat relativitas, maka apa yang dianggap benar saat itu, bisa diterima banyak pihak selama belum ada teori baru yang menyanggah teori sebelumnya.

Tapi kehidupan tidak hanya sebatas ilmu pengetahuan yang diisi orang-orang bernalar dengan daya analitis tinggi serta rangkaian fakta yang dapat diuji. Ada beberapa sisi kehidupan dengan orang-orang yang hanya pandai menerka tapi merasa menjadi orang yang paling tahu dan hebat dalam merangkai hipotesis. Mereka lupa ada rangkaian data yang tidak mampu mereka jamah, privasi.

Tidak setiap orang membiarkan orang lain masuk ke hidupnya terlalu jauh. Sebagian mungkin bisa menunjukkan dirinya seutuhnya pada lingkungan. Sebagian lagi hanya memunculkan beberapa sisi dan meninggalkan sisi yang lain untuk dia simpan sendiri. Apa itu sebuah kesalahan? Ketika kita melakukan aksi menuntut berbagai hak pada lembaga besar, kadang kita lupa memenuhi hak orang lain pada organisasi yang lebih kecil, diri kita sendiri. Menjaga privasi orang lain.

Setiap orang punya kemampuan berbicara, tapi tidak semua orang punya kemampuan mengatur apa yang mereka bicarakan.

Setiap orang memiliki 'pengetahuan', tapi tanya kembali apa kita memiliki wewenang yang cukup untuk menyampaikan apa yang kita tahu?

"Ini bukan rahasia. Orang itu tidak pernah menambahkan embel-embel 'jangan bilang siapa-siapa'"

"Ini sudah rahasia umum. Semua orang sudah tahu."

"Batasan ghibah itu membicarakan apa yang ada pada diri orang lain yang jika ia mendengarnya, maka ia tidak suka. Sementara, ini bukan sebuah aib yang akan membuat ia tidak suka."

Sebelum mengeluarkan pembelaan demi menyamankan hati, pernah coba bertanya ini pada diri sendiri :

Apakah ada keuntungan jika saya membicarakan ini?

Apakah ada kerugian jika saya memilih diam?

Apakah ada batasan yang jelas tentang apa yang ia suka dan tidak suka?

Apakah ada jaminan orang-orang yang mendengar sudah memiliki hati yang cukup bersih untuk memandang segala sesuatu dari sisi positifnya?

Apakah ada jaminan tidak akan ada dampak negatif ketika saya menyampaikan ini?

Masih banyak orang dengan kemampuan mengumpulkan data yang lebih akurat, memilih diam karena dia tahu batasan diri. Ya batasan manusia dalam menerka atau pun berencana akan kalah jauh dengan Allah yang Maha membolak-balik segala sesuatu.
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Kantor saya tetap memberlakukan jam kerja di hari Sabtu. Jadi bahagia sekali ketika Sabtu tanggal merah, bisa merasakan bagaimana libur dua hari dalam sepekan. Demi mengisi agar tetap bermanfaat, maka saya memutuskan untuk silaturahim ke Garut. Rencana pergi selepas subuh, malah susah melepas godaan selimut dan akhirnya pergi sekitar pukul 6.

Sampai di sana masih pagi. Masih jam 9 lebih. Ngobrol-ngobrol sebentar sambil makan suguhan nasi plus ceker yang dibumbui .. apa ya? Ga tau. Hahaha. Karena tak ada kegiatan lagi akhirnya mulai mencari tempat makan apa yang agak aneh di Garut. Dari hasil pencarian, kebanyakan masih tentang baso cilok, suki dan yakiniku ala-ala yang di Bandung aja udah mulai berantakan. Akhirnya menemukan Baso Iga. Alamatnya di Jl. Baratayudha pertigaan makorem. Karena ga sempet foto, bisa cek di ig-nya @baso_buntel_babeh. Oh ya, buat yang males langsung ke tempatnya, bisa DO atau via go-food. Tapi saat itu di go-food belum ada daftar menunya. Jadi harus pesen manual.

Sebetulnya baso jenis ini udah ada juga di Bandung. Tapi emang belum pernah nyoba. Pamornya kayanya masih kalah sama baso tengkleng. Makanya demi mengalahkan penasaran, meski ini di kota orang, coba aja karena baca komen dari orang katanya enak.

Lokasinya strategis dan mudah ditemukan, karena di pertigaan dan ada spanduk juga di bagian depan. Tempatnya biasa saja dengan konsep lesehan. Tapi agak kecewa karena untuk ukuran penjual makanan yang perlu membangkitkan selera makan, harusnya penataan di atas meja juga perlu diperhatikan. Proses clean up meja kaya jadi dilakukan ala kadarnya, cuma beresin mangkok dan alat bekas makan lain. Kecap dimana, saos dimana, kerupuk tercecer dibiarkan gitu aja. Sampai saya jadi gereget sendiri buat beresin saking ngalangin pandangan. Bukan ngeluh karena bantuinnya ya. Tapi jadi bahan pelajaran buat para pengusaha kuliner, kebersihan dan kerapihan tempat juga perlu diperhatikan.

Oke akhirnya lihat menu. Untuk ukuran baso iga relatif murah. Menu lengkap harganya cuma 20k aja. Kalo mau porsi setengah juga ada. Minuman beragam mulai dari air mineral, jus sampai kelapa dawegan juga ada. Murah meriah lah. Akhirnya pesen baso iga komplit dan jus strawberry.

Isi menu ini banyaaak banget. Ada mie, bihun, sayuran, siomay basah isi ayam, tahu, baso kecil, dan baso iga itu. Kuahnya standar. Mie bihun juga yaa standar ya. Siomay basah isi ayam juga yang sering kita makan di yamin atau bakmi. Tahunya juga standar yang sering kita makan di cuankie. Baso kecilnya enak. Baso iganya? Nahhh. Kalau kata orang enak, malah menurut saya biasa aja dan lebih enak baso kecilnya. Daging iganya malah jadi kehilangan rasanya. Mungkin karena terlalu lama direbus kali ya. Akhirnya tekstur unik iganya malah cenderung hampir hilang. Yaa ujung-ujungnya kaya makan baso biasa.

Recomended? Iya kalau untuk yang lapar mengingat porsinya kenyang ko untuk ukuran cowok juga. Tapi buat yang cari rasa, kita coba bandingkan dengan yang di Bandung ya.

Jus strawberrynya? No juga. Cuma berasa susu aja. Heee. Mending beli teh botol aja dengan rasa yang udah tau biar ga kecewa.

Sekian review singkat jajanan di Garut. Untuk ukuran kuliner di Garut, lumayan lah dengan harga yang ga terlalu mahal juga.
Share
Tweet
Pin
Share
1 comments
Tema berkenaan tentang media sosial kayanya lagi seneng banget buat ditulisin. Hehehe. Ga tau kenapa akhir-akhir ini lagi banyak merenung tentang ini. Karena jujur aja kayanya hampir lebih dari 2 jam tangan ini pasti buka medsos. Apalagi kalau nyambung sama wifi. Bagaikan dimanja keadaan.

Sementara itu, akhir-akhir ini juga, keinginan untuk memperbaiki diri lagi menggebu. Lagi banyak merenung juga tentang usia segini tapi udah bisa melakukan apa sih buat masyarakat? Atau setidaknya prestasi apa aja yang udah diraih? Jadilah ada bagian perenungan tentang apakah ada manfaat dari aktifitas sehari-hari? Atau jangan-jangan hanya sekadar menghabiskan sisa umur di dunia? Apalagi kalau memikirkan si medsos ini yang lumayan menghabiskan waktu (saya sih). Karena stop dari media sosial itu rada ga mungkin, maka mulai terfikir bagaimana caranya supaya si medsos ini tetap bisa ngasih manfaat minimal buat diri sendiri dulu aja. Bagi beberapa orang yang sudah bisa 'belajar' lewat media sosial, mungkin fikiran saya jadi terkesan telat ya.  

Oke, bermula dari fikiran bahwa scrolling media sosial ini cukup menguras waktu saya dalam sehari, padahal kewajiban lain sebagai manusia yang luput saya laksanakan. Yang sederhana aja kaya menuntut ilmu. Sudah seberapa tau kita tentang sejarah Islam, sementara kita hafal banget sama gosip artis dari akun lambe-lambean? Dan masih banyak ilmu yang harusnya dipelajari entah itu tentang keduniawian atau yang bisa nolong kita di akhirat nanti, malah lupa diperdalam gara-gara godaan si media sosial.

Jadi, yang pertama dilakukan adalah ..
Memfilter lingkaran media sosial.
Atas nama persahabatan dan menjunjung asas silaturahim, ga mungkin dong kita unfollow temen-temen kita. Walau pun kadang postingan mereka bikin kita jadi menghabiskan waktu untuk stalking yang tidak berfaedah. Maka, untuk mengimbangi mata yang tak sengaja membaca urusan orang lain, mari follow akun-akun berfaedah yang biasa share ilmu. Meski sampai sekarang masih butuh informasi tentang akun-akun itu.

Serta yang kedua dilakukan adalah ...
Menundukkan hati, baik dari sisi pelaku aktif mau pun pelaku pasif media sosial.
Sebagai pelaku aktif, kurang-kurangi update yang sifatnya hanya untuk "pamer" deh ah. Karena kita ga tau follower kita orang-orang seperti apa. Entah ini masuk kategori suudzon atau bukan, tapi yang jelas khawatir ada oknum yang nyinyir dengan kebahagiaan yang kita posting. Karena kalau ditanya tujuannya apa update kegiatan makan, liburan, atau belanja? Ditanya ulang apa ini ada manfaatnya untuk diri sendiri dan orang lain? Walau pun menurut kita bermanfaat, kita ga tau isi hati orang seperti apa. Tidak ada yang menjamin bahwa semua orang menyukai kita. Jadi belum tentu orang juga mau tau dengan kegiatan kita atau turut senang dengan kebahagiaan kita.

Dan dari segi pengguna pasif, kurangin nyinyir dengan postingan orang dong. Karena dinyinyirin itu ga enak, maka hindari nyiyir-in orang. Meski prinsip pertama mengurangi update "kepameran", tapi tetap menghargai postingan orang. Mencoba melihat dari sisi positif tiap postingan yang kita lihat dan jangan lupa filter informasi. Semoga ini juga bagian dari menundukkan hati. Lihat orang "pamer" sekadar kue kekinian pasti bikin ngiler, beli aja nanti abis gajian. Tapi ga perlu pake balik update ya. Selamat belajar bijak. 
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Pencapaian yang orang lain raih bisa jadi menimbulkan berbagai rasa dalam diri. Apalagi kalau orang itu orang terdekat kita atau orang yang bergelut di bidang yang sama. Antara kagum dan menjadi motivasi diri agar bisa seperti dirinya. Atau malah sebaliknya, iri dan antipati.

Sebetulnya manusiawi ketika rasa iri muncul di hati, tapi juga perlu diimbangi dengan kadar lapang dada yang sesuai. Lapang dada? Kaya dapat musibah. Ya karena walau sulit diakui, terkadang prestasi yang dimiliki seseorang akan jadi musibah bagi yang lain. Jangan heran ketika tetangga beli furniture baru, minggu depannya yang sebelah nyusul beli motor baru.

Kebahagiaanmu = kesedihanku

Egois banget ya? "Tapi aku ga kaya gitu ko." Yakin? Sedikitnya pasti ada. Tapi ya itu. Belajar untuk menerima dan mengakui apa yang orang lain raih. Mengapresiasi itu tindakan sulit lho. Serius. Apalagi kalau sudah ada perasaan 'merasa' lebih baik dibanding orang lain. "Masa dia bisa? Padahal kan jelas aku lebih a b c." Sesungguhnya yang namanya prestasi atau hal lain yang menimbulkan rasa bangga dan bahagia itu rejeki Allah. Ya tentu atas ikhtiar dan ketawakalan dia juga dong.

"Ah baru juga segitu." Bersikap tidak berlebihan dalam menilai sesuatu itu harus. Ojo gumun kalau dalam bahasa jawa. Jangan sedikit-sedikit heran. Karena mungkin cenderung norak dan lebay. Tapi jangan sampai alibi ini ditunggangi oleh perasaan tidak mengakui kehebatan orang lain. Hati-hati malah menjurus ke arah sombong.

Jadi, bersikap kalem terhadap sesuatu itu harus. Tapi juga bukan tidak mengapresiasi. Minimal ucapan selamat rasanya cukup, supaya orang tidak membaca ke'iri'an kita. Lebih baik lagi jika dibarengi dengan tetap rendah hati. Dan ingat bahwa setiap manusia diciptakan dengan kelebihannya. Bukan berarti kita tidak bisa memiliki pencapaian seperti yang lain, mungkin hanya belum diberi kesempatan atau butuh usaha yang lebih. 
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Sabtu itu memutuskan cuti ala Tahu Bulat (red.dadakan *maksa bgt ya, hee) karena badan luar biasa ga bisa diajak kompromi. Dibilang sakit juga enggak sih, bisa saja tetap memaksakan masuk kerja. Walau akhirnya beberapa hari kemudian tahu penyebab si badan remuk ini, PMS. Akhirnya hanya leyeh-leyeh di rumah, baru bada dzuhur keluar dengan agenda nyari souvenir di Baltos, makan di dago, kemudian jalan ke salah satu wisata baru di daerah ciumbuleuit. Faktanya? Baru sampai destinasi Baltos sudah merasa eneg dengan kondisi jalanan. Heee, Bandung. Akhirnya setelah agenda mencari souvenir beres, hanya menikmati seblak di food court sambil ketawa-ketawa. Ceritanya dulu berencana makam malam romantis di salah satu hotel belakang Baltos. You know yang view sky lounge-nya langsung ke Pasupati gitu. Dan kalau malam sempurna dengan citylight Bandungnya. Tapi sekarang terdampar di sini ditemenin seblak (tapi seblaknya enak ko serius). Lihat kondisi lalu lintas dari atas yang padat gitu akhirnya memutuskan untuk pulang.

Sorenya leyeh-leyeh lagi di kasur dan tiba-tiba mendapat berita duka bertubi-tubi. Ibu dari salah satu siswa meninggal dan disusul dengan Ibu dari salah satu rekan guru juga meninggal. Seketika ingat Ibu beserta orang-orang terdekat yang kalo kita bayangin kehilangan mereka rasanya .. ga akan pernah siap.

Maut itu rahasia dan hak Allah. Entah subjek yang akan meninggalkan atau pun yang ditinggalkan udah siap atau belum. Bagi yang dikasih sakit dulu, biasanya itu jadi pertanda. Walau sebetulnya mereka masih berharap kesembuhan, tapi itu bisa jadi semacam warning untuk sekadar berbuat hal-hal untuk meninggalkan kesan baik dan mengucapkan salam perpisahan. Meski ga sedikit juga yang tanpa tanda alam, tiba-tiba jadi korban bencana atau musibah kecelakaan.

Intinya, ga tau kapan Malaikat Izrail bakal say hello ke kita dan orang-orang di sekitar kita. Momen takziyah yang bisa jadi dzikrul maut memang harusnya cukup jadi pertanda buat kita juga. Bahwa kita akan ditinggalkan dan suatu saat juga akan meninggalkan. Makanya suka masih aneh ketika ada orang takziyah masih sibuk selfie atau update status. Oke update tulisan kalo memang tujuannya untuk memberi kabar kematian supaya lebih banyak orang yang mendoakan dan menghibur yang ditinggalkan. Tapi lihat sikon ya. Jangan sampai momen itu malah jadi menyinggung keluarga karena kita malah ketawa-ketiwi ketika selfie. Pliss, coba berempati dong. Kenapa masih bilang gini? Karena pernah menemukan sendiri orang macam gini. Segelintir orang yang entah lah, mungkin dia ga maksud tidak menghormati momen duka cita ya, tapi malah selfie dan upload di sosmed dengan caption "Takziyah si fulan".

Balik ke ketidaksiapan kita menghadapi kematian ya. Kalo udah ada yang meninggal gini, baru diri ini sadar untuk siap-siap. Kemana? Ya ke tujuan akhir lah. Dunia itu hanya persinggahan katanya. Tempat mencari bekal untuk perjalanan jauh menuju ke tujuan akhir, pulang lagi ke asal kita. Udah seberapa siap? Atau udah seberapa banyak amal yang kita siapin untuk menandingi dosa yang kayanya bakal lebih banyak?

Mengingat mati sejenak membuat kita jadi egois. Ya karena siapa lagi yang bakal nolongin kita. Kelak di akhirat, masing-masing orang bakal sibuk sama urusannya sendiri. Tapi sekaligus juga jadi mengingat seberapa banyak kebaikan yang sudah kita lakukan untuk orang lain? Seberapa bermanfaat keberadaan diri kita di dunia? Kalau inget ini tiba-tiba jadi merasa kecil. Merasa ingin mengulur waktu lebih lama di dunia supaya lebih banyak lagi kesempatan mendulang pahala. Tapi juga kadang manusia lalai, waktu yang dikasih malah hanya digunakan untuk kepentingan duniawi. Tiba-tiba udah dipanggil Allah aja.
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Newer Posts
Older Posts

About me

Widya P Suharman

Melankolis-Plegmatis
Ibu dari satu anak kandung dan Ibu dari puluhan siswa

Popular Posts

  • Membuat Surat Keterangan (Suket) Sehat Jasmani dan Rohani Serta SKBN di RSUD Cibabat
    Saat melamar pekerjaan atau mendaftar sekolah (biasanya kedinasan), ada instansi yang mensyaratkan surat keterangan (suket) sehat jasmani ...
  • Penghambat Seleksi CPNS
    Sekali lagi ya, jadi PNS itu bukan cita-cita semua orang. Bukan juga cara cepat biar kaya karena penghasilannya biasa saja. Masih banyak pe...
  • Dua Manusia Yang Salah Sangka
    “Nikah deh, nanti bakal tahu rasanya gimana.” Seolah tidak     merasakan bagaimana sumpeknya jadi jomblo yang tiap lebaran ditanya...
  • Share Pengalaman Seleksi CPNS Guru Kimia DKI (Part 3 - SKB) #2019goestoASN
    Ada empat orang yang nilainya melampaui  passing grade  SKD, tapi yang lolos ke SKB maksimal 3 X formasi. Karena formasi Guru Kimia di SMA ...
  • Share Pengalaman Seleksi CPNS Guru Kimia DKI (Part 4 - Pemberkasan) #2019goestoASN
    Sebulan lebih menunggu pengumuman hasil integrasi SKD-SKB yang menjadi penentu kelulusan seleksi CPNS (tentang proses SKB 👉 bisa buka ini...
  • Share Pengalaman Seleksi CPNS Guru Kimia DKI (Part 2 - SKD) #2019goestoASN
    Setelah kemarin nulis tentang bagaimana mencari formasi yang sesuai dengan latar pendidikan sampai dengan tahapan seleksi administrasi (kl...
  • Seangker Itukah Anker ??
    Sebetulnya bukan pertama kali saya pake moda transportasi commuter line alias KRL yang menjadi sangat berjasa bagi kaum komutasi. Gara-ga...
  • Malu Bertanya, Motor Tertahan, Uang Melayang, Pengalaman
    Kejadian ini hanya dilakukan oleh profesional. Jangan ditiru jika ada anda belum cukup sabar. *padahal kayanya banyak yang ngalamin lebih ...
  • Sepuluh Hari Pertama Jadi Istri
    Pekan lalu, tepatnya Minggu 1 Juli 2018 saya melepas lajang 💑. Ada sedikit penyesalan ... kenapa ga dari dulu 😅. Tapi, tetap aja masih ad...
  • Jangan Asal Speak Up
    Peran manusia sebagai makhluk sosial menuntut kita untuk bisa berkomunikasi secara sosial, entah lewat tulisan atau yang lebih seringkali k...

Blog Archive

  • ►  2022 (1)
    • ►  September 2022 (1)
  • ►  2019 (10)
    • ►  May 2019 (1)
    • ►  March 2019 (1)
    • ►  February 2019 (6)
    • ►  January 2019 (2)
  • ▼  2018 (16)
    • ►  August 2018 (1)
    • ►  July 2018 (2)
    • ►  June 2018 (1)
    • ▼  March 2018 (5)
      • Jangan Asal Speak Up
      • Baso Iga Buntel di Garut.
      • Merapikan Media Sosial
      • No Gumun X Apresiatif
      • Cuti Berujung Mengingat Mati
    • ►  February 2018 (4)
    • ►  January 2018 (3)
  • ►  2017 (4)
    • ►  September 2017 (1)
    • ►  August 2017 (2)
    • ►  July 2017 (1)
  • ►  2016 (9)
    • ►  September 2016 (1)
    • ►  July 2016 (3)
    • ►  June 2016 (1)
    • ►  April 2016 (4)
  • ►  2015 (2)
    • ►  June 2015 (1)
    • ►  March 2015 (1)
  • ►  2014 (8)
    • ►  August 2014 (2)
    • ►  July 2014 (1)
    • ►  June 2014 (2)
    • ►  April 2014 (1)
    • ►  January 2014 (2)
  • ►  2013 (26)
    • ►  December 2013 (4)
    • ►  November 2013 (5)
    • ►  October 2013 (2)
    • ►  September 2013 (1)
    • ►  August 2013 (3)
    • ►  June 2013 (2)
    • ►  April 2013 (1)
    • ►  March 2013 (3)
    • ►  February 2013 (2)
    • ►  January 2013 (3)
  • ►  2012 (22)
    • ►  December 2012 (1)
    • ►  November 2012 (1)
    • ►  October 2012 (1)
    • ►  September 2012 (2)
    • ►  August 2012 (3)
    • ►  July 2012 (5)
    • ►  June 2012 (9)
  • ►  2010 (2)
    • ►  April 2010 (2)

Categories

  • cerita guru (1)
  • cerita PPL (1)
  • corat-coret (37)
  • kuliah (2)
  • meluangkan waktu (3)
  • nyastra (2)
  • opini (36)
  • perjalanan (6)
  • The Journey of Emak-emak (9)

Created with by ThemeXpose . Distributed by Weblyb