Powered by Blogger.

Pages

  • Home
facebook twitter instagram

Widya's Babble

Self Reminder. Bukan berarti sudah baik.

Beberapa hari lalu, salah satu teman bercerita pengalaman scaling pertamanya. Memang menyadari sejak beberapa bulan lalu, karang gigi saya juga menumpuk, keinginan untuk mengikuti jejak timbul juga. Teman saya itu datang ke RSKGM UNPAD, karena ada temannya yang sedang koas disana. Saya juga diberi nomor kontaknya dan menyarankan untuk scaling disana juga. Tapi karena jarak kesana cukup jauh dari rumah, maka saya putuskan untuk scaling di faskes sesuai BPJS saya saja, di Puskesmas Melong Tengah. Biar gratis juga. Hehe.

Datang jam 7 pagi dengan adik yang juga mau tambal gigi. Baru ke Puskesmas lagi setelah terkahir sekitar setahun lalu. Dan sudah banyak berubah, lebih bagus. Nomor antrian sudah menggunakan print out macam di RS. Bukan zamannya lagi pakai kertas yang ditusuk di paku kali ya. Dapat nomor antrian pendaftaran C5. Dan antrian ini juga kita gunakan untuk antri dokter. Oh ya ketika mengambil nomor antrian, maka sesuaikan dengan poli yang akan kita tuju. Ada poli umum, poli lansia, poli gigi, poli KIA, poli TB Paru, satu lagi saya lupa. Hehe. Jadi awalan C di no antrian itu menunjukkan poli gigi yang akan saya datangi.

Nomor antrian

Menunggu lumayan lama. Karena pasien di poli gigi rata-rata menghabiskan minimal 10-30 menit. Ya pasti telat ngantor sih,  makanya antisipasi izin telat duluan. Hehe.

Sekitar jam 9. Setelah menunggu dag-dig-dug ditambah penjelasan hasil googling yang mengatakan bahwa prosesnya menggunakan anestesi, antrian saya pun dipanggil. FYI, saya ini sebetulnya takut untuk datang ke dokter. Khawatir segala penyakit akan terungkap dan menambah beban fikiran. Hheee.

Jadi sejak antri, kalau ini berhasil tanpa trauma, sebuah prestasi bagi saya. Begitu masuk ruangan, dokternya ramah. Pertanyaan pertama malah "Tetehnya lagi hamil?" Heee. Mungkin karena gamis saya yang gedombrangan. Setelah dijawab tidak, masih bertanya "Tapi udah nikah?" Heee. Setelah menjawab belum untungnya tidak ada pertanyaan lagi. Malah sepatah dua patah kata penghibur. Padahal biasa aja dok. Lagipula memang belum siap. Dan setelah selesai baru saya tahu dari teman kalau ibu hamil memang tidak disarankan scaling, karena khawatir menambah kebutuhan kalsium bagi gigi, sedangkan bayinya juga sedang membutuhkan kalsium untuk pertumbuhan tulangnya. Jadi ya semacam rebutan kalsium antara ibu dan bayi nantinya.

Basa-basi selesai proses scaling pun dimulai. Saya minta gigi bagian bawah dulu, bagia atasnya dokternya bilang kamis depan. Tapi kayanya saya ga bakalan datang lagi. Bukan karena sakit sih. Tapi malas saja. Hahaaa. Rasanya hanya ngilu-ngilu sedikit. Memang ada darah yang keluar, tapi biasanya dokternya minta kita kumur-kumur di tengah prosesnya kalau darah memang sudah banyak keluar. Overall, ga kapok karena ga kerasa apa-apa. Yang saya ga tahan justru mualnya selama prosea scaling itu. Entah kenapa ya. Mungkin karena mulut kita dimasuki benda asing dan itu bikin mulut jadi asing seharian. Belum berani makan dan minum yang terlalu panas atau terlalu dingin juga selama dua hari. Sikat gigi pun masih terasa ngilu saat berkumur padahal airnya suhu ruangan. 

Intinya, boleh dicoba apalagi kalau merasa karang gigi sudah mulai menumpuk dan sulit dibersihkan hanya dengan sikat gigi. Demi kesehatan gigi juga kan.
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Ampuuun ini blog udah lumutan, banyak sarang laba-laba sampai ada demit yang nebeng hidup juga. Heu.

Liat daftar postingan tiap tahun yang semakin menurun, bikin hati tambah hancur. Hiks. Cita-cita aja pengen rajin 'curhat' di blog, nyatanya nol besaaaar. Hahaha. Kalau boleh nyusun pledoi sih, hal ini dikarenakan banyaknya media sosial macam twitter, IG, sampai BBM atau line (lewat statusnya) yang bisa dijadikan tempat curhat atau sekedar nulis singkat. Hohoho. Dan inilah enaknya. Karena kalau di twitter atau BBM terdapat batasan penggunaan karakter, maka mau tidak mau kemampuan memilih diksi diasah juga. Hehehe. Dan semakin terbiasalah buat nulis hal remeh-temeh dengan kalimat yang lebih singkat. Kalau di IG bisa aja nulis panjang, tapi kembali ke tujuan awal kalau IG diciptakan buat posting foto dan tentunya orang yang buka IG berniat cari gambar kan, bukan baca tulisan?

Soooo, tetap saja kepuasan saat menulis di blog itu tidak tergantikan. Apalagi kalau tahu ternyata mantan juga masih suka stalking blog diam-diam. Hihi. (kalau lho ini. Pertegas lagi. Cuma kalau)
Pertama yang mau saya bilang adalah yeaaayyy, finally I resigned from my previous job. Hahaha. Kok girang? Girang bukan karena kehilangan pekerjaan, tapi karena hilangnya seluruh rasa gamang. Waktu saya cerita ke temen sesama orang Cijerah sih, dia malah ketawa. Katanya orang Cijerah ga bakat rantau. Halahhh, itu anak malah redupin semangat. Padahal kalau ditawarin Malang atau Wonosobo kayanya masih tertarik juga. Hehehe. Entah deh tahan berapa bulan.

Okee lah mumpung sekarang lagi ingat dan kuota sedang bersahabat, mari posting banyak. Hahaha. *kebiasaan jelek sih ya.
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Haii..

Baru lulus dan sedang galau memikirkan pekerjaan? Terus terpikir untuk pergi dari tempat tinggal alias merantau? Hmm, yakin? Ga mau pikir-pikir dulu?

Let’s see bagaimana saya menuturkan pengalaman jadi anak rantau yang lagi ada dalam masa transisi dan adaptasi antara mutusin buat melanjutkan berjuang di tanah orang atau menyerah pada keadaan.

Jadi gini, beberapa bulan lalu saya baru saja lulus dan merasa galau karena sudah tiga minggu resmi tanpa pekerjaan. Sebetulnya bukan tanpa pekerjaan juga, karena ada teman juga yang nawarin pekerjaan sampingan buat jadi pembimbing olimpiade di salah satu sekolah. Lumayan. Meskipun cuma tiga minggu, tapi cukup untuk menyambung status yang kemarin masih jadi mahasiswa. Jadi kalau ditanya sekarang lagi sibuk apa, at least ga jawab diem di rumah aja. Hehehe. Dan setelah pekerjaan itu hampir selesai, alhamdulillah dapat tawaran lagi dari teman KKN untuk ngajar di kota yang jadi kota impian untuk ditinggali setelah Malang dan Wonosobo. Yippii, seneng dong. Mau belajar rantau.

Ehh tapi bulan-bulan awal gitu deh. Masih sering homesick. Raga dimana tapi pikiran dimana. Hahaha.

Dan setelah bulan ketiga sudah cukup enjoy. Hhmm, menyenangkan juga.

Tapi, sekarang ... galau lagi. Hahaha.

Mudah-mudahan ungkapan ini bukan salah satu indikasi kufur nikmat. Ya Allah, hamba bersyukur sekali mendapat pekerjaan yang sesuai dengan kapasitas. Seperti yang telah Engkau janjikan, bahwa setiap manusia akan diberi ujian sesuai dengan kemampuan. Dan hamba mengimani bahwa Engkau tidak pernah ingkar.

Dan tanpa mengurangi rasa terima kasih pada penunjuk jalan, teman masa KKN, yang sudah berbaik hati menunjukkan pekerjaan dan melepaskan saya dari belenggu kegalauan pengangguran, saya curhat dikit di sini boleh ya.

Banyak hal yang tak pernah terpikirkan bahwa jadi anak rantau itu ga semudah nonton film Modus Anomali yang kamu tinggal duduk manis dan nikmatin tegang-tegangnya aktor doang.

Pernah ngerasain ga sih ketika kamu pulang ke kota asal, terus baru sampai di pintu tol perasaan aneh menyergap. Semacam perasaan tak disambut ramah. Rasanya setiap bangunan yang saya lihat sepanjang jalan dari terminal menuju rumah melirik sinis sambil berkata “Ihh nih orang ngapain sih pulang? Udah pergi ninggalin kita juga.” Rasanya kaya pengen minta maaf, tapi sama siapa. Agak lebay kedengerannya sih. Bodo amat.

Dan juga rengekan orang-orang sekitar yang meminta kembali. Terlepas dari apakah mereka tulus berucap seperti itu atau tidak, tapi tetap ada perasaan kangen ketika baca komen mereka entah di path, IG, atau jejaring sosial apapun itu lah “Teteh kapan ke Bdg lagi?” “Bu, ajarin kita lagi atuh” “Bu, main atuh ke sekolah. Meuni ga pernah ke sini lagi” atau ungkapan “Yeayy, balik Bdg Bu? Ngajar lagi atuh” sewaktu saya posting foto ketika saya sedang berada di Bandung.

Belum lagi dengan sahabat, kawan, atau juga mantan (ups) yang meminjam berjuta bentuk yang rasanya sayang untuk ditinggal jauh sehingga harus menunggu momen semacam bukber atau reuni demi berjumpa. Itu juga kalau jadwalnya sesuai dengan kepulangan.

Atau lagi melewatkan momen pernikahan sahabat dekat yang bikin nyeselnya ga tau harus gimana. Ini benar-benar saya alami kemarin ketika sahabat jaman SMP nikah dan saya ga hadir lantaran ga bisa pulang. Maafin ya Tiara.

Dan terakhir dan yang paling berharga yaa keluarga. Melewatkan berbagai momen Ibu dan Bapak menuju tua. Tidak ikut membimbing secara langsung adik yang seharusnya bisa lebih baik dari Kakaknya. Ada perasaan ga lengkap juga jadi anggota keluarga.


Heyy, kalian anak rantau, pada ngerasain ini ga sih? Atau cuma saya aja yang lagi mellow?
Share
Tweet
Pin
Share
2 comments
Rumah Uwa (sebutan untuk kakak orang tau) memang sudah terkenal susah signal untuk beberapa provider. Padahal rumahnya tidak di pingir-pinggir amat. Cuma entah ada hantu apanya gitu.  Jadilah kalau kesana jangan harap bisa update sekedar bilang “di rumah uwa” apalagi harus ‘check-in’ yang melibatkan kekuatan signal yang lebih besar.

Setelah urusan di rumah uwa selesai, akhirnya pulang ke rumah dan ..... lho lho lho. Kenapa signalnya masih kosong. Sudah di-restart beberapa kali, tetap. Sudah pindah HP lain, sama saja. Tapi ganti kartu di HP itu, ternyata HP-nya ga bermasalah. Hmm, ini sudah kedua kalinya saya mengalami hal seperti ini. Tiba-tiba tidak ada signal dan bertuliskan “emergency call only”. Argghht. Kalau dulu, bisa dengan mudah ganti nomor saja. Tapi kalau sekarang, mengingat sudah banyak orang yang tahu nomor ini dan membayangkan mereka akan kesulitan jika ingin menghubungi ... (hahaha, pede) rasanya harus diperjuangkan. Akhirnya saya menghubungi call centre dan jawabannya ... kartu saya rusak bisa dibanti dengan nomor yang sama diganti di Galeri In****t. Hah? Ko bisa? Iya saya tidak tahu dan malas mencari tahu. Soalnya mba operator sudah nyerocos panjang lebar menjelaskan sampai mencarikan Galeri In****t terdekat.

Hmm, akhirnya dua hari kemudian saya meluncur ke Galeri In****t yang telah ditunjukkan mba operator. Letaknya di BEC lt. 3. Meskipun sempat nyasar ke lantai dasar. Ahh, untung saja ada bapak security baik hati yang memberi tahu (karena saya nanya juga sih akhirnya) malah menawarkan untuk mengantarkan. Tapi karena takut dikira anak TK, saya menolak dan memilih kesana sendirian. Ehh, baru sampai lantai dua, malah jumpa teman SMA yang sehari sebelumnya kami sudah reuni dadakan. Hahaha. Kebetulan sekali. Malah dia bersama seorang pria yang sepertinya pacarnya. Huu, padahal kemarin waktu ngobrol pas kumpul-kumpul dia bilang ga punya pacar. Hahaha. Dasar.

Akhirnya sampai juga dan tidak sampai harus menunggu antrian panjang, saya mendapat giliran. Dan setelah menjelaskan tujuan saya, mas customer service itu meminta saya untuk mengisi formulir serta meminta surat identitas. Ia pun pamit dulu untuk meng-copy surat identitas saya. Dan ia kembali dengan SIM card baru di tangannya. Ahhh, senangnya. Saya kira harus menunggu beberapa hari untuk kembali mengaktifkan nomor itu. Ternyata prosesnya hanya singkat. Saya sampai bertanya kembali untuk menegaskan “ini bisa langsung dipake hari ini?”. Sambil senyum mas-nya pun ngangguk. Mungkin aneh liat saya (agak) girang sendiri untuk hal sebiasa ini. Hahaha.  

Ketika sedang mengantri, saya iseng nguping. Dan ternyata kasusnya hampir selalu sama. Fisik kartu rusak dan harus diganti. Saya buta sama sekali masalah teknologi, jadi tidak tahu kalau SIM card itu ternyata punya daya tahan dan bisa rusak juga. Hehehe.


Oh ya, saya perlu bilang “terimakasih In****t” ga? Takut dibilang alay nihh. 
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Saat jalan-jalan atau kumpul bersama teman rumpi, biasanya banyak sekali hal-hal yang bisa dijadikan topik rumpi alias bahan gosip-an. Mulai dari politik, gosip artis, sampai harga cabe. Dan biasanya kalau sudah kehabisan topik, mata pun mulai bermain mencari bahan lain untuk direnungi atau sekedar jadi bahan humor. Dan biasanya pasti lah tak luput dari suatu fenomena janggal yang mungkin bisa jadi pemandangan yang biasa saja pada akhirnya. Apa sih?

Pernah melihat pasangan tidak serasi. Ceweknya cantik banget, tapi cowoknya ancur. Kalau sudah begini, kegiatan rumpi pun jadi asyik karena sibuk mencari alasan kenapa cerita Beauty and The Beast itu akhirnya bisa sampai di dunia fana yang miskin akan ketulusan ini. Komentar positif mulai dari “pasti cowoknya baik, makanya ceweknya mau” sampai “ceweknya ga neko-neko kali ya. yang penting nyari cowok yang sayang sama dia. makanya mau aja sama cowok yang aku aja sih ogah dikasih gratis” mungkin sudah biasa. Kalau khayalan sudah menggila sih bisa sampai “pasti cowoknya tajir. ceweknya matre. semacam memperbaiki keturunan gitu. kan enak. simbiosis mutualisme” atau yang lebih lagi “jangan-jangan cowoknya maen dukun. hiii”

Atau justru fenomena kebalikannya. Yang pastinya bakal mengundang komentar “Ya ampun, mending sama aku kemana-mana kali ya. Itu cowok ga ketemu aku dulu sih, makanya dapet cewek begitu”

Yahh, begitulah, kadang sekilas ganjil. Tidak adil. Kok bisa? Masa? Dan segudang keheranan yang mengundang orang-orang untuk mencari kelebihan dibalik si ‘jelek’. Allah menciptakan manusia berpasan-pasangan bukan? Dan Allah sudah menjanjikan bahwa orang baik itu untuk orang baik juga. Makaaa? Baik seperti apa sih yang dimaksud Allah. Hmmm,,,

Lantas bagaimana dengan kita? Memang orang sekitar sudah pernah ada yang bilang “Ihh kalian serasi banget ya. Cantik sama ganteng. Pinter sama pinter. Kaya sama kaya. Aduhh, anaknya pasti sempurna”. Kalau belum, ya jangan-jangan anda juga termasuk salah satu yang jadi bahan rumpian orang-orang. 
Lalu bagaimana kalau kita ternyata menjadi salah satu dari ‘mereka’ yang ditimpa ke(tidak)adilan jodoh? Hahaha. Mari kita lihat sisi positifnya....

“Kok, dia mau ya sama aku? Padahal aku biasa-biasa aja. Temen yang deketin dia banyak yang cantik, dan kayanya dia bisa aja kok kalo milih salah satu diantara mereka. Duhh” 
Pernah merasa punya perasaan seperti itu. Haha. Berarti kamu sedang menjadi si ‘jelek’ yang jadi bahan gunjingan geng rumpi. Lalu bagaimana mencari sisi positifnya? Selamat! Berarti kamu termasuk orang baik dan disayang Allah. Mengapa? Ambillah sisi positif dengan mempercayai bahwa karena kebaikan kamu, maka Allah memberikan bonus jodoh yang menurut kamu tidak pantas kamu dapatkan. Dan syukuri saja. Mungkin Allah punya rencana lain dibalik takdir baikmu itu. Mungkin Allah sedang menugaskan kamu untuk menjadikan jodohmu itu se’baik’ dirimu.

“Eh, kok kamu mau sama dia? Kamu tuh cantik kali. Kamu bisa dapetin yang lebih dari dia.”
Wahh, orang-orang komentar seperti itu bagaimana? Sial banget sih aku. Dapet jodoh kok bahkan ga pantes banget buat digandeng kondangan. Hahaha. Selamat juga. Karena ternyata kamu mendapat orang baik dan kamu sedang menjadi bonus bagi jodohmu itu. Serta ambillah sisi positif dengan mempercayai bahwa Allah juga punya skenario yang tidak kalah indah dengan si ‘jelek beruntung’ itu. Mungkin Allah sedang ingin memperbaiki dirimu lewat jodoh ‘jelek’mu itu.

Intinya, saya percaya bahwa “orang baik akan berjodoh dengan orang baik itu” maksudnya adalah motivasi supaya kita selalu memperbaiki diri. Dan ketika kita sudah bertemu jodoh, apa usaha untuk memperbaiki jodoh itu berhenti? Harusnya tidak bukan. Makanya saya percaya bahwa Allah menciptakan manusia berpasang-pasangan untuk saling melengkapi kekurangan dan saling memperbaiki diri.

Kalau menurutmu bagaimana???

Share
Tweet
Pin
Share
No comments
The woman has right for loving who she likes. Not just because she should loves back.
And sometimes they forget that they have no power to choosing. Because their nature is just for being choosen.

Kami tidak bisa menyalahkan Kartini yang juga tidak bisa melahirkan emansipasi “cinta” untuk kaum wanita. Ia juga jadi korban kekekalan cerita Siti Nurbaya. Atau mungkin ya, ia belajar agama dengan benar.

Karena aku pernah dengar dalam Islam kalau perempuan tidak bisa memilih.
Aku belum terlalu paham pula mengapa Islam menyebut perempuan sebagai makhluk yang istimewa. Apa hanya karena kami akan berwujud sebagai seorang Ibu yang bisa meneruskan garis keturunan kaum pria?
Maafkan aku jodoh, kalau sebelum bertemu denganmu, aku pernah mencintai pria lain dengan sangat.
Aku tidak mau disalahkan. Karena perasaan yang ada juga muncul karena kodrat. Engkau tidak perlu cemburu atau risau. Karena ketika aku melihat anak-anak kita tumbuh, kemudian aku sadar bahwa aku harus ada disini untukmu dan anak-anak kita. Biasanya kaum kami hanya mengubur impian dan cintanya itu dalam-dalam. Dan mungkin itu juga yang akan aku lakukan kelak.

Jodoh, aku selalu bertanya pada kaum kami yang sudah menemukan jodohnya. Begini pertanyaannya “Apa anda memilih atau dipilih?” Sebagian menjadi yang pertama, sebagian menjadi yang kedua. Dan lebih banyak menjawab dengan tidak pasti. Mungkin mereka sedang menyembunyikan rahasia rasa yang mereka kubur itu. Supaya aku yang sedang mencoba menyusuri masa lalunya, tidak menemukan sumur tempat mereka membuang rasa cintanya itu.
Jodoh, aku rasa kaum kami memang tidak punya pilihan.

Kami hanya bisa membuat alasan semacam “aku tidak suka”, “bukan sekarang”, atau “aku masih ingin belajar banyak”.


Sampai akhirnya kami menyadari bahwa usia telah menggerogoti kecantikan kami , takut dengan sebutan ‘perawan tua’, dan  kemudian  mengatakan “ya”.
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Hari Minggu kemarin, 15 Juni 2014 telah jadi hari yang bersejarah bagi salah satu rekan KKN saya. Itu lhooo, Bu Nisa yang dipanggil Icha. Dia nikaaah. *prok prok prok

Berasa terkejut juga ketika tahu emang dia beneran mau nikah. Meski sebelumnya memang dia sempat mengunggah foto-foto prewed ke jejaring sosial. Dan lucunyaa, suami yang sekarang menikahinya bukanlah pacar yang selalu ditenteng jaman KKN. Hihi. Jadi ceritanya dulu itu jaman KKN, Icha pernah punya pacar dan selalu nemenin kegiatan KKN kita. Mulai dari supir-nya Icha sampai fotografer dadakan buat kegiatan kita. Fakta ini kita peroleh justru setelah ngobrol di grup WA. Bahkan ada salah satu teman yang masih menyangka kalau Icha nikah sama ‘Si Aa’ jaman KKN tepat sebelum kita berangkat ke acara resepsinya. Hahaha. Kalau saja kita membiarkan ketidaktahuannya sampai dia salaman di pelaminan, bisa-bisa muncul pertanyaan “lho, ko yang ini suaminya?”.

Bukan maksud mengungkit masa lalu Icha. Tapi dari sini lah kita (temen KKN-nya terutama kaum perempuan) belajar bahwa jodoh itu memang misteri. Berangkat dari Bandung sekitar jam 8 dan melakukan perjalanan ke Karawang, cukup buat kita berlima buat bergosip dan ngobrol mulai dari nostalgia KKN sampai pernikahan. Apalagi tema jodoh kayanya selalu jadi hal menarik buat diobrolin, meski ga jadi jaminan juga orang yang sering ngobrol tentang jodoh, bakal cepet nikah. Maksudnya, beberapa orang (termasuk saya) belum atau bahkan tidak berniat menikah di usia muda. Nanti saja lah, kalau sudah puas main sendirian. Tapi kalau liat orang sudah menemukan pasangan hidupnya, suka jadi ikut senang dan penasaran seperti apa ya jodoh kita.

Kalau kata Bunda Intan (temen KKN juga yang ikut ke resepsi Icha), jodoh itu jorok. Bisa ketemu dimana saja. Oh ya, Bun? Jadi bisa ketemu di tempat sampah juga ya? Ya bisa aja kan kalau ternyata pertemuan awal itu pake adegan buang sampah barengan.

Jodoh itu misteri? Iya. Ada seperti tetangga saya, yang sudah pacaran sejak SMP dan sekarang sudah punya dua orang anak dan yang sulung sudah seumur dengan saya. Tapi lamanya pacaran juga ga jamin kalau jodoh. Ada juga kaya Icha yang baru dekat beberapa bulan kemudian memutuskan menikah. Tapi ada juga yang ga pake proses pacaran, cukup pake taaruf seperti Okky Setiana Dewi yang akhirnya nikah juga.

Dulu saya berandai-andai, saya pengennya nikah sama orang yang sudah saya kenal sejak dulu. Misalnya teman sekolah yang akhirnya bertemu lagi setelah lama tak jumpa. Tapi kalau dipikir-pikir, terlalu biasa. Mending pake adegan ketuker tas dalam bis seperti dalam FTV. Atau ....berbagai skenario lain yang bisa jadi khayalan manusia. Kalau ga ingat jodoh itu seperti rejeki dan kematian yang sudah ditentukan Allah, mungkin manusia akan terus-terusan ‘mengejar’ cintanya pada seseorang yang dianggap sebagai jodohnya.

Dan sekarang saya juga penasaran. Apa jodoh itu bisa berubah?

Saya punya seorang teman dekat. Secara pikiran rasanya kami sangat jauh berbeda. Tak jarang pembicaraan sepele pun akan jadi bahan perdebatan yang panjang. Sampai saling diam dan tidak menyapa pun pernah. Tapi anehnya selalu ada momen yang akan kembali membuat kita jadi ‘baik’.


Mungkin jodoh juga seperti itu. Kita ga pernah tau kalau pramugari dan pilot-nya bisa saja berjodoh.  Dan bahkan kalau saja Jerry itu perempuan, mungkin saja dia akan berjodoh dengan Tom.
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Akhirnyaa ada ide lagi buat nulis. Haa. Di sela-sela menunggu kegiatan PPL dimulai.

Tadi sore (selepas maghrib sebetulnya) saya mengajar private anak SMP. Baru Kelas 7. Dan di sela-sela belajar, biasa kalau selalu ada sesi curhat. Supaya enggak ngantuk juga. Waktu selepas maghrib itu kan memang cocok untuk tidur-tiduran di kasur sambil twitteran atau sekedar dengerin radio. Ini malah disuruh belajar. Yaa siapa yang tidak bosan. Hehe.

Di curhatnya itu, dia cerita tentang kejadian tadi pagi yang hampir membuat dia telat masuk sekolah. Membuat dia menggerutu pada Ayahnya dalam perjalanan. Meski menurut pengakuan sang anak, Ayahnya malah bilang “ehh, ya ga boleh bilang gitu dong”. Jadii, ceritanya tadi pagi itu dia ke sekolah diantar ayahnya dan mendapati jalanan terhenti. Ternyata ada serombongan kawalan polisi. Awalnya dia tidak tahu apa yang dikawal polisi itu. Sampai beberapa meter dia mengamati dan ternyata.... serombongan orang yang sedang naik sepeda. Hah? Naik sepeda dikawal polisi? Iya. Meskipun tidak tahu pasti, tapi menurut dia itu adalah rombongan pejabat penting yang sedang melaksanakan program Jumat Bersepeda yang diagagas Walkot Bandung. Ckck. Dan dengan kesal kemudian dia menggerutu “lebay amat ampe dikawal gitu. Padahal rakyatnya udah telah mau masuk sekolah”. Hohoho. Saya jadi tergelitik sendiri. Kritikan semacam itu bisa juga keluar dari anak Kelas 7 SMP. Kritikan terhadap sebuah kebijakan yang ternyata dalam pelaksanaanya malah tidak sesuai dengan tujuan awalnya. Hmm

Dan ... yang masih saya kurang paham adalah kenapa ya pejabat-pejabat itu senang sekali diistemewakan? Tidak semua sih. Banyak juga dari mereka yang bersikap merakyat.

Jadi ingat kejadian beberapa minggu lalu, saat saya harus kuliah jam 1 siang. Seperti biasa saya pergi jam 11 dari rumah. Jarak yang jauh dan antisipasi macet membuat saya harus menyediakan waktu ekstra untuk perjalanan yang ‘hanya’ sekedar ke kampus. Yang menurut teman saya, sama seperti waktu tempuh Setiabudhi dengan kota asalnya, Subang. Ohh Bandung, mengapa engkau sekarang sudah mirip Jakarta?

Tidak biasanya macet di daerah Halteu (Jl. Abdurahman Saleh) menjadi luar biasa panjang dan lama. Menurut sopir angkot arah sebaliknya sih, macetnya sampai Padjadjaran. Banyak juga yang menyerah dan akhirnya memilih untuk turun dan berjalan kaki. Termasuk saya akhrinya. Tapi tidak mungkin juga kalau saya harus berjalan kaki sampai kampus. Akhirnya saya putuskan untuk jalan kaki hingga menemukan angkot yang harus saya naiki selanjutnya, jurusan Lembang. Meski sudah turun dan jalan kaki, tetap saja membuat saya harus menghubungi dosen meminta izin untuk datang telat. Dan alhamdulillah diizinkan. Sampai di kampus pun jadi jam 1.30 yang biasanya hanya sekitar jam 12.30 atau paling lambat juga jam 12.45. Saya pun bingung ketika menjelaskan alasan mengapa saya datang terlambat. Karena terkesan konyol dan mengada-ada. Tapi memang itu lah adanya. Macet yang sampai mengakibatkan semua siswa yang masuk sekolah shift siang hari itu disebabkan oleh ... pemakaman salah satu ‘orang penting’ yang dimakamkan di Sirnaraga. Dengan jumlah pengantar dan juga kendaraannya yang banyak hingga membuat berita macet itu ramai di social media. Komentar lucu dari sopir yang saya naiki adalah “Euhh ini orang udah meninggal aja nyusahin orang banyak orang. Gimana waktu hidup” sambil bercanda juga sih. Hehe.
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Tidak terasa bulan depan sudah mulai PPL.

Rasanya baru kemarin mengikuti MOKA, RAM, MABIM, LKM, dan jadi anggota biasa himpunan. Ikut berbagai kepanitiaan. Sekarang tinggal menunggu untuk jadi peserta wisuda. Iya masih menunggu.

Rasanya baru kemarin kuliah Kimia Umum. Kimia Fisika volume 1 sampai 4. Biokimia. Hingga kemarin belajar jadi guru beneran di Simulasi Pembelajaran Kimia.

Rasanya baru kemarin tes SNMPTN. Masuk pilihan ke-dua, Pendidikan Kimia UPI. Meskipun sempat menyesal tidak belajar lebih keras untuk masuk pilihan pertama. Tapi sekarang malah jadi mengazamkan diri untuk menjadi seorang pendidik. Iya seorang guru, yang selalu belajar untuk menjadi layak digugu dan ditiru. Mendedikasikan diri untuk bangsa. Oh tidak. Terlalu besar. Terlalu tinggi. Setidaknya mendidik anak-anak bangsa yang akan memimpin negeri ini nantinya. Yang akan menjadi anggota dewan, mentri, ilmuwan, dokter, atau presiden mungkin. Tapi yang jujur, amanah, dan tidak senang korupsi.

Jadi guru yang baik. Lewat Kimia? Iya lewat kimia. Lewat kimia yang mengajarkan tentang arti memberi dan menerima seperti konsep pelepasan dan penangkapan elektron pada reaksi redoks. Lewat kimia yang mengajarkan betapa Allah sangat menyayangi manusia dengan menciptakan Ikatan Hidrogen pada air sehingga tetap berfasa cair pada suhu kamar. Lewat kimia yang mengajarkan saling berbagi seperi Ikatan Kovalen. Lewat kimia tidak hanya sekedar materi kimia yang diajarkan. Tapi nilai religius dan nilai sosial. Karena saya yakin seyakin-yakinnya. Tidak sedikit atau bahkan semua siswa akan sakit perut dulu jika mendengar kata Kimia. Tidak semua siswa akan menyambut ramah. “Ahh, buat apa belajar kimia. Saya mau masuk IPS”

Bagaimana rasanya jadi guru? Senang kah? Atau malah sulit? Atau membosankan?

Tahun depan akan mencoba...

Jadi guru yang benar....

Entah hanya perasaan saya saja atau memang sudah kenyataan yang terjadi seperti itu. Guru yang ada saat ini hanya menjelma sebagai ‘evaluator’ yang menguji hasil belajar siswa. Hasil belajar dimana? Terserah siswa. Mau belajar sendiri di rumah, silahkan. Bagi yang memiliki orang tua berpenghasilan tinggi, bisa masuk bimbel atau ikut privat. Sedangkan orang tua dibuat kelimpungan melihat anak-anaknya pusing mengurusi berbagai materi yang dituntut sekolah.


Ahh semoga tidak semua guru seperti ini. Iya memang tidak semua. Masih banyak guru yang rela datang lebih pagi ke kelas untuk mencontohkan kedisiplinan pada siswanya. Masih banya guru yang rela meluangkan waktunya dengan ikhlas untuk memberikan pelajaran tambahan. Masih banyak ... J
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Prolog   :
Melirik arsip yang mengakibatkan kegelisahan dan kegundahan. Karena ternyata jumlah tulisan tahun ini masih kurang dibanding tahun kemarin. Hiks (lebay memang. Hihi). Memang benar apa yang pernah dibilang Aa Ariel ‘Noah’ beberapa hari yang lalu di acara yang diadakan salah satu radio di Bandung, kalau ide itu muncul saat emosi kita di atas rata-rata. Dan memang akhir-akhir ini emosi saya sedang ada di posisi biasa-biasa saja. Tidak sedang galau atau emosi berlebihan. Akibatnya tidak ada sesuatu yang menjadi terlihat menarik untuk ditulis. Sampai akhirnya tadi, di kamar mandi. Terpikir untuk menulis sesuatu. Meski terkesan maksain. Hiks Ini dia ...

Rambut saya masih basah. Baru saja tadi maghrib dibangunkan Ibu dari tidur pendek saya. Ketiduran karena lelah menamatkan film Bloody Monday. Film yang sudah lama menjejali memori laptop, namun belum berani menonton akibat judulnya yang menyiratkan kesan horor. Hehe (Konyolnya saya). Sambil menyadarkan diri sepenuhnya dari alam tidur, sayup- sayup saya mendengar bunyi berisik seperti mesin pompa air. Wahh girangnya hati ini.

Setelah tiga hari berangan-angan bisa mandi dengan normal. Dan tadi baru saja bercengkrama kembali dan melepas kangen bersama air. Tapi tidak pakai adegan lari-lari ala film India. Kamar mandi saya kecil. Cukup adegan ala iklan sabun mandi setelah beberapa hari selalu ada nasihat “jangan boros-boros air” setiap hendak masuk kamar mandi. Dan dipaksa harus cukup dengan dua gayung air saat kamu pipis. Atau nahan BAB sampai nanti di rumah nenek.

Jadi ceritanya rumah saya itu menggunakan sistem air artesis. Saya tidak tahu definisi umumnya seperti apa. Dan juga tidak tahu jelas sejarah dan sejak kapan sistem air ini dipakai di lingkungan rumah. Yang jelas sejak saya menempati rumah ini, sekitar kelas satu SMP, rumah ini, dan yang saya tahu semua rumah di daerah saya menggunakan sistem air ini. Jadi ada beberapa pompa dan sumur besar yang ditempatkan di beberapa titik. Pompa-pompa itu lah yang menyedot air dan dikumpulkan di sebuah penampung besar juga. Baru lah air-air yang ditampung itu disalurkan ke rumah-rumah penduduk. Dan sudah tiga hari ini, pompa-pompa itu mengalami kerusakan. Hhhh, mungkin Mario Bros da temannya Luigi itu masih sibuk berkelana di negerinya, jadi tidak sempat melirik Melong Green yang sedang membutuhkan tenaganya ini.

Ya hasilnya seperti ini. Akibatnya banyak. Salah satunya tukang air yang pada hari biasa tidak menerima pesanan dari daerah saya, mendadak jadi rame lalu-lalang di sekitar rumah. Positifnya sih, jadi menambah penghasilan tukang air. Tapi ya ada saja negatifnya. Jangan heran kalau sampai terjadi pertumpahan darah. Maksudnya biasanya Ibu-Ibu akan berebut ingin mendapat air lebih dulu. Mungkin sudah mirip seperti serigala-serigala yang berebut kambing buruan. Hihi. Dan jangan heran kalau sampai ada adegan iri dan gerutuan di rumah masing-masing kala melihat tetangga sudah mendapat kiriman air.


Aaahhh air. Padahal saat ini musim hujan. Tapi sudah beberapa hari ini pula harus bulak-balik rumah nenek Cuma untuk numpang mandi. Cucian di kamar mandi juga sudah menggunung. Waktu jaman masih baca majalah Bobo, sering banget baca puisi kiriman pembaca tentang kamu, Ir. Dan baru saat ini menyadari betapa berharga manusia bergantung padamu. Rasanya kamu lebih berharga ketimbang pacar deh, Ir. Sehari tanpa pacar tidak masalah. Tapi sehari saja tanpa kamu, apa jadinya.
Share
Tweet
Pin
Share
No comments


Euheum. Tulisan ini tidak memiliki niat apa-apa. Tidak untuk membuka kenangan atau cerita lama lagi. Karena kenangan ya hanya kenangan. Tidak bisa terulang. Kalau terulang, bukan kenangan namanya. Tapi lebih tepat disebut masa depan yang tertunda. Lewat tulisan ini saya hanya ingin menyampaikan terima kasih pada seseorang yang dulu sempat membuat saya merasa istimewa dan diistemewakan. Namanya ... sebutin jangan? Inisialnya saja ya. Kalau teman SMA saya pasti tahu siapa dia. Sebut saja dia Bunga. Eh salah. Sebut saja dia D.

D itu teman dekat saya. Pacar? Ya bisa dibilang begitu. Dulu tapi. Sekarang kita sudah punya kehidupan masing-masing. Dan yang saya syukuri, kami masih berhubungan baik. Karena tidak sedikit orang yang pernah pacaran kemudian putus, malah jadi musuhan. Mungkin karena kami saling menghormati prinsip hidup kami masing-masing sekarang. Kapan ceritanya? oh ya. Kita mulai
Cerita ini konyol sih. Ada lucunya. Ada romantisnya. Saya terpikir untuk menuliskan cerita ini karena tulisan Pidi Baiq tentang Dilan. Saya juga jadi ingin menceritakan bahwa saya juga pernah mengalami cerita lucu nan romantis. Hahaha

Pernah ingat tidak, dulu ada undian dari salah satu merk snack, sebut saja Taro. Haha. Disebut. Hadiahnya macam-macam. Dan cara untuk mengikuti undian itu adalah mengumpulkan poin yang ada dalam kemasan snack itu. Kalau tidak salah sekarang juga ada lagi.

 Waktu itu saya belum punya handphone. D sudah. Kebayang tidak anak SMA pacaran, tapi yang satu belum punya handphone. Kadang D nelpon ke rumah lewat telpon umum di depan rumahnya. Itu pun kadang sambil diganggu tetangga-tetangga dia yang lewat yang juga teman SMA saya sih. Sebel juga kadang. Malah kadang saya harus ngobrol dulu sama temennya kalau temannya itu lagi usil. Atau mendengarkan teriakan-teriakan yang bikin saya ketawa-ketawa. 

Nah, dari situ lah  saya pengen punya handphone (kasihan banget kan saya). Karena tidak mungkin meminta pada orang tua, makanya saya berinisiatif untuk mengikuti undian itu, karena salah satu hadiahnya handphone. Jangan ketawa lho. Ini kan sedih. Setiap hari di sekolah saya pasti beli snack itu. Kebayang tidak sih bagaimana bosennya saya. Saya juga tidak tahu apakah D memperhatikan saya atau gimana, yang jelas dia memang pernah tanya “Kok perasaan jajannya itu mulu sih dari kemaren?” Saya Cuma bisa nyengir kuda. Kemudian dia nebak lagi “jangan-jangan ngumpulin poinnya pengen dapet handphone”. Saya nyengir lagi.

Beberapa hari kemudian (kalau tidak salah), setelah pelajaran sekolah selesai. Ketika saya membereskan buku ke dalam tas, teman dekat saya yang beda kelas (kelas dia sudah selesai duluan) teriak-teriak sambil menggedor-gedor kaca kelas saya menyuruh saya keluar kelas dan menghampirinya. Waktu saya keluar kelas dan ... hahaha. Saya melihat D dan teman-teman saya yang lain sedang asyik makan Taro .. sekardus. Saya melongo. Tidak tahu apa ini yang namanya romatis atau apa lah. Sikap D biasa saja. Dia tidak membungkus atau memberi pita pada kardusnya. Bahkan D dan teman-temannya sudah memakannya sebelum saya datang. D hanya menyuruh saya untuk ikut makan dan mewanti-wanti teman-temannya untuk tidak membuang bungkus Taro itu. Saya juga sempat membagi beberapa bungkus kepada teman sekelas dan meminta mereka untuk makan di tempat dan tidak membuang bungkusnya. Hihi. 


Setelah semua  bungkusnya terkumpul, saya lupa apa bungkus Taro itu dibawa saya atau dibawa D ya. Yang jelas, malam harinya D datang. Membantu saya memotong bagian kemasan yang harus dipotong untuk dikirimkan. Menghitung jumlah poin dari tiap kemasan yang ternyata cukup untuk ‘harga sebuah handphone’. Dan besoknya mengirimkannya. Meskipun tidak menang. Tapi akhirnya dari situ, orang tua saya akhirnya membelikan saya handphone juga. Mungkin karena mereka melihat kami asyik memotong-motong sampah yang awalnya mereka kira untuk tugas seni rupa.

Cerita sekardus Taro itu tidak akan pernah saya lupa dari seorang D. Romantis? Tidak juga sih. Tapi yaa seperti itu lah. Lucu. Unik. Sama seperti ketika saya meminta mushaf untuk hadiah ulang taun. Eh ternyata benar. Dia belikan. Dan sekarang masih saya baca. Semoga amalnya juga mengalir untuk yang memberikannya ya.

Sekali lagi, tulisan ini tidak memiliki niat apa-apa. Hanya ingin berbagi cerita dan mengucapkan terima kasih pada yang memberi cerita.
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Kenapa sih kegiatan mengomentari sesuatu itu begitu menyenangkan? Hahaha. Saya juga tidak tahu pasti. Yang jelas saya sudah pernah kena batunya gara-gara mengomentari salah satu teman. Tapi itu tidak membuat hobi saya itu jadi berhenti. Hehe. Saya juga tidak tahu pasti apa kegiatan saya  ini termasuk ghibah atau bukan. Dengan dalih tidak menyebutkan nama, saya mengambil kesimpulan sih tidak. Lagipula ketika saya mengomentari memang tidak menjurus pada seseorang tertentu saja. Biasanya saya menemukan fenomena itu pada beberapa orang atau situasi, dan barulah saya gabungkan dan sedikit ditambah dramatisasi. Atau saya melihat kejadian itu menimpa orang lewat alias orang yang tidak saya kenal. Tujuan saya pun bukan ingin melecehkan atau mencemarkan nama baik. Sekali lagi karena saya tidak pernah menyebutkan ‘nama’ orang tersebut. Kecuali bila memang ada orang yang merasa tersindir, ya itu sih balik ke diri orang itu. Mau disikapi seperti apa bila dikomentari. Apa mau marah, introspeksi, atau Cuma ketawa dan menganggap itu hanya sebagai sebuah lelucon. (lagi-lagi) prolog yang kepanjangan.

Tulisan ini berawal dari obrolan saya dengan adik saya di sela-sela menonton Astro Boy di hari Minggu. Memang tidak ada hubungannya dengan robot itu sih. Hanya sebagai latar waktu. Hihi. Diawali ketika saya dan adik saya ngobrol tentang ikhwan yang suka cipika-cipiki. Dulu saya pernah nulis juga tentang oknum ikhwan yang bikin saya ilfil itu. Berlanjut membayangkan dan melihat fenomena yang ada saat ini.

Yang ini tentang fenomena kaum pria (kisaran umur remaja sampai hampir dewasa) yang mengagumi girlband, khususnya girlband asal Indonesia yang personilnya satu desa. Tahu kan? Buat saya pria yang kagum sama artis wanita itu wajar. Tapi kalau sampai tidak absen di setiap penampilan idolanya itu sambil teriak “Oi oi oi” dan bawa apa sih namanya? Sticklight? Eh apa ya? Saya tidak tahu namanya. Itu lho yang mirip sedotan tapi bisa nyala. Sejujurnya saya akan langsung menolak bila tahu kalau suami saya ternyata ... salah satu dari mereka. Bukan karena saya cemburu. Alaahh, saya malah lebih rela kalau calon suami saya itu mengidolakan Anggun C Sasmi deh.

Yang satu lagi adalah hal yang bikin saya ifil di peringkat pertama. Aduhh, gimana bilangnya ya. Sebenarnya banyak perempuan suka dengan lelaki tipe seperti ini. Saya juga suka. Tapi tergantung bagaimana pria ini mendapatkan ‘itu’. Apa coba? Badan kekar. Jujur saya suka (banget malah). Melting deh kalau liat mereka lagi telanjang dada terus baru naik dari kolam renang. Makanya sekarang saya menghindari kolam renang umum. Selain memang saya lebih kesulitan berenang karena harus memakai kerudung dsb, pemandangan ini malah menambah deretan dosa saya. Meskipun ada juga beberapa wanita yang malah tidak menyukai atau malah risih sama cowok berbadan kekar. Tapi tahu apa yang buat saya ilfil? Gym. Tempat itu bisa jadi surga buat saya. Tapi saya langsung ilfil kalau tahu cowok kekar itu mendapatkan ke’kekar’annya hasil gym. Enggak tahu kenapa sih. Bagi saya cowok yang datang ke gym itu sama saja seperti cowok datang ke salon sambil bilang “Mba, akika mau spa bisa keles ya di sindang”. Ngebayanginnya aja saya udah merinding. Iya, saya tahu itu beda. Tapi memang ada hal yang tidak bisa dijelaskan logika. Ini hanya masalah selera. Buat saya kenapa sih cowok itu ga olahraga sendiri aja. Jogging kek. Berenang kek. Atau apa gitu yang bisa membentuk badan. Tapi tidak pake gym. 

Mengomentari orang lain juga tidak membuat saya merasa bahwa diri saya itu sempurna. Saya juga merasa ada beberapa kekurangan dalam diri saya yang membuat saya sendiri jadi ilfil. Salah satunya tahi lalat yang ada di pipi  ... kiri saya. Kata mantan pacar saya dulu sih, itu bikin saya jadi mirip Revalina S Temat. Hee. Dulu sih saya senyum-senyum aja. Menghargai kegombalan dia (maaf ya D*i). Meskipun dalam hati saya bilang “Duh, udah enggak sih menghibur. Saya ngerasa kok ini bikin saya tambah jelek”.

Yang lain lagi adalah susunan gigi saya yang berantakan. Yang membuat saya jadi kurang pede kalau ketawa dan enggak pernah ngeliatin gigi kalau difoto. Hoo.

Dan yang saya ingat lagi adalah tentang hobi saya tidur. Hanya beberapa orang mungkin yang mengetahui dan menyadari hobi saya ini. Kalau hari Senin tiba, pasti saya akan terlihat lesu dan selalu menguap di kampus. Beberapa teman pasti akan bertanya “Kenapa wid? Begadang ya?” Saya Cuma bisa “hehe”. Padahal bila itu terjadi adalah artinya kemungkinan besar saya tidak tidur siang pada hari Minggu. Haha. Mungkin ada satu orang yang menyadari hobi saya yang satu ini. Karena dia yang paling sering nelpon ke rumah lah, makanya dia tahu hobi saya itu. Teman SMA saya ini sampai menjuluki saya Hamtaro gara-gara kalau dia nelpon ke rumah, pasti orang rumah bilang saya sedang tidur. Haha.

Hal lain dari dampak hobi saya itu adalah saya jadi sering ketiduran di angkot. Meski sudah diwanti-wanti orang tua untuk tidak tidur di angkot, ya namanya juga ngantuk. Tetap saja ketiduran. Waktu ada iklan salah satu permen yang bikin baju kepompong, saya ketawa dan membersitkan ide untuk membuat baju serupa. Tapi sayangnya saya naik angkot, bukan naik bis yang bisa ngegantungin baju itu. Soalnya anda tahu bagaimana ekspresi anda ketika anda tertidur di angkot? Tidak tahu kan? Say juga begitu. Yang paling saya khawatirkan adalah apa mulut saya terbuka atau tertutup ketika tidur. Makanya sebisa mungkin saya akan mencari posisi seaman mungkin kalau mata saya sudah tidak bisa diajak kompromi di angkot.
Tapi .....

Bagaimana pun diri kita, yang jelas apa pun dalam diri kita itu yang membuat kita menjadi unik. Berbeda dengan yang lain. Lagipula ketika saya bertemu dengan pria dengan salah satu kriteria yang bikin saya ilfil itu, juga tidak akan membuat saya kemudian jadi menjauh dan tidak mau kenal. Dan semoga bila anda, yang membaca ini, merasa tersindir atau tersinggung, tidak memutuskan tali silaturahmi dan menjauh dari saya. Karena bagi saya itu lah anda. Dan begini lah saya. Kita tidak perlu mengubah diri kita supaya SEMUA ORANG menyukai. Karena hal itu tidak mungkin. Akan ada saja orang yang bersikap negatif terhadap kita. Itu lah dunia. Rasul aja yang begitu baik dan sempurna, tetap ada yang tidak menyukai. Karena saya yakin, berapa pun jumlah kekurangan yang anda miliki, pasti akan ada satu laki-laki atau perempuan yang akan memandang anda sebagai orang yang istimewa. Hmm, jodoh anda? Bukan. Maksud saya,ya, setidaknya bapak atau ibu anda. Haha.
Share
Tweet
Pin
Share
2 comments
Saya tulis ini kemarin pagi sekitar jam 9. Tapi baru posting hari ini, karena baru ada koneksi internet. Hehe.



Tidak ada yang istimewa dari angka dua puluh dua. Kecuali deretan dua angka yang sama, dan kedua angka itu adalah angka dua. Biasa saja. Kecuali kalau ada yang mengingat kalau nomor rumah saya adalah dua puluh dua. Atau kalau anda adalah penonton sepakbola dan menghitung jumlah pemain yang ada di lapangan, itu juga dua puluh dua. Dan satu lagi, umur saya hari ini tepat dua puluh dua.

Ya, dengan kata lain saya sedang berulang tahun. Tapi itu tidak penting. Umur yang semakin bertambah mungkin juga merubah pola pikir setiap orang. Kalau dulu, sewaktu kecil atau remaja, hari ulang tahun seolah menjadi hari yang istimewa. Namun paradigma itu ternyata berubah. Hari ulang tahun tak ada bedanya dengan hari lain. Hanya saja mungkin kita akan mengingat bahwa beberapa tahun ke belakang, pada tanggal itu, ada seorang perempuan yang rela berjuang untuk melahirkan kita ke bumi. Dan ada seorang lelaki dan mungkin beberapa kerabat lelaki dan perempuan itu yang menunggu tangisan kita di luar ruang persalinan. Dan kita, si bayi asing yang baru saja menghirup oksigen bumi, setelah sembilan bulan berenang dalam plasenta, mendapat dua orang yang tiba-tiba menyayangi kita. Padahal saya yakin mereka tidak pernah mengenal kita sebelumnya. Maha Suci Allah yang telah menumbuhkan kasih sayang dalam hati sepasang orang tua. Dan dengan tanpa pamrih mereka merawat kita. Melantunkan adzan dan iqomah di kedua telinga kita, mungkin diiringi rasa haru. Menyusui dan menyuapi kita hingga akhirnya kita bisa makan sendiri, dan terkadang makan di luar rumah tanpa mengingat mereka yang sedang menunggu kita hanya karena ingin makan bersama kita. Menemani kita belajar berjalan. Mengangkat  dan menghibur kita dengan kalimat “tuh lihat, kodoknya loncat” saat kita menangis karena jatuh. Meskipun setelah besar, kita berbohong pergi belajar bersama agar bisa keluar rumah untuk bermain. Masih banyak lagi saja ya. Sudah banyak orang yang menulis tentang orang tua, tanpa kita tahu apakah si penulis ternyata sudah bisa berbakti pada orang tuanya atau malah meninggalkan mereka demi karir di kota lain. Saya juga tidak tahu bagaimana indikator birul walidain itu sendiri. Yang pasti setelah dua puluh dua tahun tinggal bersama dan merepotkan Bapak Suharman dan Ibu Sugiarti, saya belum merasa menjadi anak yang berbakti. Belum. Karena saya masih dan sedang berusaha (Semoga tidak menjadi riya).

Tidak ada yang istimewa juga dari rencana hidup saya di umur dua puluh dua. Yang pasti saya ingat dari kecil, hal yang selalu saya ingat dengan umur dua puluh dua adalah lulus kuliah. Dan semoga itu bisa terlaksana. Semoga saya bisa dapat gelar S.Pd sebelum usia saya masuk ke angka dua puluh tiga (Insyaallah). Lainnya tidak ada. Saya bukan tipe orang yang berani bermimpi. Hihi. Saya tidak berani bermimpi untuk memiliki sebuah usaha sendiri di umur dua puluh dua. Saya tidak berani bermimpi untuk bisa menggaji orang di umur dua puluh dua. Saya tidak berani bermimpi untuk bisa sukses di umur dua puluh dua. Jangan mengira kalau sekarang saya sudah bisa melakukan itu semua. Hahaha. Karena hanya seorang motivator yang akan menulis dengan gaya seperti itu. Hihi. Sedangkan saya Cuma mahasiswa (tingkat akhir) biasa kok. Dan ini juga bukan buku bestseller, hanya blog pribadi.
Tahu yang istimewa dari saya? Ahh jangan ditulis disini. Nanti dikira sombong. Biar kalian lihat saja sendiri (ini malah terkesan lebih sombong). Kado terunik di ulang tahun ini adalah tampil Seminar Kimia dadakan dan jadi penampil pertama nanti hari Jumat. Dan lagi-lagi tampil bareng Aang setelah kemarin tampil Simulasi Pembelajaran bareng sahabat gila itu. Kado yang lain adalah tidak mendapat ucapan sama sekali dari orang yang dulu sempat jadi istimewa. Ah mungkin ia sudah lupa. Kalau begitu saya lupakan saja dia.

Alaahh dan sekarang, ketika saya sedang menulis ini, tiba-tiba Ibu saya datang dan mengecup kedua pipi, dilanjutkan dengan kening, dan mengusap kepala saya sambil bilang “Selamat ulang taun teh. Semoga sukses dan bertemu laki-laki yang bertanggung jawab, soleh dan sayang sama teteh dan Mamah.” Tentu saja beliau bilang dalam Bahasa Sunda. Sengaja saya sudah terjemahkan. Amin, Mah. Dan jujur saya tidak terlalu suka ketika orang-orang mendoakan seperti yang Ibu saya doakan terkahir itu. Bukan saya tidak suka didoakan. Tapi isi doa itu malah membuat saya sedih. Aneh? Ah tidak. Saya hanya tidak suka ketika orang-orang mendoakan saya tentang jodoh. Karena saya tidak mau memikirkan masalah itu. Saya lebih senang ketika orang mendoakan kesuksesan, kesehatan, uang yang banyak, perlindungan dari Allah, disayang Allah, atau keberkahan. Teman saya Siwi malah mendoakan semoga saya semakin mahir dalam urusan ranjang. Yang ini paling saya suka. Akhir-akhir ini saya memang kurang tidur (hahaha). Bahkan malam ketika pergantian umur, saya hibernasi dari pulang kuliah. (Saya ngerti ko maksud doa teman saya itu. Emang gila juga dia.)

Cape dari pagi sampe sore nunggu Papah Momo untuk bimbingan Seminar. Dan pulang kehujanan, sendirian, dan dalam kondisi pilek. Tau apa yang saya rasakan waktu di angkot? Dingin, ngantuk, dan tidak bisa leluasa bergerak karena angkotnya penuh. Tau apa yang saya lakukan? Awalnya buka twitter, nimbrung di beberapa obrolan teman yang nongol di timeline, habis itu tidur. Macet soalnya. Saya juga tidak tahu pasti apakah ketika saya tidur, kondisi mulut saya terbuka atau tertutup. Karena ketika saya tidur, hidung saya mampet. Dan kalau hidung sudah mampet, bagaimana mau bernapas? Alhasil ... entahlah. Yang pasti ketika saya bangun, air liur saya tidak menetes kok.  Ah bodo amat gimana itu posisi waktu tidur di angkot kemarin. Yang pasti. Asli. Tersiksa banget. Mau minta jemput ke Bapak biar cepet sampai, malu. Padahal udah beberapa kali bales SMS dari Bapak udah pake kode, bilang masih di kampus, dan udah mau pulang. Udah dikirim tiga kali SMS itu. Tapi masih enggak ngerti. Ya sudahlah. Lagian kalo dijemput juga tetap kehujanan. Meskipun jadi lebih cepat sampai rumah. Jadi curhat.

Ada yang mau ikut doain saya? Boleh. Asal jangan doain masalah jodoh ya. Hmm, boleh sih doain jodoh. Asal doanya gini.

“Berikan Widya jodoh orang soleh (kalo bisa ikhwan tapi preman), bertanggung jawab, sukses, sayang sama Widya dan keluarganya, orang Malang, anak Pertambangan ITB, dan umurnya lebih tua 4-5 taun”

Sip. Apa? Siapa orang itu? Enggak tahu. Saya juga ngarang. Tidak menjurus ke seseorang. Karena setiap kriteria yang saya inginkan itu berasalan. Seperti kenapa orang Malang? Karena saya pengen tinggal disana. Kalau pun tidak menetap, setidaknya tinggal selama seminggu juga boleh. Nah kalau saya dapat jodoh orang Malang, kemungkinan saya akan tinggal disana atau diajak mudik kesana.
Kalau tentang Pertambangan, enggak tahu kenapa. Keren aja. Berasa cowok banget. Kalau masalah ITB, saya pengen suami saya lebih pinter dari saya. Meski sebenarnya tidak menutup kemungkinan kalau orang ITB tidak lebih pintar atau masih banyak orang pintar yang tidak kuliah di ITB. Hmm boleh lah bukan ITB. UGM, UI, atau ITS juga boleh. 

 Kalau umur lebih tua itu supaya dia lebih dewasa, tidak egois, dan kalau kata Mamah sebagai orang Jawa sih bisa ngemong. Kalau yang lain selain yang dijelaskan sih itu standar. Setiap perempuan juga pasti ingin pendamping yang seperti itu.

Oke. Selamat ulang taun, Widya. Semoga cepat lulus dan cepat beli Fortuner. Hahaha
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Older Posts

About me

Widya P Suharman

Melankolis-Plegmatis
Ibu dari satu anak kandung dan Ibu dari puluhan siswa

Popular Posts

  • Membuat Surat Keterangan (Suket) Sehat Jasmani dan Rohani Serta SKBN di RSUD Cibabat
    Saat melamar pekerjaan atau mendaftar sekolah (biasanya kedinasan), ada instansi yang mensyaratkan surat keterangan (suket) sehat jasmani ...
  • Penghambat Seleksi CPNS
    Sekali lagi ya, jadi PNS itu bukan cita-cita semua orang. Bukan juga cara cepat biar kaya karena penghasilannya biasa saja. Masih banyak pe...
  • Dua Manusia Yang Salah Sangka
    “Nikah deh, nanti bakal tahu rasanya gimana.” Seolah tidak     merasakan bagaimana sumpeknya jadi jomblo yang tiap lebaran ditanya...
  • Share Pengalaman Seleksi CPNS Guru Kimia DKI (Part 3 - SKB) #2019goestoASN
    Ada empat orang yang nilainya melampaui  passing grade  SKD, tapi yang lolos ke SKB maksimal 3 X formasi. Karena formasi Guru Kimia di SMA ...
  • Share Pengalaman Seleksi CPNS Guru Kimia DKI (Part 4 - Pemberkasan) #2019goestoASN
    Sebulan lebih menunggu pengumuman hasil integrasi SKD-SKB yang menjadi penentu kelulusan seleksi CPNS (tentang proses SKB 👉 bisa buka ini...
  • Share Pengalaman Seleksi CPNS Guru Kimia DKI (Part 2 - SKD) #2019goestoASN
    Setelah kemarin nulis tentang bagaimana mencari formasi yang sesuai dengan latar pendidikan sampai dengan tahapan seleksi administrasi (kl...
  • Seangker Itukah Anker ??
    Sebetulnya bukan pertama kali saya pake moda transportasi commuter line alias KRL yang menjadi sangat berjasa bagi kaum komutasi. Gara-ga...
  • Malu Bertanya, Motor Tertahan, Uang Melayang, Pengalaman
    Kejadian ini hanya dilakukan oleh profesional. Jangan ditiru jika ada anda belum cukup sabar. *padahal kayanya banyak yang ngalamin lebih ...
  • Sepuluh Hari Pertama Jadi Istri
    Pekan lalu, tepatnya Minggu 1 Juli 2018 saya melepas lajang 💑. Ada sedikit penyesalan ... kenapa ga dari dulu 😅. Tapi, tetap aja masih ad...
  • Jangan Asal Speak Up
    Peran manusia sebagai makhluk sosial menuntut kita untuk bisa berkomunikasi secara sosial, entah lewat tulisan atau yang lebih seringkali k...

Blog Archive

  • ▼  2022 (1)
    • ▼  September 2022 (1)
      • Menyusun LK 3.1 Best Practice (PPG Dalam Jabatan 2...
  • ►  2019 (10)
    • ►  May 2019 (1)
    • ►  March 2019 (1)
    • ►  February 2019 (6)
    • ►  January 2019 (2)
  • ►  2018 (16)
    • ►  August 2018 (1)
    • ►  July 2018 (2)
    • ►  June 2018 (1)
    • ►  March 2018 (5)
    • ►  February 2018 (4)
    • ►  January 2018 (3)
  • ►  2017 (4)
    • ►  September 2017 (1)
    • ►  August 2017 (2)
    • ►  July 2017 (1)
  • ►  2016 (9)
    • ►  September 2016 (1)
    • ►  July 2016 (3)
    • ►  June 2016 (1)
    • ►  April 2016 (4)
  • ►  2015 (2)
    • ►  June 2015 (1)
    • ►  March 2015 (1)
  • ►  2014 (8)
    • ►  August 2014 (2)
    • ►  July 2014 (1)
    • ►  June 2014 (2)
    • ►  April 2014 (1)
    • ►  January 2014 (2)
  • ►  2013 (26)
    • ►  December 2013 (4)
    • ►  November 2013 (5)
    • ►  October 2013 (2)
    • ►  September 2013 (1)
    • ►  August 2013 (3)
    • ►  June 2013 (2)
    • ►  April 2013 (1)
    • ►  March 2013 (3)
    • ►  February 2013 (2)
    • ►  January 2013 (3)
  • ►  2012 (22)
    • ►  December 2012 (1)
    • ►  November 2012 (1)
    • ►  October 2012 (1)
    • ►  September 2012 (2)
    • ►  August 2012 (3)
    • ►  July 2012 (5)
    • ►  June 2012 (9)
  • ►  2010 (2)
    • ►  April 2010 (2)

Categories

  • cerita guru (1)
  • cerita PPL (1)
  • corat-coret (37)
  • kuliah (2)
  • meluangkan waktu (3)
  • nyastra (2)
  • opini (36)
  • perjalanan (6)
  • The Journey of Emak-emak (9)

Created with by ThemeXpose . Distributed by Weblyb