Powered by Blogger.

Pages

  • Home
facebook twitter instagram

Widya's Babble

Self Reminder. Bukan berarti sudah baik.


Berasa lagi cerewet banget akhir-akhir ini. Sering posting dimana-mana. Biasanya juga media sosial cuma dipake buat save informasi yang sekiranya bakal kepake di kemudian hari. Sekarang apa-apa update 😜. Berasa balik ke masa … (alay?) 😅.

Ini semua dikarenakan aktivitas yang belum padat. Subuh masak buat sarapan dan bekal suami, setelah suami berangkat mulai bebenah kontrakan yang seuprit ini. Nyuci dan nyetrika juga kalau ada 😅. Karena belum punya baby, ya sudah setelah jam 9 pagi biasanya cuma leyeh-leyeh, mentengin layar entah TV, smartphone, laptop juga jarang karena bukan penikmat film. Paling streaming food vlogger, travel vlogger, atau kalau lagi centil scroll channelnya Mother of Skincare versi saya, Suhay Salim untuk meracuni diri dengan dunia perskincare-an yang tak ada ujungnya. Apa daya yahh. Hormon ini membuat jerawat selalu muncul tiap bulan tanpa absen. Dan merasa kalau jenis kulit kami sama bangeet 😚😂. Walau nasib mah jauh beda 😥. Yaa nasib.

Mudah-mudahan semua kecentilan ini hilang setelah panggilan kerja itu datang 😀. Sambil menunggu masih cari informasi tentang sistem kerja nanti seperti apa. Lingkungannya kaya gimana. Dan dapat info kalau nanti full lima hari dalam seminggu menggunakan empat pakaian … SERAGAM. Informasi sepele tapi saya senang sih 😁.

Bagi saya yang suka bingung “besok pakai baju apa?”, aturan itu sangat mengurangi beban. Apalagi baju di lemari saya terbilang sedikit untuk ukuran perempuan. Walau saya lumayan bisa cuek dengan budaya fashion show kantor, tapi tetep aja mikir dulu “baju ini terakhir dipakai kapan yah?”. Pinter-pinter atur strategi dalam menyiasati ‘pola keberulangan pakaian’ 😆. Keuntungan lain adalah lumayan terbebas dari nafsu pengen bali baju, kok bajuku dikit ya, karena liat yang lain gonta ganti mulu kaya punya Mall. Meski cuek tetep aja naluri kewanitaan tak bisa dibohongi yee.

Tapii, ada juga lohh yang ga suka dengan peraturan seragam. Buat para pekerja yang kantornya mengatur masalah ini pasti pernah ketemu sama orang yang hobinya melanggar masalah si seragam ini.
Yang pinter sih masih akal-akalin tambahin outer atau aksesoris lain. Atau pakai baju bukan seragam yang warnanya mirip biar terkesan kamuflase kaya bunglon gitu, supaya ga kena tegur atasan. Sampai yang paling ekstrim sih yaa pakai baju bebas walau jadi main kucing-kucingan 😅.
Kalau seragamnya kaya seragam sekolah anime gini lucu ya 😀
Tinggal dibikin panjang aja dan pake jilbab 😆
Sumber : http://beautynesia.id/1423
Emang kenapa ya? Kalau menurut saya sih ...

  • Tipe fashionista

Si stylist abis gitu dan seragam yang dipake ga masuk kategori modis menurutnya. Biasanya orang tipe ini emang pinter mix and match sih ya. Seragam yang keliatan biasa aja dia pake jadi bak pakaian desainer ternama gitu 😅 (lebay). Entah karena dia kasih aksen lipit atau dia rombak dikit modelnya atau kasih aksesoris macam di atas. Pokoknya memancing perhatian dan pujian deh jadinya.

  • Si pamer

Hampir mirip sama si fashionista sih. Cuma kalau ini biasanya ga pinter-pinter amat dandan juga sih. Kebanyakan masuk tipe pertengahan atau tipe ekstrimis yang bener-bener menghilangkan baju seragam resmi dari badannya. Biar dibilang orang … bajunya banyak 😆.

  • Dasarnya doyan langgar

Asli emang ada orang kaya gini. Motif hobi melanggarnya macam-macam. Bisa karena kelainan jiwa karena merasa bangga telah mendobrak kebiasaan 😅. Atau punya ketidakpuasan sama kantor terus melanggar sebagai bentuk protes.

  • Malu ketahuan kerja di kantor tersebut

Biasanya mereka ini nutupin seragam mereka ala kadarnya dengan jaket sepanjang perjalanan dan baru membuka jati diri mereka ketika sudah sampai kantor. Ini sih yang parah dan ga boleh banget yaa.
Apapun dan dimana pun pekerjaannya, selama pekerjaan itu baik dan tidak merugikan orang lain, kita harus bangga. Karena pekerjaan kita pasti menyumbang kebermanfaatan buat hidup orang lain.

Yahh, jadi itu lah hasil suudzon hari ini 😅🙏. Jangan dianggap bercanda *lho. Sebetulnya bisa jadi seragamnya masih basah, ga keburu nyetrika karena anak rewel tadi pagi, atau emang cuaca dingin makanya pakai jaket. Tapi kalau dilakukan terus tiap hari itu namanya hobi dan bisa jadi karena salah satu dari alasan di atas 😜. Atau mungkin ada alasan lain.

Intinya peraturan itu dibuat agar terciptanya kondisi yang kondusif dan sehat serta mengurangi kondisi-kondisi yang tidak menyenangkan antara hubungan karyawan-karyawan atau karyawan-kantor (baku amat). Selama aturan itu tidak melanggar prinsip hak asasi manusia dan masih manusiawi ya dijalani saja. Kita juga ga bisa menyangkal kalau masih butuh makan dari gaji kantor kan. Makanya kalau mau bebas, yuk wirausaha *lho?

Share
Tweet
Pin
Share
No comments

“Nikah deh, nanti bakal tahu rasanya gimana.”


Seolah tidak  merasakan bagaimana sumpeknya jadi jomblo yang tiap lebaran ditanya kapan nikah mulu. Enak banget ngomong kaya gitu karena dia nemu jodoh dengan enteng kaya beli bala-bala. Sementara kita usaha mulai minta dikenalin sampai daftar biro jodoh aja belum ada yang nyangkut. Ada sih yang nyangkut, tapi ga masuk kriteria. Lagian kita juga masih nyaman kok sendirian. Enak lagi ga perlu repot tentang suami atau anak.
Percakapan yang merusak persahabatan 😀
Sumber : https://seribuanimasi.blogspot.com/2018/06/kumpulan-gambar-kartun-orang-ngobrol.html

“Eh mending apply ke perusahaan tempat aku kerja deh. Sistem kerjanya enak”

Tanpa beban banget ngomong gitu karena begitu lulus keberuntungan menghampirinya dengan langsung diterima di perusahaan bonafit. Padahal IPK juga pas-pasan masih gedean kita. Juga tidak tahu bagaimana rasanya di perusahaan yang memeras kita kerja lembur bagai unicorn (biar cantik ya jangan bagai kuda). Padahal belum tentu juga lebih nyaman karena harus jauh dari orang tua. Walau lelah tiada terkira mending pulang ke rumah sendiri lah pulang makanan sudah tersedia ga perlu mikirin uang kos pula.
Lembur buat beli unicorn
Sumber : https://tenor.com/search/unicorn-gifs
Itu sekelumit respon refleks ketika mendengar saran teman yang dengan seenaknya tanpa memikirkan posisi kita.
Secara tak sadar kadang kita menjadi manusia menyebalkan padahal niat baik memberi tanggapan atas curhatan kawan. Entah cara kita yang terlalu frontal atau memang dia hanya butuh didengarkan, bukan dorongan.
Dualisme hidup antara dua posisi yang bertolak belakang. Yang satu merasa telah menjadi manusia seutuhnya karena beberapa resolusi hidupnya sudah tercapai. Yang satu merasa tetap bahagia walau belum mendapatkan apa yang orang lain dapatkan.

Niat si pemberi saran hanya lah menjadi pemandu sorak agar hidup kawannya lebih bahagia. Karena pengalamannya mendapatkan apa yang ia mau mengantarkannya pada peningkatan hormon endorphin yang luar biasa. Juga mengantarkannya agar mendorong orang lain merasakan hal yang sama dengan cara yang sama. Padahal apa yang menjadi kenyamanan dan kebahagiaan setiap orang tidak sama.

Sebaliknya si penerima saran hanya menganggap kawannya sedang mengeluarkan sisi angkuhnya dengan cara yang lebih konotatif. Setiap orang punya potensi untuk menjadi besar kepala apalagi jika sedang di atas awan. Tak sedikit pun ia rasakan ketulusan si kawan yang berusaha  mengangkatnya ke tempat lebih tinggi.

Hidup yang tak sekejap di bumi membuat kita pasti pernah merasakan di dua posisi manusia itu. Pun dengan perasaan yang sama. Syaithan begitu lihai mempermainkan batin yang tak terlihat oleh yang lainnya itu ya. Entah menjadi pemberi saran tanpa diminta atau menjadi si suudzon yang mengelak nasihat.

Interaksi antar manusia mengharuskan kita lebih berhati-hati agar tidak terjerumus pada dosa tanpa sadar yang pastinya lebih banyak daripada yang disadari. Semoga semesta mendukung kita untuk tetap menjaga hati dari rasa-rasa sepersekian detik yang tetap menjadi catatan keburukan di mata malaikat. Dipertemukan dengan lingkungan yang kondusif, teman yang selalu mengingatkan dalam kebaikan, keluarga yang mendukung dan diri yang tanpa henti belajar setiap hari.

Share
Tweet
Pin
Share
No comments

Menjadi manusia itu gampang-gampang susah. Gampang kalau kita mengikuti aturan baik agama, norma sosial, dan hukum yang berlaku di suatu daerah tersebut. Sulit jika ditinjau dari segi interaksi sosial. Lho ko sulit? Lebay nih ah. 

Interaksi sosial itu memaksa kita, mau tidak mau, berbenturan dengan berbagai manusia yang memiliki karakter beragam, dibesarkan oleh orang tua dan pola pengasuhan yang tak sama, serta berbagai pengaruh yang diterima manusia-manusia tersebut juga akan berbeda.

Lalu bagian sulitnya? Memang tak ada pelanggaran apa pun yang kita lakukan. Tapi sayangnya, jika kita tak mau peka, atau mungkin acuh tak acuh dengan orang lain ada beberapa hati yang tanpa sengaja jadi tergores *cielee.

Pasti pernah denger kan tulisan-tulisan yang mengajak kita untuk menghindari pertanyaan atau pernyataan basa-basi macam
"Kapan lulus?"
"Kapan nikah?"
"Udah isi belum?"
"Ihh jalan-jalan mulu. Oleh-oleh ya jangan lupa."
"Traktir dong yang ulang tahun."
Memang kenapa perlu dihindari? Baper deh ah. Oke mungkin kita akan sama-sama belajar ketika ada di posisi orang tersebut.

Dan sekarang muncul juga nih istilah kekinian yang justru membuat kita merasa tidak membuat kesalahan.
Sumber : http://puan.co/wp-content/uploads/2017/03/20170330_pasukan-perempuan-perempuan-nyinyir-yang-langsung-kepo.jpg
  • "Lebay deh"
Kalimat yang biasa kita ucapkan sebagai tanggapan curhatan teman yang ditegur si boss. Atau melihat situasi yang tidak sesuai standarmu. Atau berbagai kondisi lain yang membuat kamu berfikir "Ini orang kenapa sih. Biasa aja kali"
Kalimat tanggapan itu sudah biasa kita dengar bahkan dibaca tadi di awal tulisan. Karena sudah terbiasa itu membuat kita jadi mafhum terhadap kalimat tersebut dan ikut menyalahkan si objek yang dituduh lebay. Padahal kalau mau menelisik ke dalam, apa salahnya berempati dengan cerita teman meski menurutmu itu biasa saja dan sering terjadi. Karena bisa jadi kondisinya berbeda dan kalian adalah manusia yang berbeda. Semua kesulitan itu memang relatif tapi rasanya sama. Kita tidak bisa menilai sesuatu secara egois dari standar diri kita sendiri.

  • "Ah paling juga orang nyinyir"
Istilah nyinyir juga mirip dengan lebay. Booming karena katanya fenomena iri dengki yang merajalela. Suruh siapa pamer sana-sini. Media sosial dan ucapan penuh dengan kesombongan. Setelah ditegur orang karena sedikit melenceng, malah balik menyerang. Atau kondisi lain lah ya. Itu cuma contoh. Tapi entah karena hati kita udah batu atau iman lagi lemah sampai setan nyusup dengan perasaan tinggi hatinya itu. Kita jadi tutup mata dengan kritik dan nasihat orang. Entah lewat ceramah ulama, teguran teman, atau status orang yang kesannya nyindir kita banget, padahal dia ga tau urusan kita sama sekali. Kadang kita jadi mengabaikan teguran alam dengan bersembunyi dibalik istilah nyinyir. Padahal bisa aja emang apa yang dia bilang ada benernya, cuma kita tolak dengan istilah itu.

  • "Kamu mah baperan"
Niatnya kan cuma bercanda. Ko serius banget sih. Berani ga bercanda sama dosen pembimbing "Pak, keteknya basah tuh." ?? Ya kali gila jangan bandingin sama dosbim lah. Nah, justru disini belajarnya. Kenapa kita ga berani bercanda gitu sama dosen karena kita tahu level bercanda yang tadi udah berlebihan. Terus ko kita pinter banget menempatkan diri kita depan dosen, tapi lupa menempatkan diri depan temen? Karena kadang ngerasa udah deket banget, ga perlu ada yang dijaga lagi. Ya kalau semua orang sewoles itu. Sepengalaman saya sih, ga semua orang kaya gitu. Pernah ga nemu orang yang doyannya bercanda mulu tapi sekali dibercandain terus malah jadi pundung? Coba inget-inget. Entah oleh kamu atau ga sengaja kamu jadi saksi perbuatan temen yang lain. Bukan mau nyalahin kalau orang itu baperan. Tapi yaa perlu belajar. Kita ga bisa menempatkan orang semau kita karena dalih "ahh santai aja sama dia mah".

Jadi, ga boleh pake ungkapan itu? Itu pilihan ya. Sama aja ketika kamu masih ngerjain skripsi setelah kuliah enam tahun, saat yang lain udah kerja atau bahkan udah ada yang bawa buntut (red. anak), terus ada yang tanya "kapan lulus?", apa rasanya? Cuma belajar berempati aja sebelum ngomong sesuatu.
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Peran manusia sebagai makhluk sosial menuntut kita untuk bisa berkomunikasi secara sosial, entah lewat tulisan atau yang lebih seringkali kita lakukan, secara lisan. Manusia diberi kemampuan berbicara lewat proses belajar. Masih ingatkah kita dengan kata pertama yang kita ucapkan? Kebanyakan berbicara "mama" sesuai dengan yang sering ia dengar. Ada juga yang malah mengucapkan kata "ayah" padahal si Ibu lebih sering berinteraksi dengan bayinya. Lucu kalau kita mengingat atau melihat proses bagaimama seorang bayi belajar berbicara.

Beranjak besar, berbagai kosakata kita kenal. Entah lewat lingkungan bermain atau media televisi. Semakin besar, tuntunan zaman juga makin besar. Orang tua menyarankan "baca koran, supaya pengetahuanmu bertambah" karena biasanya banyak istilah baru yang kita tahu.

Istilah yang kita tahu kemudian kita gunakan. Apa yang kita fahami, kita sampaikan kembali. Meski tak jarang ... apa yang kita fahami ... belum sepenuhnya sesuai dengan kebenaran yang ada. Ilmu pengetahuan mengenal sifat relativitas, maka apa yang dianggap benar saat itu, bisa diterima banyak pihak selama belum ada teori baru yang menyanggah teori sebelumnya.

Tapi kehidupan tidak hanya sebatas ilmu pengetahuan yang diisi orang-orang bernalar dengan daya analitis tinggi serta rangkaian fakta yang dapat diuji. Ada beberapa sisi kehidupan dengan orang-orang yang hanya pandai menerka tapi merasa menjadi orang yang paling tahu dan hebat dalam merangkai hipotesis. Mereka lupa ada rangkaian data yang tidak mampu mereka jamah, privasi.

Tidak setiap orang membiarkan orang lain masuk ke hidupnya terlalu jauh. Sebagian mungkin bisa menunjukkan dirinya seutuhnya pada lingkungan. Sebagian lagi hanya memunculkan beberapa sisi dan meninggalkan sisi yang lain untuk dia simpan sendiri. Apa itu sebuah kesalahan? Ketika kita melakukan aksi menuntut berbagai hak pada lembaga besar, kadang kita lupa memenuhi hak orang lain pada organisasi yang lebih kecil, diri kita sendiri. Menjaga privasi orang lain.

Setiap orang punya kemampuan berbicara, tapi tidak semua orang punya kemampuan mengatur apa yang mereka bicarakan.

Setiap orang memiliki 'pengetahuan', tapi tanya kembali apa kita memiliki wewenang yang cukup untuk menyampaikan apa yang kita tahu?

"Ini bukan rahasia. Orang itu tidak pernah menambahkan embel-embel 'jangan bilang siapa-siapa'"

"Ini sudah rahasia umum. Semua orang sudah tahu."

"Batasan ghibah itu membicarakan apa yang ada pada diri orang lain yang jika ia mendengarnya, maka ia tidak suka. Sementara, ini bukan sebuah aib yang akan membuat ia tidak suka."

Sebelum mengeluarkan pembelaan demi menyamankan hati, pernah coba bertanya ini pada diri sendiri :

Apakah ada keuntungan jika saya membicarakan ini?

Apakah ada kerugian jika saya memilih diam?

Apakah ada batasan yang jelas tentang apa yang ia suka dan tidak suka?

Apakah ada jaminan orang-orang yang mendengar sudah memiliki hati yang cukup bersih untuk memandang segala sesuatu dari sisi positifnya?

Apakah ada jaminan tidak akan ada dampak negatif ketika saya menyampaikan ini?

Masih banyak orang dengan kemampuan mengumpulkan data yang lebih akurat, memilih diam karena dia tahu batasan diri. Ya batasan manusia dalam menerka atau pun berencana akan kalah jauh dengan Allah yang Maha membolak-balik segala sesuatu.
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Tema berkenaan tentang media sosial kayanya lagi seneng banget buat ditulisin. Hehehe. Ga tau kenapa akhir-akhir ini lagi banyak merenung tentang ini. Karena jujur aja kayanya hampir lebih dari 2 jam tangan ini pasti buka medsos. Apalagi kalau nyambung sama wifi. Bagaikan dimanja keadaan.

Sementara itu, akhir-akhir ini juga, keinginan untuk memperbaiki diri lagi menggebu. Lagi banyak merenung juga tentang usia segini tapi udah bisa melakukan apa sih buat masyarakat? Atau setidaknya prestasi apa aja yang udah diraih? Jadilah ada bagian perenungan tentang apakah ada manfaat dari aktifitas sehari-hari? Atau jangan-jangan hanya sekadar menghabiskan sisa umur di dunia? Apalagi kalau memikirkan si medsos ini yang lumayan menghabiskan waktu (saya sih). Karena stop dari media sosial itu rada ga mungkin, maka mulai terfikir bagaimana caranya supaya si medsos ini tetap bisa ngasih manfaat minimal buat diri sendiri dulu aja. Bagi beberapa orang yang sudah bisa 'belajar' lewat media sosial, mungkin fikiran saya jadi terkesan telat ya.  

Oke, bermula dari fikiran bahwa scrolling media sosial ini cukup menguras waktu saya dalam sehari, padahal kewajiban lain sebagai manusia yang luput saya laksanakan. Yang sederhana aja kaya menuntut ilmu. Sudah seberapa tau kita tentang sejarah Islam, sementara kita hafal banget sama gosip artis dari akun lambe-lambean? Dan masih banyak ilmu yang harusnya dipelajari entah itu tentang keduniawian atau yang bisa nolong kita di akhirat nanti, malah lupa diperdalam gara-gara godaan si media sosial.

Jadi, yang pertama dilakukan adalah ..
Memfilter lingkaran media sosial.
Atas nama persahabatan dan menjunjung asas silaturahim, ga mungkin dong kita unfollow temen-temen kita. Walau pun kadang postingan mereka bikin kita jadi menghabiskan waktu untuk stalking yang tidak berfaedah. Maka, untuk mengimbangi mata yang tak sengaja membaca urusan orang lain, mari follow akun-akun berfaedah yang biasa share ilmu. Meski sampai sekarang masih butuh informasi tentang akun-akun itu.

Serta yang kedua dilakukan adalah ...
Menundukkan hati, baik dari sisi pelaku aktif mau pun pelaku pasif media sosial.
Sebagai pelaku aktif, kurang-kurangi update yang sifatnya hanya untuk "pamer" deh ah. Karena kita ga tau follower kita orang-orang seperti apa. Entah ini masuk kategori suudzon atau bukan, tapi yang jelas khawatir ada oknum yang nyinyir dengan kebahagiaan yang kita posting. Karena kalau ditanya tujuannya apa update kegiatan makan, liburan, atau belanja? Ditanya ulang apa ini ada manfaatnya untuk diri sendiri dan orang lain? Walau pun menurut kita bermanfaat, kita ga tau isi hati orang seperti apa. Tidak ada yang menjamin bahwa semua orang menyukai kita. Jadi belum tentu orang juga mau tau dengan kegiatan kita atau turut senang dengan kebahagiaan kita.

Dan dari segi pengguna pasif, kurangin nyinyir dengan postingan orang dong. Karena dinyinyirin itu ga enak, maka hindari nyiyir-in orang. Meski prinsip pertama mengurangi update "kepameran", tapi tetap menghargai postingan orang. Mencoba melihat dari sisi positif tiap postingan yang kita lihat dan jangan lupa filter informasi. Semoga ini juga bagian dari menundukkan hati. Lihat orang "pamer" sekadar kue kekinian pasti bikin ngiler, beli aja nanti abis gajian. Tapi ga perlu pake balik update ya. Selamat belajar bijak. 
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Pencapaian yang orang lain raih bisa jadi menimbulkan berbagai rasa dalam diri. Apalagi kalau orang itu orang terdekat kita atau orang yang bergelut di bidang yang sama. Antara kagum dan menjadi motivasi diri agar bisa seperti dirinya. Atau malah sebaliknya, iri dan antipati.

Sebetulnya manusiawi ketika rasa iri muncul di hati, tapi juga perlu diimbangi dengan kadar lapang dada yang sesuai. Lapang dada? Kaya dapat musibah. Ya karena walau sulit diakui, terkadang prestasi yang dimiliki seseorang akan jadi musibah bagi yang lain. Jangan heran ketika tetangga beli furniture baru, minggu depannya yang sebelah nyusul beli motor baru.

Kebahagiaanmu = kesedihanku

Egois banget ya? "Tapi aku ga kaya gitu ko." Yakin? Sedikitnya pasti ada. Tapi ya itu. Belajar untuk menerima dan mengakui apa yang orang lain raih. Mengapresiasi itu tindakan sulit lho. Serius. Apalagi kalau sudah ada perasaan 'merasa' lebih baik dibanding orang lain. "Masa dia bisa? Padahal kan jelas aku lebih a b c." Sesungguhnya yang namanya prestasi atau hal lain yang menimbulkan rasa bangga dan bahagia itu rejeki Allah. Ya tentu atas ikhtiar dan ketawakalan dia juga dong.

"Ah baru juga segitu." Bersikap tidak berlebihan dalam menilai sesuatu itu harus. Ojo gumun kalau dalam bahasa jawa. Jangan sedikit-sedikit heran. Karena mungkin cenderung norak dan lebay. Tapi jangan sampai alibi ini ditunggangi oleh perasaan tidak mengakui kehebatan orang lain. Hati-hati malah menjurus ke arah sombong.

Jadi, bersikap kalem terhadap sesuatu itu harus. Tapi juga bukan tidak mengapresiasi. Minimal ucapan selamat rasanya cukup, supaya orang tidak membaca ke'iri'an kita. Lebih baik lagi jika dibarengi dengan tetap rendah hati. Dan ingat bahwa setiap manusia diciptakan dengan kelebihannya. Bukan berarti kita tidak bisa memiliki pencapaian seperti yang lain, mungkin hanya belum diberi kesempatan atau butuh usaha yang lebih. 
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Older Posts

About me

Widya P Suharman

Melankolis-Plegmatis
Ibu dari satu anak kandung dan Ibu dari puluhan siswa

Popular Posts

  • Membuat Surat Keterangan (Suket) Sehat Jasmani dan Rohani Serta SKBN di RSUD Cibabat
    Saat melamar pekerjaan atau mendaftar sekolah (biasanya kedinasan), ada instansi yang mensyaratkan surat keterangan (suket) sehat jasmani ...
  • Penghambat Seleksi CPNS
    Sekali lagi ya, jadi PNS itu bukan cita-cita semua orang. Bukan juga cara cepat biar kaya karena penghasilannya biasa saja. Masih banyak pe...
  • Dua Manusia Yang Salah Sangka
    “Nikah deh, nanti bakal tahu rasanya gimana.” Seolah tidak     merasakan bagaimana sumpeknya jadi jomblo yang tiap lebaran ditanya...
  • Share Pengalaman Seleksi CPNS Guru Kimia DKI (Part 3 - SKB) #2019goestoASN
    Ada empat orang yang nilainya melampaui  passing grade  SKD, tapi yang lolos ke SKB maksimal 3 X formasi. Karena formasi Guru Kimia di SMA ...
  • Share Pengalaman Seleksi CPNS Guru Kimia DKI (Part 4 - Pemberkasan) #2019goestoASN
    Sebulan lebih menunggu pengumuman hasil integrasi SKD-SKB yang menjadi penentu kelulusan seleksi CPNS (tentang proses SKB 👉 bisa buka ini...
  • Share Pengalaman Seleksi CPNS Guru Kimia DKI (Part 2 - SKD) #2019goestoASN
    Setelah kemarin nulis tentang bagaimana mencari formasi yang sesuai dengan latar pendidikan sampai dengan tahapan seleksi administrasi (kl...
  • Seangker Itukah Anker ??
    Sebetulnya bukan pertama kali saya pake moda transportasi commuter line alias KRL yang menjadi sangat berjasa bagi kaum komutasi. Gara-ga...
  • Malu Bertanya, Motor Tertahan, Uang Melayang, Pengalaman
    Kejadian ini hanya dilakukan oleh profesional. Jangan ditiru jika ada anda belum cukup sabar. *padahal kayanya banyak yang ngalamin lebih ...
  • Sepuluh Hari Pertama Jadi Istri
    Pekan lalu, tepatnya Minggu 1 Juli 2018 saya melepas lajang 💑. Ada sedikit penyesalan ... kenapa ga dari dulu 😅. Tapi, tetap aja masih ad...
  • Jangan Asal Speak Up
    Peran manusia sebagai makhluk sosial menuntut kita untuk bisa berkomunikasi secara sosial, entah lewat tulisan atau yang lebih seringkali k...

Blog Archive

  • ▼  2022 (1)
    • ▼  September 2022 (1)
      • Menyusun LK 3.1 Best Practice (PPG Dalam Jabatan 2...
  • ►  2019 (10)
    • ►  May 2019 (1)
    • ►  March 2019 (1)
    • ►  February 2019 (6)
    • ►  January 2019 (2)
  • ►  2018 (16)
    • ►  August 2018 (1)
    • ►  July 2018 (2)
    • ►  June 2018 (1)
    • ►  March 2018 (5)
    • ►  February 2018 (4)
    • ►  January 2018 (3)
  • ►  2017 (4)
    • ►  September 2017 (1)
    • ►  August 2017 (2)
    • ►  July 2017 (1)
  • ►  2016 (9)
    • ►  September 2016 (1)
    • ►  July 2016 (3)
    • ►  June 2016 (1)
    • ►  April 2016 (4)
  • ►  2015 (2)
    • ►  June 2015 (1)
    • ►  March 2015 (1)
  • ►  2014 (8)
    • ►  August 2014 (2)
    • ►  July 2014 (1)
    • ►  June 2014 (2)
    • ►  April 2014 (1)
    • ►  January 2014 (2)
  • ►  2013 (26)
    • ►  December 2013 (4)
    • ►  November 2013 (5)
    • ►  October 2013 (2)
    • ►  September 2013 (1)
    • ►  August 2013 (3)
    • ►  June 2013 (2)
    • ►  April 2013 (1)
    • ►  March 2013 (3)
    • ►  February 2013 (2)
    • ►  January 2013 (3)
  • ►  2012 (22)
    • ►  December 2012 (1)
    • ►  November 2012 (1)
    • ►  October 2012 (1)
    • ►  September 2012 (2)
    • ►  August 2012 (3)
    • ►  July 2012 (5)
    • ►  June 2012 (9)
  • ►  2010 (2)
    • ►  April 2010 (2)

Categories

  • cerita guru (1)
  • cerita PPL (1)
  • corat-coret (37)
  • kuliah (2)
  • meluangkan waktu (3)
  • nyastra (2)
  • opini (36)
  • perjalanan (6)
  • The Journey of Emak-emak (9)

Created with by ThemeXpose . Distributed by Weblyb