Powered by Blogger.

Pages

  • Home
facebook twitter instagram

Widya's Babble

Self Reminder. Bukan berarti sudah baik.

Ampuuun ini blog udah lumutan, banyak sarang laba-laba sampai ada demit yang nebeng hidup juga. Heu.

Liat daftar postingan tiap tahun yang semakin menurun, bikin hati tambah hancur. Hiks. Cita-cita aja pengen rajin 'curhat' di blog, nyatanya nol besaaaar. Hahaha. Kalau boleh nyusun pledoi sih, hal ini dikarenakan banyaknya media sosial macam twitter, IG, sampai BBM atau line (lewat statusnya) yang bisa dijadikan tempat curhat atau sekedar nulis singkat. Hohoho. Dan inilah enaknya. Karena kalau di twitter atau BBM terdapat batasan penggunaan karakter, maka mau tidak mau kemampuan memilih diksi diasah juga. Hehehe. Dan semakin terbiasalah buat nulis hal remeh-temeh dengan kalimat yang lebih singkat. Kalau di IG bisa aja nulis panjang, tapi kembali ke tujuan awal kalau IG diciptakan buat posting foto dan tentunya orang yang buka IG berniat cari gambar kan, bukan baca tulisan?

Soooo, tetap saja kepuasan saat menulis di blog itu tidak tergantikan. Apalagi kalau tahu ternyata mantan juga masih suka stalking blog diam-diam. Hihi. (kalau lho ini. Pertegas lagi. Cuma kalau)
Pertama yang mau saya bilang adalah yeaaayyy, finally I resigned from my previous job. Hahaha. Kok girang? Girang bukan karena kehilangan pekerjaan, tapi karena hilangnya seluruh rasa gamang. Waktu saya cerita ke temen sesama orang Cijerah sih, dia malah ketawa. Katanya orang Cijerah ga bakat rantau. Halahhh, itu anak malah redupin semangat. Padahal kalau ditawarin Malang atau Wonosobo kayanya masih tertarik juga. Hehehe. Entah deh tahan berapa bulan.

Okee lah mumpung sekarang lagi ingat dan kuota sedang bersahabat, mari posting banyak. Hahaha. *kebiasaan jelek sih ya.
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Haii..

Baru lulus dan sedang galau memikirkan pekerjaan? Terus terpikir untuk pergi dari tempat tinggal alias merantau? Hmm, yakin? Ga mau pikir-pikir dulu?

Let’s see bagaimana saya menuturkan pengalaman jadi anak rantau yang lagi ada dalam masa transisi dan adaptasi antara mutusin buat melanjutkan berjuang di tanah orang atau menyerah pada keadaan.

Jadi gini, beberapa bulan lalu saya baru saja lulus dan merasa galau karena sudah tiga minggu resmi tanpa pekerjaan. Sebetulnya bukan tanpa pekerjaan juga, karena ada teman juga yang nawarin pekerjaan sampingan buat jadi pembimbing olimpiade di salah satu sekolah. Lumayan. Meskipun cuma tiga minggu, tapi cukup untuk menyambung status yang kemarin masih jadi mahasiswa. Jadi kalau ditanya sekarang lagi sibuk apa, at least ga jawab diem di rumah aja. Hehehe. Dan setelah pekerjaan itu hampir selesai, alhamdulillah dapat tawaran lagi dari teman KKN untuk ngajar di kota yang jadi kota impian untuk ditinggali setelah Malang dan Wonosobo. Yippii, seneng dong. Mau belajar rantau.

Ehh tapi bulan-bulan awal gitu deh. Masih sering homesick. Raga dimana tapi pikiran dimana. Hahaha.

Dan setelah bulan ketiga sudah cukup enjoy. Hhmm, menyenangkan juga.

Tapi, sekarang ... galau lagi. Hahaha.

Mudah-mudahan ungkapan ini bukan salah satu indikasi kufur nikmat. Ya Allah, hamba bersyukur sekali mendapat pekerjaan yang sesuai dengan kapasitas. Seperti yang telah Engkau janjikan, bahwa setiap manusia akan diberi ujian sesuai dengan kemampuan. Dan hamba mengimani bahwa Engkau tidak pernah ingkar.

Dan tanpa mengurangi rasa terima kasih pada penunjuk jalan, teman masa KKN, yang sudah berbaik hati menunjukkan pekerjaan dan melepaskan saya dari belenggu kegalauan pengangguran, saya curhat dikit di sini boleh ya.

Banyak hal yang tak pernah terpikirkan bahwa jadi anak rantau itu ga semudah nonton film Modus Anomali yang kamu tinggal duduk manis dan nikmatin tegang-tegangnya aktor doang.

Pernah ngerasain ga sih ketika kamu pulang ke kota asal, terus baru sampai di pintu tol perasaan aneh menyergap. Semacam perasaan tak disambut ramah. Rasanya setiap bangunan yang saya lihat sepanjang jalan dari terminal menuju rumah melirik sinis sambil berkata “Ihh nih orang ngapain sih pulang? Udah pergi ninggalin kita juga.” Rasanya kaya pengen minta maaf, tapi sama siapa. Agak lebay kedengerannya sih. Bodo amat.

Dan juga rengekan orang-orang sekitar yang meminta kembali. Terlepas dari apakah mereka tulus berucap seperti itu atau tidak, tapi tetap ada perasaan kangen ketika baca komen mereka entah di path, IG, atau jejaring sosial apapun itu lah “Teteh kapan ke Bdg lagi?” “Bu, ajarin kita lagi atuh” “Bu, main atuh ke sekolah. Meuni ga pernah ke sini lagi” atau ungkapan “Yeayy, balik Bdg Bu? Ngajar lagi atuh” sewaktu saya posting foto ketika saya sedang berada di Bandung.

Belum lagi dengan sahabat, kawan, atau juga mantan (ups) yang meminjam berjuta bentuk yang rasanya sayang untuk ditinggal jauh sehingga harus menunggu momen semacam bukber atau reuni demi berjumpa. Itu juga kalau jadwalnya sesuai dengan kepulangan.

Atau lagi melewatkan momen pernikahan sahabat dekat yang bikin nyeselnya ga tau harus gimana. Ini benar-benar saya alami kemarin ketika sahabat jaman SMP nikah dan saya ga hadir lantaran ga bisa pulang. Maafin ya Tiara.

Dan terakhir dan yang paling berharga yaa keluarga. Melewatkan berbagai momen Ibu dan Bapak menuju tua. Tidak ikut membimbing secara langsung adik yang seharusnya bisa lebih baik dari Kakaknya. Ada perasaan ga lengkap juga jadi anggota keluarga.


Heyy, kalian anak rantau, pada ngerasain ini ga sih? Atau cuma saya aja yang lagi mellow?
Share
Tweet
Pin
Share
2 comments
Seorang gadis kecil tampak sedang berlari-lari riang di sebuah taman. Asyik bermain sendirian sambil bersenandung riang.

Sampai datang padanya seorang bocah laki-laki dengan es krim di kedua tangannya. Bocah laki-laki itu tersenyum dan menyerahkan salah satu es krim di tangannya pada gadis kecil itu.

Gadis kecil itu tampak senang. Bocah laki-laki itu mengajak gadis kecil duduk di bangku taman, hendak menikmati es krim mereka berdua.

Tetapi, tiba-tiba bocah laki-laki itu beranjak dan dan menitipkan satu es krim lain miliknya pada gadis keci itu. Ia berpamitan untuk pergi sebentar. Gadis kecil itu mengangguk sambil memegangi kedua es krim yang kini memenuhi genggaman tangan mungilnya.
Sumber : http://libertyforcaptives.files.wordpress.com/2012/07/timthumb.jpg?w=300&h=200
Gadis kecil itu menunggu dan terus menunggu, sampai es krim di tangannya melelah dan melumuri tangannya. Ia juga tidak tega untuk menikmati es krim pemberian bocah laki-laki itu sendirian dan merasa masih ingin  menunggu bocah laki-laki itu.

Namun, akhirnya ia tidak tahan dengan rasa lengket di tangannya. Dan memutuskan untuk mencuci tangan dengan perasaan kecewa.


Saat ia memutuskan untuk pulang, seseorang menghampirinya. Bocah laki-laki itu kembali. 
Share
Tweet
Pin
Share
2 comments
Rumah Uwa (sebutan untuk kakak orang tau) memang sudah terkenal susah signal untuk beberapa provider. Padahal rumahnya tidak di pingir-pinggir amat. Cuma entah ada hantu apanya gitu.  Jadilah kalau kesana jangan harap bisa update sekedar bilang “di rumah uwa” apalagi harus ‘check-in’ yang melibatkan kekuatan signal yang lebih besar.

Setelah urusan di rumah uwa selesai, akhirnya pulang ke rumah dan ..... lho lho lho. Kenapa signalnya masih kosong. Sudah di-restart beberapa kali, tetap. Sudah pindah HP lain, sama saja. Tapi ganti kartu di HP itu, ternyata HP-nya ga bermasalah. Hmm, ini sudah kedua kalinya saya mengalami hal seperti ini. Tiba-tiba tidak ada signal dan bertuliskan “emergency call only”. Argghht. Kalau dulu, bisa dengan mudah ganti nomor saja. Tapi kalau sekarang, mengingat sudah banyak orang yang tahu nomor ini dan membayangkan mereka akan kesulitan jika ingin menghubungi ... (hahaha, pede) rasanya harus diperjuangkan. Akhirnya saya menghubungi call centre dan jawabannya ... kartu saya rusak bisa dibanti dengan nomor yang sama diganti di Galeri In****t. Hah? Ko bisa? Iya saya tidak tahu dan malas mencari tahu. Soalnya mba operator sudah nyerocos panjang lebar menjelaskan sampai mencarikan Galeri In****t terdekat.

Hmm, akhirnya dua hari kemudian saya meluncur ke Galeri In****t yang telah ditunjukkan mba operator. Letaknya di BEC lt. 3. Meskipun sempat nyasar ke lantai dasar. Ahh, untung saja ada bapak security baik hati yang memberi tahu (karena saya nanya juga sih akhirnya) malah menawarkan untuk mengantarkan. Tapi karena takut dikira anak TK, saya menolak dan memilih kesana sendirian. Ehh, baru sampai lantai dua, malah jumpa teman SMA yang sehari sebelumnya kami sudah reuni dadakan. Hahaha. Kebetulan sekali. Malah dia bersama seorang pria yang sepertinya pacarnya. Huu, padahal kemarin waktu ngobrol pas kumpul-kumpul dia bilang ga punya pacar. Hahaha. Dasar.

Akhirnya sampai juga dan tidak sampai harus menunggu antrian panjang, saya mendapat giliran. Dan setelah menjelaskan tujuan saya, mas customer service itu meminta saya untuk mengisi formulir serta meminta surat identitas. Ia pun pamit dulu untuk meng-copy surat identitas saya. Dan ia kembali dengan SIM card baru di tangannya. Ahhh, senangnya. Saya kira harus menunggu beberapa hari untuk kembali mengaktifkan nomor itu. Ternyata prosesnya hanya singkat. Saya sampai bertanya kembali untuk menegaskan “ini bisa langsung dipake hari ini?”. Sambil senyum mas-nya pun ngangguk. Mungkin aneh liat saya (agak) girang sendiri untuk hal sebiasa ini. Hahaha.  

Ketika sedang mengantri, saya iseng nguping. Dan ternyata kasusnya hampir selalu sama. Fisik kartu rusak dan harus diganti. Saya buta sama sekali masalah teknologi, jadi tidak tahu kalau SIM card itu ternyata punya daya tahan dan bisa rusak juga. Hehehe.


Oh ya, saya perlu bilang “terimakasih In****t” ga? Takut dibilang alay nihh. 
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Sesuatu itu bisa menjadi terkenal lantaran beberapa hal. Bisa karena sesuatu itu memang baik atau hanya sekedar banyak menjadi topik pembicaraan. Seperti halnya tempat yang sempat saya kunjungi beberapa waktu lalu, sekedar untuk menghabiskan waktu libur lebaran. Sebetulnya tempat ini direkomendasikan oleh salah satu teman untuk tempat kita berlibur dan kembali berjumpa setelah sekian lama terpisah oleh ritual mudik. Dan sebagai orang yang baik (hahaha, bohong banget) tadinya rencana saya adalah untuk survey tempat. Maklum saja. Kami adalah geng kongkow yang kemana-mana hanya mengandalkan transportasi umum. Jadinya sedikit repot juga kalau tempat itu tidak bisa dijangkau oleh angkot Bandung. Dan tempat yang teman itu rekomendasikan dalah Tebing Karaton. Katanya sih tempat ini banyak menjadi obrolan di jejaring sosial. Beberapa hari sebelumnya saya memang juga sempat melihat salah seorang senior saya mengupload fotonya disana. Akhirnya, besoknya saya mencoba untuk kesana, dengan .... sebutlah namanya sesuka anda mau.

Jalur menuju Tebing Karaton sama saja seperti ketika anda hendak menuju Taman Hutan Raya Juanda. Dan ketika menemukan pintu gerbang utama Tahura, jangan belok (ya iyalah, bukan kesana tujuannya), tapi terus jalan lurus sampai menemukan belokan ke kanan. Aduh saya lupa nama jalannya apa. Bukit Dago apa gitu. Dan anda akan disuguhi rumah-rumah besar dan kawasan sepi seperti tanpa penghuni. Mungkin juga lantaran waktu itu masih suasana mudik. Terus saja ikuti jalan itu sampai anda mulai menemukan jalan berbatu dan menanjak. Kami juga sempat putus asa dan mengira bahwa kami salah jalan, karena memang tidak ada tanda-tanda kami akan menemukan tempat yang katanya bagus itu. Tapi setelah melihat beberapa motor dari arah sebaliknya, kami percaya diri lagi bahwa kami ada di jalan yang benar. Pokoknya patokan kami adalah Warung Bandrek. Kalau sudah menemukan Warung Bandrek, maka kami tidak khawatir lagi. Entah karena baru pertama kali kesana, kami merasakan bahwa perjalanan ini terasa jauh. Karena perjalanan pulang tidak terasa sejauh ini. Mungkin ini efek jalan menanjak juga. Dan fenomena perjalanan pergi terasa lebih jauh dari perjalanan pulang rasanya memang selalu terasa ketika kita pergi ke tempat yang belum pernah dikunjungi sebelumnya.

Pemandangan selama perjalanan. Hmm, selalu cantik.
Mudah-mudahan akan terus begini. Jangan berubah jadi pemukiman elite terus ya.
Akhirnya Warung Bandrek kita temukan. Dan saat itu sangat sepi. Hanya da dua pengunjung yang duduk disana. Akhirnya kami memutuskan untuk tidak mampir dan tetap melanjutkan perjalanan. Di depan Warung Bandrek, ternyata jalannya bercabang. Dan tidak ada petunjuk apa-apa disana. Dengan mengandalkan ‘feeling’ dan logika, akhirnya kami pilih jalan kiri. Dan untung saja benar. Hehe. Setelah menanjak meninggalkan Warung Bandrek, anda akan menemukan pemukiman yang menurut saya masih asli ‘desa’ banget. Teman saya malah bilang suasana di pemukiman itu mengingatkannya dengan ruman Neneknya di Garut. Dan saya masih belum membayangkan bagaimana cara mereka untuk mencapai kota. Apa ada jalan lainkah selain jalan yang tadi kami lewati? Karena kami tidak bisa membayangkan kalau harus pulang malam dan melewati jalan berbatu dan hutan disekelilingnya sebelum mencapai rumah. Heran rasanya. Ternyata di pinggiran kota yang setiap harinya penuh dengan hiruk pikuk keramaian dan kunjungan wisatawan, masih ada daerah yang menurut saya bisa dikatakan ‘sedikit terisolasi’ (kalau saja asumsi saya tentang tidak ada akses jalan lain terpenuhi lho). Setelah melewati pemukiman, berarti perjalanan anda tinggal sedikit lagi.
Sedikit lagi malah istirahat
 Namun lagi-lagi karena kami yang tidak tahu letak tempat itu, kami sempat berhenti dan berfoto di tengah perjalanan karena tergoda view ke arah bawah yang cantik. Sampai ada seorang nenek yang lewat bertanya “bade ka tebing, Neng (mau ke Tebing, Neng?)” kami pun mengiyakan sembari senyum. Ahh, satu lagi pemandangan indah. Orang Bandung memang tidak pernah kehilangan keramahannya. Bahkan pada orang yang sama sekali tidak ia kenal. Sampai akhirnya kami sadar dan berpikir mungkin saja tebingnya sudah dekat, karena ternyata sudah ada orang yang menyadari kalau kita sedang menuju kesana. Dan eng ing eng, baru saja sekitar 50 meter, terlihat beberapa motor sudah terparkir di pinggir jalan. Dan terlihat juga beberapa orang yang membantu untuk memarkirkan kendaraan.

Cuma kertas ini ....
Kami pun turun dan mulai melihat sekitar. Lucunya saya sempat mencari loket tiket dan menyadari bahwa tempat ini ternyata bukanlah tempat wisata ‘resmi’. Dan menurut orang sekitar yang menjadi juru parkir dadakan, tempat ini baru ramai dikunjungi sekitar dua bulan lalu. Biasanya hanya pagi dan sore hari. Masuk akal juga mengingat pemandangan sunrise dan sunset sepertinya cukup cantik jika dilihat dari atas tebing. Namun mungkin karena sedang musim liburan, beberapa hari ini siang hari pun masih tetap ramai. Dan satu lagi yang patut diacungi jempol dari masyarakat sekitar. Mereka tidak memanfaatkan tempat ini untuk mencari keuntungan dengan pungutan liar. Jadi biaya masuk sana gratis tis tis tis. Bahkan mereka juga tidak meminta uang parkir kok. Tapi masa iya anda setega itu.


Yapp, and this is Tebing Karaton. Dengan view bentangan hutan Dago hingga kota Bandung bisa anda lihat. Kalau cukup nyali anda bisa juga mencoba untuk menuruni tebing ini dan melihat pemandangan dengan sensasi dari pinggir tebing. Tapi saya tidak seberani itu. Hehe. Cukup menghibur untuk wisata gratisan. Dan sangat menghibur bagi anda yang doyan foto kemudian share ke jejaring sosial, dan memberitahukan bahwa anda tidak ketinggalan jaman telah mengunjungi tempat yang sedang hits di Kota Bandung ini. Hmm, selagi masih anget jadi bahan obrolan, tidak ada salahnya mencoba kesana.
Subhanallah ...



Share
Tweet
Pin
Share
2 comments
Newer Posts
Older Posts

About me

Widya P Suharman

Melankolis-Plegmatis
Ibu dari satu anak kandung dan Ibu dari puluhan siswa

Popular Posts

  • Membuat Surat Keterangan (Suket) Sehat Jasmani dan Rohani Serta SKBN di RSUD Cibabat
    Saat melamar pekerjaan atau mendaftar sekolah (biasanya kedinasan), ada instansi yang mensyaratkan surat keterangan (suket) sehat jasmani ...
  • Penghambat Seleksi CPNS
    Sekali lagi ya, jadi PNS itu bukan cita-cita semua orang. Bukan juga cara cepat biar kaya karena penghasilannya biasa saja. Masih banyak pe...
  • Dua Manusia Yang Salah Sangka
    “Nikah deh, nanti bakal tahu rasanya gimana.” Seolah tidak     merasakan bagaimana sumpeknya jadi jomblo yang tiap lebaran ditanya...
  • Share Pengalaman Seleksi CPNS Guru Kimia DKI (Part 3 - SKB) #2019goestoASN
    Ada empat orang yang nilainya melampaui  passing grade  SKD, tapi yang lolos ke SKB maksimal 3 X formasi. Karena formasi Guru Kimia di SMA ...
  • Share Pengalaman Seleksi CPNS Guru Kimia DKI (Part 4 - Pemberkasan) #2019goestoASN
    Sebulan lebih menunggu pengumuman hasil integrasi SKD-SKB yang menjadi penentu kelulusan seleksi CPNS (tentang proses SKB 👉 bisa buka ini...
  • Share Pengalaman Seleksi CPNS Guru Kimia DKI (Part 2 - SKD) #2019goestoASN
    Setelah kemarin nulis tentang bagaimana mencari formasi yang sesuai dengan latar pendidikan sampai dengan tahapan seleksi administrasi (kl...
  • Seangker Itukah Anker ??
    Sebetulnya bukan pertama kali saya pake moda transportasi commuter line alias KRL yang menjadi sangat berjasa bagi kaum komutasi. Gara-ga...
  • Malu Bertanya, Motor Tertahan, Uang Melayang, Pengalaman
    Kejadian ini hanya dilakukan oleh profesional. Jangan ditiru jika ada anda belum cukup sabar. *padahal kayanya banyak yang ngalamin lebih ...
  • Sepuluh Hari Pertama Jadi Istri
    Pekan lalu, tepatnya Minggu 1 Juli 2018 saya melepas lajang 💑. Ada sedikit penyesalan ... kenapa ga dari dulu 😅. Tapi, tetap aja masih ad...
  • Jangan Asal Speak Up
    Peran manusia sebagai makhluk sosial menuntut kita untuk bisa berkomunikasi secara sosial, entah lewat tulisan atau yang lebih seringkali k...

Blog Archive

  • ▼  2022 (1)
    • ▼  September 2022 (1)
      • Menyusun LK 3.1 Best Practice (PPG Dalam Jabatan 2...
  • ►  2019 (10)
    • ►  May 2019 (1)
    • ►  March 2019 (1)
    • ►  February 2019 (6)
    • ►  January 2019 (2)
  • ►  2018 (16)
    • ►  August 2018 (1)
    • ►  July 2018 (2)
    • ►  June 2018 (1)
    • ►  March 2018 (5)
    • ►  February 2018 (4)
    • ►  January 2018 (3)
  • ►  2017 (4)
    • ►  September 2017 (1)
    • ►  August 2017 (2)
    • ►  July 2017 (1)
  • ►  2016 (9)
    • ►  September 2016 (1)
    • ►  July 2016 (3)
    • ►  June 2016 (1)
    • ►  April 2016 (4)
  • ►  2015 (2)
    • ►  June 2015 (1)
    • ►  March 2015 (1)
  • ►  2014 (8)
    • ►  August 2014 (2)
    • ►  July 2014 (1)
    • ►  June 2014 (2)
    • ►  April 2014 (1)
    • ►  January 2014 (2)
  • ►  2013 (26)
    • ►  December 2013 (4)
    • ►  November 2013 (5)
    • ►  October 2013 (2)
    • ►  September 2013 (1)
    • ►  August 2013 (3)
    • ►  June 2013 (2)
    • ►  April 2013 (1)
    • ►  March 2013 (3)
    • ►  February 2013 (2)
    • ►  January 2013 (3)
  • ►  2012 (22)
    • ►  December 2012 (1)
    • ►  November 2012 (1)
    • ►  October 2012 (1)
    • ►  September 2012 (2)
    • ►  August 2012 (3)
    • ►  July 2012 (5)
    • ►  June 2012 (9)
  • ►  2010 (2)
    • ►  April 2010 (2)

Categories

  • cerita guru (1)
  • cerita PPL (1)
  • corat-coret (37)
  • kuliah (2)
  • meluangkan waktu (3)
  • nyastra (2)
  • opini (36)
  • perjalanan (6)
  • The Journey of Emak-emak (9)

Created with by ThemeXpose . Distributed by Weblyb