Powered by Blogger.

Pages

  • Home
facebook twitter instagram

Widya's Babble

Self Reminder. Bukan berarti sudah baik.


Biasanya pada sebelum mengakhiri Training atau Tabligh Akbar akan ada sesi renungan. Sang trainer akan mengingatkan pada kematian, orang tua, atau dosa yang kita perbuat. Sudah biasa pula orang-orang yang mengikuti akan meneteskan air mata, sesenggukan, atau bahkan hingga terdengar suara dari hidung untuk mempertahankan posisi lendir di dalamnya agar tidak memaksa keluar (hehe, agak jorok) saking sedihnya. Meski saya juga enggak tahu hormon apa yang bekerja yang membuat kita jadi ber-ingus saat menangis. (atau kepedesan)
               
 Biasanya juga, orang-orang akan heran melihat saya saat bubar. Bukan karena baju saya yang banjir air mata atau berlembar-lembar tisu yang saya gunakan untuk menghapus ingus. Tapi karena tidak ada jejak air mata di wajah saya. Saya juga heran kenapa saya enggak bisa nangis saat renungan. Hampir semua sesi renungan yang saya ikuti, rata-rata enggak bikin saya nangis. Ya pernah juga pertahanan saya jebol. Kalau saya enggak salah waktu istighosah menjelang UN. Padahal kebanyak temen-temen berandalan saya enggak nangis. Mungkin  karena ada perasaan takut enggak lulus juga waktu itu. Hehe.
                               
 Entah karena pembicaranya yang memang kurang bisa membuat saya tersentuh, atau justru saya yang kurang peka. Tapi kalau dibilang enggak peka, rasanya enggak juga. Saya selalu nangis setiap nonton program Nilai Kehidupan. Bahkan jadi ledekan adik saya karena tiap tayangan dengan judul apa pun itu, saya pasti nangis. (meski kadang saya sembunyiin karena takut diledek)
                               
 Yang jadi sulit adalah saat sesi renungan saya jadi bingung sendiri. Lirik ke kanan, baru dua kalimat, udah ada bulir air mata di tangannya.  Lirik ke kiri, lagi nutup mata, meresapi mungkin. Saya juga pernah ikut nyoba cara itu. Tapi biasanya saya cuma ngeluarin ekspresi meringis, tapi enggak sampai nangis. Kalau udah gini saya pasrah aja. Paling nundukkin kepala supaya enggak ketahuan juga kalau ada makhluk nan keras hati kaya saya. Hahaha.
                                
 Saya juga enggak tahu apa saya termasuk orang yang keras hati gitu ya karena enggak bisa nangis saat renungan. Lagian sebenarnya saya ngerasa ngeri saat renungan. Biasanya neraka akan jadi bahan yang paling bikin pembicaranya berkoar-koar gitu kan. Bukan pengen nangis, saya malah jadi merinding dan takut. Akhirnya saya jadi enggak tahan dengerinnya. Malah kadang lebih serem suar dan intonasi pembicaranya daripada isi yang diomonginnya. Hehehe.

(maaf ya harap jangan ditiru. Semoga bisa mengambil hikmahnya)
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
                Aku masih mempertahankan posisi botol minyak itu terbalik di atas wajan. Sambil sesekali mengetuk-ngetukkannya pada pinggir wajan. Berharap masih ada tetesan minyak yang cukup untuk kegiatan masak ku kali ini. Aku berencana membuat tahu yang dipotong memanjang yang dibalut dengan adonan tepung dan diberi sentuhan akhir tepung roti. Awalnya aku sempat mencicipi makanan itu di sebuah kafe di salah satu mall saat aku dan teman-temanku hendak mencoba shisa. Memang aneh. Shisa memang sudah ada dan populer beberapa tahun yang lalu, namun aku baru mencobanya. Rasa penasaran itu memang baru muncul beberapa waktu lalu.
Karena aku pikir makanan berbahan dasar tahu ini mudah tertebak bahan dan pembuatannya, maka semenjak saat itu aku menjadi sering membuatnya sendiri di rumah. Apalagi saat libur dan tak ada rencana keluar rumah. Lumayan untuk sekedar teman nonton tv atau membaca novel yang sengaja ku pinjam dari perpustakaan kampus.
                Aku melirik selembar uang sepuluh ribu yang ibu letakkan di meja makan. Sebelum tidur ia memang bilang, minyak gorengnya mungkin tak cukup untuk menggoreng  makanan yang ibu bilang ‘tahu aneh’ itu. Aku menghela nafas. Semoga minyak ini cukup lah dan tak membuat karya ku menjadi gosong.
                Aku malas membeli minyak goreng itu. Bukan tentang matahari yang sedang terik. Warung itu hanya berjarak tak lebih dari lima meter. Di seberang rumah ku tepatnya. Keluarga ku sudah tahu kalau aku memang malas untuk keluar rumah. Namun bila diajak berjalan-jalan jauh, toh aku paling semangat. Mereka tidak tahu apa alasannya.
Aku malas bertemu tetangga. Bagiku mereka hanya tak lebih dari sekedar orang-orang yang hobi bergosip dan bersorak di belakang saat yang lain mendapat musibah. Ibu ku bukan orang yang suka berkumpul lama-lama di warung untuk ikut nimbrung, makanya beliau jadi orang yang mungkin paling akhir mengetahui gosip-gosip di sekitar tempat tinggal ku.
Aku masih belum memahami ungkapan bahwa tetangga adalah saudara terdekat. Aku masih meraba-raba dimana letak saudaranya. Entah aku juga yang kurang bersosialisasi.
“punteeeen !” seseorang berteriak dari arah depan rumahku.
Siapa sih siang-siang begini berrtamu. Paling sales yang memaksa membeli serbuk pencegah demam berdarah. Percuma. Aku tidak akan membelinya. Namun suara itu terdengar hingg tiga kali. Aku mematikan kompor dan berjalan ke depan
Aku membuka pintu. Seseorang yang banjir dengan keringat dengan tergopoh-gopoh menuntun motor bebeknya. Ia berdiri di carport. Aku pun tak menghampirinya dan hanya berdiri di ambang pintu.
“mba, ikut nitip motor boleh? Rumahnya lagi diberesin.” Laki-laki berbadan tinggi tegap itu tersenyum sambil menyeka keringat di dahinya.
Aku tersenyum dan mengiyakan. Ia pun pamit pulang setelah meletakkan motornya di bawah pohon mangga agar tidak kepanasan sesuai saranku.
Mas Wahyu. Tetanggaku yang hanya terhalang dua rumah. Orang tuanya berasal dari jawa sehingga orang-orang di sekitar ku memanggilnya dengan sebutan ‘mas’. Dan aku yang bisa dibilang pendatang dibandingkan keluarga Mas Wahyu yang lebih dahulu tinggal di sini, mengikuti memanggilnya dengan awalan ‘mas’ baru kemudian namanya.
 ***
Ibu masuk ke rumah dengan membawa bungkusan berwarna hitam. Mungkin berisi minyak goreng yang tadi siang tak ku beli itu.
“motor siapa di luar?” ibu mendongakkan kepalanya di pintu kamarku.
“Mas Wahyu. Katanya rumahnya lagi diberesin.” Aku hanya menjawab tanpa berpaling dari layar laptopku.
“ohh, mau lebaran mungkin ya. Tuh, orang lain juga gitu. Mending sekarang kalau mau bebenah rumah. Kalau nanti udah puasa kan jadi males.”
Aku hanya tersenyum. Aku tahu itu sindiran untuk Ayah yang sedang menonton tv. Cat yang sudah dibeli beberapa minggu lalu masih tergeletak rapi di sudut dapur.
***
Ibu selalu memuji Mas Wahyu sebagai sosok yang sopan. Tak heran bila ia seolah selalu memaksa penghuni rumahku untuk keluar hanya untuk menyunggingkan senyum dan memberikan izin saat ia hendak menitipkan motornya di pagi hari. Begitu pun ketika sore hari untuk mengucapkan terima kasih saat ia hendak mengambil kembali motornya.
 Dan sudah beberapa hari ini pula aku yang selalu harus bolak-balik keluar rumah. Adik ku sedang menghabiskan liburan sekolahnya di rumah Eyang. Dan tinggal aku lah satu-satunya anak tersisa yang jadi korban suruhan orang tua.
“mba, biasa ikut nitip motor.” Seseorang yang tak asing itu mengagetkan ku yang sedang berusaha menggapai salah satu dahan pohon mangga depan rumahku.
Aku pun membalikkan badan , tersenyum dan mengangguk sambil menuggu ia pamit pulang seperti biasa. Namun dugaanku salah. Ia mendongak ke atas pohon mangga. Dan kembali menatapku.
“lagi apa mbak?”
              “ohh ini tadi waktu ngejemur di atas, eh ada baju yang jatoh dan nyangkut di pohon.” Aku tersenyum malu menutupi rasa kikuk atas kecerobohanku. Ia kembali mendongak ke atas dan mencari-cari benda yang ku sebutkan.
“ohh, coba saya ambilin. Siapa tau bisa.” Ia mengambil bambu panjang di tanganku dan memulai perburuannya.
“ga kuliah mba?” Rada aneh memang mendengarnya terus-terusan memanggilku dengan sebutan mba. Meskipun itu perwujudan dari rasa hormatnya tetap saja aku merasa tersinggung, bukannya justru ia yang lebih tua dari ku.
“lagi libur abis uas. Nanti setelah lebaran baru masuk. Sebenarnya ada SP, tapi males ikut. Toh ikut SP juga ga bikin kuliah jadi tiga setengah taun.”
Dia hanya tersenyum sambil meneruskan aksinya.
Setelah mendapatkan baju yang tersangkut itu, kami jadi terlibat percakapan ringan. Ia duduk di jok motornya sementara aku berdiri bersandar pada batang pohon mangga. Tidak lebih dari sepuluh menit. Bahan obrolannya pun hanya seputar kuliah ku karena ia menanyakannya. Atau aku yang bertanya tentang pekerjaannya di sebuah dealer untuk menghormatinya dan memberi kesan bahwa aku juga peduli. Agak basi memang. Tapi itu jadi awal hubungan baik ku dengan tetangga.
Sejak itu aku jadi sering menantikan saat ia datang ke rumah untuk menitipkan atau mengambil motornya. Tak jarang aku sengaja nongkrong di ruang tamu, berpura-pura membaca novel, padahal agar lebih cepat menghampiri saat ia datang.
Begitu pula saat Ramadan tiba. Kami sering tak sengaja pulang bareng usai solat tarawih atau kuliah subuh. Ia juga banyak mengutarakan pendapatnya tentang isu yang sedang hangat, pemerintahan yang sedang berkuasa, atau kondisi masyarakat saat ini. Sepertinya ia tipe mahasiswa yang senang berkumpul di gedung Pusat Kegiatan Mahasiswa, mengikuti berbagai kajian politik, atau bahkan memimpin demo. Aku jadi menerka sendiri. Sayang statusnya sebagai mahasiswa harus dilepas si tengah jalan. Aku pernah dengar waktu masih menjadi warga baru, ia terpaksa berhenti kuliah karena, Pak Farid, ayahnya kena PHK.
Sekarang Mas Wahyu juga tak pernah menitipkan motornya lagi. Rumahnya telah rampung dibersihkan. Maksudnya sedikit direnovasi. Hanya saja dia memandang itu cuma beres-beres rumah. Aku pun mengetahuinya setelah aku melewati rumahnya saat hendak membeli isi pensil mekanik yang tak disediakan warung depan rumah.
Beberapa ember yang terlihat bekas adonan semen. Pasir yang berserakan disana-sini hingga beberapa butirnyatumpah ruah ke jalan. Ia dengan sapu lidi di tangannya terlihat asyik menyingkirkan debu yang bertebaran. Sesekali aktifitasnya itu terhenti untuk membuang kertas pembungkus semen ke tempat sampah. Dan saat itu ia melihatku dan tersenyum.
“mau kemana, mba?” sapanya ramah dengan tak melepaskan lengkungan di bibirnya.
“ini mau ke warungnya Pak Untung.” Aku pun hendak meneruskan perjalanan dan berharap ia meneruskan aktifitasnya. Namun ternyata tidak. Ia masih mematung dengan seyumnya itu. Ya Allah menunggu apa lagi orang ini. aku jadi gugup dan tak tahu harus berbuat apa.
“lagi bersih-bersih mas?” hanya itu yang dapat keluar. Terlihat bodoh memang. Dan sekitar sepuluh meter dari situ aku memukul jidatku setelah sebelumnya mesem-mesem sendiri.
 ***
Aku segera masuk rumah dan menghampiri meja makan kemudian membuka tudung saji. Sepertinya sudah kebiasaan ku usai keluar rumah pasti melakukan ritual itu. Entah juga karena lapar tak tertahankan usai mengerjakan pre test awal semester dari dosen dengan dalih ingin tahu kemampuan awal mahasiswa.  Ada dua kotak disana. Satunya berukuran agak besar berisi nasi beserta lauknya. Satunya lahi berukuran kecil berisi panganan ringan. Ada jejak jamahan manusia disana. Aku hanya tersenyum. Aku keduluan adik ku.
“hantaran dari siapa, Bu?” Aku mencomot risoles dari kotak kecil itu.
“itu tadi habis ngaji di rumah Bu Farid. Mas Wahyu kan minggu depan mau nikah. Sama orang Bekasi kalau ga salah ....”
Tak ku dengar lagi cerita ibu. Risoles itu masih melayang di udara. Belum sempat singgah di bibirku bahkan. Aku masih mematung. Mungkin kalau tak ada meja makan sebagai tempat bersandar aku sudah terduduk di lantai.
Share
Tweet
Pin
Share
1 comments

Saat awal masuk dunia kampus, kegiatan OSPEK tentu akan jadi santapan awal mahasiswa baru. Begitu pun juga dengan saya. Kegiatan OSPEK kampus dan jurusan tempat saya tidak terlalu terpaku pada cara lama. Tidak ada kekerasan atau kegiatan perpeloncoan di luar batas. Saya bersyukur untuk ini. dalam rangkaian kegiatan yang hampir menghabiskan waktu selama satu semester ini saya justru banyak belajar tentang dunia kampus dan bagaimana menyandang gelar ‘maha’nya siswa.

Bagi para mahasiswa baru, fungsi mahasiswa dan Tri Dharma Perguruan Tinggi biasanya akan menjadi pengetahuan pertama tentang apa itu mahasiswa. Dulu sebelum menjadi mahasiswa secara resmi saya menganggap mahasiswa ya sama saja seperti orang yang belajar di sekolah. hanya saja umurnya yang terlalu tua untuk disebut siswa, maka jadilah mereka disebut mahasiswa.

  • agent of change
  • social control
  • iron stock
Begitu kira-kira fungsi mahasiswa yang baru saya ketahui ketika wawancara PMB (Penerimaan Mahasiswa Baru). Meskipun sebelumnya saya pernah dengar dari Eko yang sudah lebih dulu masuk kampus karena harus mengikuti program matrikulasi di ITB. 

Wahh berat sekali kelihatannya. Bagaimana saya ketika menjadi mahasiswa nanti?  Apakaha saya bisa menjalankan fungsi mahasiswa seperti yang diwacanakan itu? 

Selain tentang fungsi mahasiswa tersebut, melalui organisasi dan kegiatan kampus lainnya, saya pun sering (banget malah) mendapat ajakan untuk berenterpreuner. Mereka bilang sebagai seorang mahasiswa sudah seharusnya memiliki pola pikir yang berbeda. Jangan berandai-andai kamu akan melamar pekerjaan setelah lulus nanti. Namun ciptakanlah pekerjaan itu sendiri. Wahh, semakin berat saja sepertinya. Saya harus menjadi mahasisa seperti apa?

Belum lagi tuntutan wajib bin fardu ain sebagai pelajar. Ya belajar. Mendapat nilai memuaskan. Toh orang tua membiayai kita sekolah untuk itu bukan? Meskipun mereka juga menuntut kita sukses tanpa tahu bagaimana prosesnya. Tapi sebagai anak yang belum dapat membahagiakan beliau-beliau dengan materi. Sepertinya membanggakannya dengan nilai sudah suatu keharusan.

*sigh. Sangat berbeda ketika saat di SMA. Pantas saja kakak senior SMA yang lebih dulu merasakan kuliah sering mewanti-wanti kami ketika masih SMA untuk ‘puas-puasin’ masa SMA. Haha. Padahal seharusnya bukan seperti itu. Seharusnya sudah sejak SMA kita mencari bekal untuk menjadi mahasiswa. Sungguh, kalau saya pikir sekarang banyak yang saya sesalkan ketika di SMA. Seharusnya banyak yang saya lakukan untuk persiapan menjadi mahasiswa. Ya maklum saya orang pertama yang menjadi mahasiswa di keluarga. Tidak ada yang membimbing dan mengarahkan atau sekedar memberi bayangan bagaimana itu mahasiswa sebenarnya.

Memanng tidak ada yang ideal. Setelah beberapa waktu menjalani hari-hari menjadi mahasiswa, saya jadi berpikir tidak semua mahasiswa berusaha menjalankan fungsi itu.

Saya tidak tahu apa harus lega karena ternyata bukan saya saja yang belum bisa menjalankannya atau harus khawatir karena tingkat kepedulian mahasiswa yang semakin memudar. 

Banyak pula dari mereka yang justru memegang teguh pada prinsipnya. Penyuka kegiatan organisasi akan menjadi orang yang loyal pada organisasi. Bagi mereka organisasi adalah tempat untuk melatih soft skill. Kadang yang utama menjadi terabaikan. Kan di dunia kerja juga tidak akan ditanya IPK. Nilai itu hanya sebagai pengantar. Yang dibutuhkan adalah orang-orang yang memiliki kemapuan sosial yang baik.

Si calon pengusaha sibuk memikirkan inovasi yang memiliki nilai jual. Bagaimana caranya supaya mereka dapat hidup mandiri sebelum lulus, bahkan ada pula yang akhirnya mengorbankan studinya untuk memulai usaha dengan serius.

Ada pula yang berkutat dengan buku-buku. Biasanya orang seperti ini adalah mahasiswa tipe penurut orang tua. Ke kampus hanya untuk masuk kelas setelah itu pulang dan belajar lagi.

Ada yang lebih nyeleneh lagi. Mereka yang tidak masuk kategori manapun seperti yang diceritakan di atas. Jalan-jalan, hura-hura, bring sana bring sini. Meminjam istilah dari Mba Ninit Yunita dan Mba Okke Sepatu Merah, ini dia tipe mahasiswa uliners (ulin= main dalam bahasa sunda). Bagi mereka menjadi mahasiswa ya tidak ada bedanya dengan kehidupan mereka sebelumnya. Yang penting bisa mengikuti tren, dibilang update, predikat mahasiswa sebagai status yang setidaknya dapat membuat mereka merasa tenang dan sedikit berleha-leha dari tuntutan masa depan. Puas-puasin menjadi mahasiswa sebelum benar-benar memikirkan bagaimana mencari uang. Padahal nanti mereka juga akan merasa menyesal sepertiorang yang beranggapan puas-puasin hidup di SMA sebelum masuk kuliah. Biasanya mahasiswa semacam ini adalah mahasiswa yang ATMnya tidak pernah kosong. Hehe.

Apa hubungannya dengan fungsi mahasiswa? Ya memang apa hubungannya? Saya tidak tahu apa yang ada dalam benak dan pikiran mereka. Apakah langkah yang mereka ambil saat ini merupakan langkah untuk menjalankan fungsi mahasiswa itu? Atau hanya sekedar memuaskan keinginan dan obsesi pribadi.

Yang pasti, seperti apa pun kamu sebagai mahasiswa setidaknya harus ada yang dapat kamu lakukan untuk orang lain. Mengingat berat sekali untuk bisa berbuat sesuatu untuk bangsa ini. meskipun tidak mustahil bagi orang biasa yang memiliki mimpi dan usaha luar biasa. Karena mimpi saja tidak cukup bukan? Tidak harus membuat tindakan atau perubahan besar. Dan jangan ada kata terlambat untuk belajar. Hal sepele saja bisa menjadi besar jika kita lakukan dengan ikhlas. Tanpa embel-embel pujian atau berharap dapat menjadi sesuatu yang besar.

Bagi yang suka berorganisasi, teruskanlah berorganisasi. Bagi yang bercita-cita memiliki usaha sendiri, lanjutkanlah. Bagi yang suka belajar, terus semangat. Bagi yang masih menjadi tipe uliners, gera sadar heiii. Orang tua kalian tidak akan selamanya mau menggelontorkan dananya terus menerus. Ada saatnya untuk belajar menghargai benda mati itu untuk melakukan sesuatu yang lebih bisa bermanfaat untuk orang lain.

Tidak perlu ingin menjadi seperti orang lain atau merasa iri dengan pencapaian seseorang. Kamu ya kamu. Setiap orang memiliki potensi berbeda, jika semua orang diciptakan sama. Dunia ini tidak akan berwarna seperti saat ini.
Share
Tweet
Pin
Share
No comments

Jujur saja, saya bukan tipe orang yang sangat mengikuti perkembangan teknologi. Bagi saya tahu itu sudah cukup. Boleh dibilang secara kasar saya ini gaptek mungkin ya. Tapi setelah kejadian kemarin, setidaknya banyak hikmah yang bisa saya ambil. Bukan hanya tentang belajar teknologi. Tapi juga sikap waspada dan hati-hati.

Kemarin saya mendapat balasan pesan dari seorang teman di jejaring sosial facebook. Pesan pertama berisi sebuah link yang entah akan menuju kemana. Namun pesan kedua ia mengatakan “eh ko muncul link ini. punten ya. (dilanjutkan dengan pesan yang ingin ia sampaikan yang tidak bisa saya tuliskan disini. Hehe)”. Saya sedikit menaruh curiga, ini orang emang ga sengaja copast link atau sengaja ingin saya membuka link itu. Alamat linknya berawalkan www.facebook.com. Entahlah waktu itu saya penasaran juga dan mungkin saya tipe orang yang sangat berpikiran positif (atau justru malah mendekati mudah dibodohi). Saya pun tanpa ragu membuka link itu. Saya lihat hanya page tentang berjudul “filter website adult”. Ohh hanya itu. Saya pun tidak melanjutkan memainkan scroll mouse. Saya meninggalkan halaman itu dan membalas pesan teman saya tersebut. Karena waktu itu saya hendak ke kampus maka aktifitas facebookan saya hentikan.

Malam harinya saya pun membuka kembali facebook saya untuk melihat apakah pesan saya sudah dibalas oleh teman saya tersebut atau belum. Awalnya memang tidak terjadi apa-apa. Hanya saja seingat saya (kalau saya tidak salah) sewaktu saya membuka halaman facebook pertama kali ada tampilan meminta persetujuan untuk mendownload sesuatu. Padahal saya tidak merasa mendownload sesuatu. Namun, lagi-lagi karena saya positive thinking yang mendekati bodoh, saya pun tanpa ragu kembali menekan tombol ok tanpa tahu apa yang saya download. Yang saya ingat bentuknya rar dengan nama picture.. (apa gitu saya lupa). Dan keanehan pun mulai terjadi. Tiba-tiba teman saya mengirim pesan chat “link apa ini?”. wowww, dan ketika saya lihat tanpa saya sadari saya telah mengirim link persis seperti link saya terima dari teman saya waktu itu. Wahhh, saya pun mulai memutar ingatan. Dan saya pun tertawa (sambil khawatir juga). Sekitar setahun yang lalu saya juga pernah mendapat pesan link yang membuat saya mengirim pesan chat tanpa saya sadari.  Yaaa itu spam. Padahal dahulu saya juga sudah diingatkan salah seorang teman untuk berhati-hati ketika membuka link yang kita belum tahu kemana arahnya. Hahahahaha. Dua kali saya tertipu oleh hal yang sama.

Kekacauan pun terjadi malam itu. Saya tidak dapat mengirim posting apa pun kecuali link itu. Hihihi. Sangat membahyakan. Akhirnya saya tutup facebook saya dengan harapan dapat meminimalisir penyebaran spam itu. Kan kasian juga kalau yang lain sampai mendapat hal yang saya alami. Selain itu mereka juga pasti akan menumpahkan kekesalannya ke saya.

Akhirnya saya berusaha mencari cara untuk membasmi virus facebook itu. Googling, bulak-balik blog orang, membaca berbagai forum diskusi online. Banyak yang menuliskan untuk mengganti password dan menonaktifkan semua aplikasi yang kita gunakan di facebook. Saya pun mencobanya, dan hasilnya.... nihil. Saya masih mengirim pesan secara brutal link itu ke teman-teman saya yang online saat itu, padahal saya sudah mengatur offline akun saya. Duhhh, maaf ya untuk teman-teman yang sudah menjadi korban. Semoga mereka sudah pintar, tidak seperti saya.

Hasil pencarian saya itu juga banyak yang mengungkapkan bahwa berhati-hati pada link yang dapat membuat masalah pada perangkat yang kita gunakan. Dan dapat ditebak itu virus. Wahhh, saya jadi tertawa lagi (tetap diiringi rasa khawatir, yang ini lebih-lebih. Karena saya memikirkan nasib laptop saya ini). Saya jadi ingat pada folder berbentuk rar yang tanpa sadar saya download tadi. Tanpa pikir panjang apalagi membuka apa isinya, saya hapus dan lakukan scanning sebisanya dengan anti virus yang ada. Meskipun banyak yang merekomendasikan untuk memakai berbagai macam anti virus. Namun syukurnya virus itu bisa ditangani. Meski saya tidak tahu apa sudah benar-benar terbasmi. Yang jelas hingga saya memposting tulisan ini ke blog, laptop saya dalam keadaan sehat walafiat dalam lindungan Allah swt. Hehehe

Beralih ke akun facebook yang masih bermasalah. karena saya sudah jengah untuk mngutak-atiknya, saya pun putuskan untuk... menutup laptop dan pergi tidur. Hehehe. Daripada pusing-pusing.
Esok harinya saya menceritakan kejadian seram semalam (hehe, lebay) pada adik. Ia pun membuka kembali facebook saya dan ternyata dia sudah sembuh sekarang. Lega jugaaaa meski akhirnya saya jadi mentertawakan kebodohan saya sendiri.

Namun setelah kejadian itu saya mencoba merenung dan belajar banyak.
Pertama, minggu ini saya sedang UAS. Dan saya masih bermain-main dengan jejaring sosial yang apa bandingannya dengan UAS yang akan saya hadapi. Sepetrtinya itu cara unik Allah untuk menegur saya.
Kedua, saya (mungkin) termasuk orang yang buta sama sekali dengan teknologi. Dan selalu beranggapan teknologi pasti bermanfaat, tanpa sadar banyak orang yang malah mencipatakan sesuatu yang tidak berguna malah merugikan orang lain. Sepertinya saya harus lebih berhati-hati.

Kenapa saya bilang banyak ya kalau saya hanya menuliskan dua? Hahaha.

Ya sudahlah, yang pasti lewat pengalaman ini saya jadi sadar bahwa kita tidak bisa menutup diri dari segala perkembangan yang ada dengan segala (pula) penyalahgunaannya. Karena kita juga tidak bisa menyangkal dari kebutuhan akan teknologi, maka sudah seharusnya pula sadar akan bahaya yang ikut menyertainya. :)
Share
Tweet
Pin
Share
No comments

Jaman selalu berubah. Ahh ungkapan yang basi. Namun justru karena perubahan yang selalu terjadi itu membawa dampak pada semua aspek kehidupan, tak terkecuali pendidikan. Kurikulum yang kerap berubah (yang hampir selalu berbarengan dengan pergantian kabinet) tentu membawa perubahan pada sistem pendidikan. Dan salah satu hasilnya adalah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang mulai dipakai pada tahun 2006 (dan entah akan bertahan hingga kapan, karena sekarang saja sedang ramai lagi mengenai pendidikan karakter bangsa).

Pada kurikulum ini setiap guru yang akan masuk kelas dan menyampaikan materinya pada jenjang kelas tertentu, harus menyusun rencana kegiatan pembelajaran selama satu tahun ke depan (atau dibagi menjadi 2 semester). Rencana kegiatan pembelajaran ini meruapakn penjabaran dari kurikulum yang telah dibuat pemerintah melalui Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar. SK dan KD tersebut yang menjadi acuan seorang guru dalam membuat indikator dan kegiatan pembelajaran yang sesuai dengan kondisi lingkungan dan peserta didik di sekolah tersebut. Hal ini memiliki sisi positif untuk guru karena guru dapat merencanakan kegiatan pembelajaran yang sesuai untuk diterapkan di sekolah tersebut, mengingat hanya guru yang terjun di sekolah itu lah yang mengerti kondisi sekolah dan peserta didiknya, bukan pemerintah. Sistem ini juga menjadi ajakan bagi guru untuk selalu berpikir kreatif dalam merencanakan pembelajaran agar pada pelaksanaannya, siswa menjadi semangat dan merasa senang belajar.

Pada mata kuliah Kurikulum dan Pembelajaran saya mendapat tugas untuk menganalisis silabus yang telah dibuat oleh salah satu guru mata pelajaran tersebut. Awalnya kami semua (saya dan teman satu kelas) mengira silabus yang akan dianalisis adlah silabus mata pelajaran kimia, karena kami (insyaallah) akan menjadi pendidik kimia. Namun ternyata sang dosen menginginkan kami menjadi seorang calon pengembang kurikulum yang profesional, yang mampu mengembangkan kurikulum mata pelajaran apapun. Meskipun agak aneh karena kami bukanlah seorang mahasiswa jurusan Kurikulum, ya kami menurut saja (sebagai mahasiswa). Akhirnya saya mengambil mata pelajaran geografi dengan pertimbangan mata pelajaran ini ya cukup mudah saya mengerti dibanding mata pelajaran lain.

Akhirnya dengan pinjam sana-sini (tetangga2 sih) buku sumber sebagai rujukan saya berhasil menyelesaikannya dalam 1 hari 1 malam (tanpa tidur) karena ada jarkom (kependekan dari jaringan komunikasi. Red : broadcast) dari pak KM bahwa tugasnya harus dikumpulkan sebelum waktu yang telah disepakati. Karena saya belum menyentuhnya sama sekali maka jadilah tugas itu diselesaikan dengan sistem kebut-kebutan dikejar deadline yang tidak sesuai deadline. Dampaknya saya drop. Suara habis (serak2 becek gitu) karena mau flu terus keburu dikasih obat. Saya juga ga ngerti apa hubungannya. Itu Cuma analisis ibu saya yang padahal suster aja bukan.

Kesimpulan dari tugas ini adalah baru tahap belajar aja udah ngerasa mumet, gimana nanti bikin silabus dan RPP yang asli di kemudian hari. Tapi saya senang dosen tersebut memberi kami tugas ini lebih dini. Karena ternyata tahun sebelumnya tidak ada tugas ini di mata kuliah tersebut. Setidaknya kami memiliki sedikit bayangan apa yang harus kami tulis dalam membuat silabus dan RPP nanti

*note : RPP adalah pengembangan dari silabus yang juga merupakan rencana kegiatan pembelajaran yang disusun untuk setiap pertemuan.

Analisis Silabus Mata Pelajaran Geografi Kelas X Semester 2 SMAN 1 Kalaena
Share
Tweet
Pin
Share
2 comments

Salah satu yang membuat kita tersenyum adalah saat menyadari diri kita single. Senyum itu bisa menjadi banyak arti. Senyum bahagia mensyukuri kebebasan yang masih kita miliki. Atau senyum memaklumi nasib kita di pasaran. Semoga bukan yang terakhir.

Sendiri bukan berarti kita tidak menarik. Mungkin saja kita hanya termasuk orang yang baru pantas untuk dikagumi namun belum siap dimiliki. Hubungan itu simple, hanya tentang sebatas komitmen. Yang sulit adalah menerima berbagai kejutan saat proses berkomitmen itu. Sendiri juga lebih mudah. Yang lebih sulit adalah menahan rasa ngenes saat melihat orang lain ternyata telah berdua. Dan kita masih asyik dengan kegiatan kita.

Tapi semuanya selalu berujung pada pribadi masing-masing. Kita akan selalu merasa tidak bahagia karena tidak pintar untuk bersyukur dan sulit menerima keadaan diri kita saat ini. Kita mugkin lupa untuk berpikir bahwa Allah telah punya rencana besar untuk setiap makhluknya. Dunia ini adalah serial drama dengan seluruh makhluk di dalamnya yang memegang peran penting dalam episodenya masing-masing. Kita tidak pernah tahu siapa lagi tokoh yang akan Sang Sutradara hadirkan dalam secuil kehidupan dan siapa yang akan menemani menghabiskan sisa waktu kita di dunia.
Share
Tweet
Pin
Share
4 comments
Newer Posts
Older Posts

About me

Widya P Suharman

Melankolis-Plegmatis
Ibu dari satu anak kandung dan Ibu dari puluhan siswa

Popular Posts

  • Membuat Surat Keterangan (Suket) Sehat Jasmani dan Rohani Serta SKBN di RSUD Cibabat
    Saat melamar pekerjaan atau mendaftar sekolah (biasanya kedinasan), ada instansi yang mensyaratkan surat keterangan (suket) sehat jasmani ...
  • Penghambat Seleksi CPNS
    Sekali lagi ya, jadi PNS itu bukan cita-cita semua orang. Bukan juga cara cepat biar kaya karena penghasilannya biasa saja. Masih banyak pe...
  • Dua Manusia Yang Salah Sangka
    “Nikah deh, nanti bakal tahu rasanya gimana.” Seolah tidak     merasakan bagaimana sumpeknya jadi jomblo yang tiap lebaran ditanya...
  • Share Pengalaman Seleksi CPNS Guru Kimia DKI (Part 3 - SKB) #2019goestoASN
    Ada empat orang yang nilainya melampaui  passing grade  SKD, tapi yang lolos ke SKB maksimal 3 X formasi. Karena formasi Guru Kimia di SMA ...
  • Share Pengalaman Seleksi CPNS Guru Kimia DKI (Part 4 - Pemberkasan) #2019goestoASN
    Sebulan lebih menunggu pengumuman hasil integrasi SKD-SKB yang menjadi penentu kelulusan seleksi CPNS (tentang proses SKB 👉 bisa buka ini...
  • Share Pengalaman Seleksi CPNS Guru Kimia DKI (Part 2 - SKD) #2019goestoASN
    Setelah kemarin nulis tentang bagaimana mencari formasi yang sesuai dengan latar pendidikan sampai dengan tahapan seleksi administrasi (kl...
  • Seangker Itukah Anker ??
    Sebetulnya bukan pertama kali saya pake moda transportasi commuter line alias KRL yang menjadi sangat berjasa bagi kaum komutasi. Gara-ga...
  • Malu Bertanya, Motor Tertahan, Uang Melayang, Pengalaman
    Kejadian ini hanya dilakukan oleh profesional. Jangan ditiru jika ada anda belum cukup sabar. *padahal kayanya banyak yang ngalamin lebih ...
  • Sepuluh Hari Pertama Jadi Istri
    Pekan lalu, tepatnya Minggu 1 Juli 2018 saya melepas lajang 💑. Ada sedikit penyesalan ... kenapa ga dari dulu 😅. Tapi, tetap aja masih ad...
  • Jangan Asal Speak Up
    Peran manusia sebagai makhluk sosial menuntut kita untuk bisa berkomunikasi secara sosial, entah lewat tulisan atau yang lebih seringkali k...

Blog Archive

  • ►  2022 (1)
    • ►  September 2022 (1)
  • ►  2019 (10)
    • ►  May 2019 (1)
    • ►  March 2019 (1)
    • ►  February 2019 (6)
    • ►  January 2019 (2)
  • ►  2018 (16)
    • ►  August 2018 (1)
    • ►  July 2018 (2)
    • ►  June 2018 (1)
    • ►  March 2018 (5)
    • ►  February 2018 (4)
    • ►  January 2018 (3)
  • ►  2017 (4)
    • ►  September 2017 (1)
    • ►  August 2017 (2)
    • ►  July 2017 (1)
  • ►  2016 (9)
    • ►  September 2016 (1)
    • ►  July 2016 (3)
    • ►  June 2016 (1)
    • ►  April 2016 (4)
  • ►  2015 (2)
    • ►  June 2015 (1)
    • ►  March 2015 (1)
  • ►  2014 (8)
    • ►  August 2014 (2)
    • ►  July 2014 (1)
    • ►  June 2014 (2)
    • ►  April 2014 (1)
    • ►  January 2014 (2)
  • ►  2013 (26)
    • ►  December 2013 (4)
    • ►  November 2013 (5)
    • ►  October 2013 (2)
    • ►  September 2013 (1)
    • ►  August 2013 (3)
    • ►  June 2013 (2)
    • ►  April 2013 (1)
    • ►  March 2013 (3)
    • ►  February 2013 (2)
    • ►  January 2013 (3)
  • ▼  2012 (22)
    • ►  December 2012 (1)
    • ►  November 2012 (1)
    • ►  October 2012 (1)
    • ►  September 2012 (2)
    • ►  August 2012 (3)
    • ►  July 2012 (5)
    • ▼  June 2012 (9)
      • Renungan Oh Renungan
      • TETANGGA
      • Menjadi Mahasiswa Versi Kamu
      • Belajar Teknologi Itu Bukan Perlu, Tapi Butuh
      • Analisis Silabus yang Bikin M*mpus
      • Proudly i admit that i’m single.............
      • Pola Pengasuhan vs Pola Pendidikan
      • Menjadi Guru Itu (tidak) Mudah
      • Let's Brave to (re)start
  • ►  2010 (2)
    • ►  April 2010 (2)

Categories

  • cerita guru (1)
  • cerita PPL (1)
  • corat-coret (37)
  • kuliah (2)
  • meluangkan waktu (3)
  • nyastra (2)
  • opini (36)
  • perjalanan (6)
  • The Journey of Emak-emak (9)

Created with by ThemeXpose . Distributed by Weblyb