Powered by Blogger.

Pages

  • Home
facebook twitter instagram

Widya's Babble

Self Reminder. Bukan berarti sudah baik.



                Entah lagi kerasukan setan atau iblis darimana. Yang jelas, maaf kata aja ya kalo ada yang merasa tersinggung atau marah dengan tulisan ini. Kan ini judulnya blog. Yang katanya singkatan dari web log, yang sering diartikan sebagai diary online lah. Hari ini lagi mau menggerutu tentang fenomena Mahasiswa DO yang sering marak di kampus setiap awal semester. Karena biasanya orang-orang ini baru nongol (ketahuan) pada saat batas waktu pembayaran SPP sudah habis. Hmm, sebelumnya kemana aja. Saya ga suudzon sih. Mungkin mereka berusaha dulu waktu itu, dan ternyata malah tetep ga bisa dan terancam DO itu tadi.
                Sebenarnya kali ini saya bukan lagi mau bahas tentang mahasiswa DO-nya. Tapi temen-temen dari mahasiswa itu yang malah enak ongkang-ongkangan kaki menikmati aliran duit negara ke rekening mereka tiap bulannya. Buat mereka yang nerima beasiswa karena prestasi, ya saya ga permasalahin lah. Itu salah satu bentuk apresiasi buat usaha mereka. Tapi ini tentang yang ‘tidak mampu’. Saya iri sama mereka? Iya, saya iri. Karena ternyata saya salah mengartikan apa arti ‘tidak mampu’ itu sendiri. Dulu, saya ogah disebut kategori tidak mampu karena (jujur aja) selain gengsi, ya saya masih bisa berusaha buat bayar kuliah dan segala tektek bengeknya itu. Ternyata setelah sampai di kampus dan melihat mereka yang ‘tidak mampu’ itu, ternyata ‘tidak mampu’ beli smartphone itu juga masuk kategori. Ckckck. Mau berdalih apa? Smartphone yang kamu beli bukan dari uang beasiswa? Lahh itu kamu mampu beli smartphone? Yang saya yakin harganya bisa buat bayar SPP satu semester bahkan mungkin masih ada sisanya. Kenapa? Kamu beli smartphone pake duit beasiswa? Itu lebih salah lagi. Pemerintah ngasih itu duit buat dipake kebutuhan kuliah. Bukan buat foya-foya, apalagi jaga gengsi di depan temen-temen kamu. Haha. Saya bukan lagi iri karena ga punya smartphone. Saya bakal beli sendiri itu smartphone pake duit hasil ngajar. Ini bukan hanya tentang smartphone. Pake dalih apa pun, kamu akan tetep di-cap ‘salah’ selama kamu (yang nerima uang beasiswa) masih punya gaya hidup di atas temen-temen kamu yang kuliah pake duit mereka sendiri.
                Topik kaya gini pernah ditulis sama seorang mahasiswa (saya lupa nama dan jurusan apa) di forum Grup Kampus saya. Responnya? Uhhhh. Banyak yang antusias. Banyak yang ng-iya-in gaya hidup ‘oknum’ penerima beasiswa ini yang ga sesuai sama yang diakuin mereka saat seleksi administrasi beasiswa. Banyak juga dari mereka yang membela diri. Oke lah. Itu hak mereka. Lagian saya juga yakin, tidak semua dari mereka seperti itu. Makanya saya bilang ‘oknum’.
                Buat orang yang kaya sekalian, masalah kaya gini bukan jadi masalah. Karena mereka punya banyak duit. Tapi bagi saya dan temen-temen lain yang mungkin masuk kategori biasa-biasa aja, hal kaya gini menimbulkan ‘kecemburuan’. Suka geli dan gatel pengen komentar.Mungkin sebagian orang menganggap orang kaya saya ini orang picik yang bisanya Cuma nyalahin orang lain dan ga bisa bersyukur sama rejeki yang udah Allah kasih. Saya anggap itu sebagai aksi protes dan luapan rasa lelah atas usaha mereka dan melihat orang tua yang juga banting tulang buat ngebiayain anaknya. Saya sangat sangat sangat bersyukur dikasih jalan rejeki dengan cara tidak hina dan mulia seperti ini. Meski harus cape karena setelah selesai kuliah harus pergi ngajar. Tapi pengen senyum juga ketika masih bisa dapet nilai A ketika hasil nilai keluar, sementara dari mereka ga jarang yang harus ngulang. Bukan saya senyum atas ketidaklulusan mereka, saya senyum atas keberhasilan saya sendiri.  Saya anggap ini bonus dari Allah atas segala perjuangan saya. Toh saya masih bisa dapet nilai bagus meskipun saya punya jatah waktu belajar yang lebih sedikit dari mereka. Cuma segitu perjuangan saya. dan Cuma itu yang bisa saya banggain. Karena saya tahu masih banyak orang diluar sana yang capenya jauh lebih luar biasa dari saya.
                Balik tentang mahasiswa DO, saya pengen nanya sama ‘oknum’ penerima beasiswa itu. Apa mereka ga merasa bersalah ketika ada mahasiswa yang penuh semangat ingin menuntut ilmu, tidak bisa membayar biaya SPP, sementara mereka masih pakai smartphone, hangout tiap weekend, dan TV layar datar di kosan? Saya juga pengen nanya sama orang yang sering berkoar-koar di depan gedung rektorat, memperjuangkan nasib temennya yang mau DO, ada ga dari mereka yang jadi ‘oknum’ penerima beasiswa itu? Kalau ada, ko mereka masih punya muka buat protes ke rektor, bukan ke diri mereka sendiri? Saya juga mau nanya sama mereka, apa mereka ga berani negur temen mereka sendiri yang jadi ‘oknum’ itu, sementara mereka berani negur rektor?
                Saya ga paham tentang agama. Apalagi itung-itungan dosa. Saya juga ga tahu apa yang mereka lakuin masuk kategori dosa, apa enggak. Itu urusan Allah. Ini tentang rasa ‘malu’ aja dulu. Ko mereka ga malu ya sama temen mereka yang hidup biasa-biasa aja demi supaya bisa bayar kuliah. Malah mereka bisa bangga pake smartphone, LCD TV di kosan, kendaraan buat ngampus, dll aja. Masa iya saya harus ngunjungin atau wawancara satu persatu itu ‘oknum’ buat tau kekayaan apa aja yang mereka punya sebelum dan setelah mereka dapet beasiswa. Kaya mau jadi pejabat aja.
                Satu masukan deh buat sistem penerimaan beasiswa. Tolong diaudit yang bener dong datanya. Jangan sampai ada uang yang nyasar. Kan ikut dosa juga mungkin kalau anda itu memberikan hak pada orang yang salah. Baru jadi mahasiswa aja ko rasanya udah ada bibit-bibit ‘kemaruk’ gitu lho. Pantes aja banyak pejabat yang makan uang rakyat.
               
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Newer Posts
Older Posts

About me

Widya P Suharman

Melankolis-Plegmatis
Ibu dari satu anak kandung dan Ibu dari puluhan siswa

Popular Posts

  • Membuat Surat Keterangan (Suket) Sehat Jasmani dan Rohani Serta SKBN di RSUD Cibabat
    Saat melamar pekerjaan atau mendaftar sekolah (biasanya kedinasan), ada instansi yang mensyaratkan surat keterangan (suket) sehat jasmani ...
  • Penghambat Seleksi CPNS
    Sekali lagi ya, jadi PNS itu bukan cita-cita semua orang. Bukan juga cara cepat biar kaya karena penghasilannya biasa saja. Masih banyak pe...
  • Dua Manusia Yang Salah Sangka
    “Nikah deh, nanti bakal tahu rasanya gimana.” Seolah tidak     merasakan bagaimana sumpeknya jadi jomblo yang tiap lebaran ditanya...
  • Share Pengalaman Seleksi CPNS Guru Kimia DKI (Part 3 - SKB) #2019goestoASN
    Ada empat orang yang nilainya melampaui  passing grade  SKD, tapi yang lolos ke SKB maksimal 3 X formasi. Karena formasi Guru Kimia di SMA ...
  • Share Pengalaman Seleksi CPNS Guru Kimia DKI (Part 4 - Pemberkasan) #2019goestoASN
    Sebulan lebih menunggu pengumuman hasil integrasi SKD-SKB yang menjadi penentu kelulusan seleksi CPNS (tentang proses SKB 👉 bisa buka ini...
  • Share Pengalaman Seleksi CPNS Guru Kimia DKI (Part 2 - SKD) #2019goestoASN
    Setelah kemarin nulis tentang bagaimana mencari formasi yang sesuai dengan latar pendidikan sampai dengan tahapan seleksi administrasi (kl...
  • Seangker Itukah Anker ??
    Sebetulnya bukan pertama kali saya pake moda transportasi commuter line alias KRL yang menjadi sangat berjasa bagi kaum komutasi. Gara-ga...
  • Malu Bertanya, Motor Tertahan, Uang Melayang, Pengalaman
    Kejadian ini hanya dilakukan oleh profesional. Jangan ditiru jika ada anda belum cukup sabar. *padahal kayanya banyak yang ngalamin lebih ...
  • Sepuluh Hari Pertama Jadi Istri
    Pekan lalu, tepatnya Minggu 1 Juli 2018 saya melepas lajang 💑. Ada sedikit penyesalan ... kenapa ga dari dulu 😅. Tapi, tetap aja masih ad...
  • Jangan Asal Speak Up
    Peran manusia sebagai makhluk sosial menuntut kita untuk bisa berkomunikasi secara sosial, entah lewat tulisan atau yang lebih seringkali k...

Blog Archive

  • ►  2022 (1)
    • ►  September 2022 (1)
  • ►  2019 (10)
    • ►  May 2019 (1)
    • ►  March 2019 (1)
    • ►  February 2019 (6)
    • ►  January 2019 (2)
  • ►  2018 (16)
    • ►  August 2018 (1)
    • ►  July 2018 (2)
    • ►  June 2018 (1)
    • ►  March 2018 (5)
    • ►  February 2018 (4)
    • ►  January 2018 (3)
  • ►  2017 (4)
    • ►  September 2017 (1)
    • ►  August 2017 (2)
    • ►  July 2017 (1)
  • ►  2016 (9)
    • ►  September 2016 (1)
    • ►  July 2016 (3)
    • ►  June 2016 (1)
    • ►  April 2016 (4)
  • ►  2015 (2)
    • ►  June 2015 (1)
    • ►  March 2015 (1)
  • ►  2014 (8)
    • ►  August 2014 (2)
    • ►  July 2014 (1)
    • ►  June 2014 (2)
    • ►  April 2014 (1)
    • ►  January 2014 (2)
  • ▼  2013 (26)
    • ►  December 2013 (4)
    • ►  November 2013 (5)
    • ►  October 2013 (2)
    • ►  September 2013 (1)
    • ►  August 2013 (3)
    • ►  June 2013 (2)
    • ▼  April 2013 (1)
      • Mahasiswa DO vs Mahasiswa Beasiswa Abal-Abal
    • ►  March 2013 (3)
    • ►  February 2013 (2)
    • ►  January 2013 (3)
  • ►  2012 (22)
    • ►  December 2012 (1)
    • ►  November 2012 (1)
    • ►  October 2012 (1)
    • ►  September 2012 (2)
    • ►  August 2012 (3)
    • ►  July 2012 (5)
    • ►  June 2012 (9)
  • ►  2010 (2)
    • ►  April 2010 (2)

Categories

  • cerita guru (1)
  • cerita PPL (1)
  • corat-coret (37)
  • kuliah (2)
  • meluangkan waktu (3)
  • nyastra (2)
  • opini (36)
  • perjalanan (6)
  • The Journey of Emak-emak (9)

Created with by ThemeXpose . Distributed by Weblyb