Powered by Blogger.

Pages

  • Home
facebook twitter instagram

Widya's Babble

Self Reminder. Bukan berarti sudah baik.

Sumber : abbiummi.com
Pernahkah anda melihat seorang siswa yang mogok sekolah? Entah karena terjerumus pergaulan remaja atau asik dengan dunia sendirinya lewat bermain games. Atau seorang anak yang memberontak orang tua, pergi dari rumah dengan alasan cinta atau cita-cita yang tak direstui?

Sekilas, anda mungkin jengah melihat ulah mereka yang tak tahu diuntung, menyia-nyiakan kesempatan, waktu muda hanya untuk kesenangan sesaat. Namun, selang beberapa tahun kemudian, anda bisa melihat kehidupan mereka berjalan baik dan kembali normal seperti orang lain pada umumnya. Seperti masa lalu yang telah mereka alami tak berpengaruh pada apa yang mereka jalani saat ini.

Bagi saya itu lah titik kritis. Titik dimana anda begitu merasa terpuruk dan bagi anda, orang di sekitar hanya bisa menyalahkan tanpa bisa memahami kondisi psikologi anda yang butuh dorongan dan dukungan.

Merasa menjadi bagian roda paling bawah, tak terperhatikan, atau justru menjadi pusat perhatian karena ketidakmampuan. Dipandang orang bukan karena prestasi, tapi karena anda melihat sorot prihatin dan iba dalam mata mereka. Pasti lah bukan keadaan yang membuat anda menjadi termotivasi, seperti yang anda harapkan.

Saya percaya bahwa setiap orang akan memiliki titik kritisnya masing-masing. Dan tak ada yang tahu kapan datang. Seperti seorang pedagang yang tidak tahu kapan bangkrut atau seorang pengusaha yang tidak tahu kapan rugi. Sebagian besar mengalaminya pada masa muda. Dan selamatlah anda ketika mendapati titik kritis anda berada pada masa itu. Karena artinya, masih banyak waktu untuk memperbaiki.

Lalu bagaimana bila kondisi itu datang justru ketika teman anda sedang menikmati gelimangan prestasi hasil kerja keras mereka? Sementara anda sedang terseok, mencoba bangun dari keruntuhan yang begitu dramatis. Jatuh dari podium yang tanpa anda sadari, punya pondasi yang rapuh, sehingga mudah roboh saat anda merayakan euphoria kemenangan.

Atau itu cara Allah menegur anda karena kesombongan yang sempat anda miliki. Atau justru Allah sedang membelai lembut anda dengan kasih sayang tanpa batas yang hanya bisa anda miliki kalau anda juga punya sabar yang juga tanpa batas.

Titik kritis bukan satu kondisi mudah untuk dipanjat kembali. Walau kadang beberapa orang tetap tersenyum dan terlihat baik-baik saja. Mereka bilang bahwa semua orang bisa kembali merangkak, asal memiliki tekad yang kuat. Sementara anda merasa bahwa posisi anda saat ini jauh di bawah yang mereka sangka. Kalau begitu, percayalah kembali bahwa Allah akan mengangkat lebih tinggi lagi seseorang yang telah jatuh dari jurang dibandingkan seseorang yang hanya dijatuhkan ke dasar kolam renang.

Semua orang pernah jatuh. Setiap orang juga memberikan saran ketika anda jatuh. Tidak perlu pesimis dengan saran orang lain yang tidak bekerja pada anda. Karena setiap orang punya cara sendiri untuk bangun. Mungkin anda belum menemukan cara yang tepat. Tetap melangkah ke depan sembari mencari jalan lain. Tak perlu risau dengan kicauan orang. Yang perlu dilakukan hanyalah melakukan yang terbaik dari apa yang anda bisa dan menjadi yang terbaik menurut versi anda sendiri.

Mengutip quotes dari Tere Liye
Biji buah yang dimasukkan ke dalam lubang, kemudian ditimbun tanah, mungkin merasa hidupnya sudah gelap sekali. Sendirian. Untuk esok-lusa, dia akhirnya menyaksikan, tubuhnya tumbuh, membesar, tinggi, kuat, menjulang kemudian bisa menatap sekitar yang begitu indah. Bermanfaat bagi sekelilingnya. 
Begitulah kehidupan kita. Barangsiapa yang merasa merana sekali, seperti dimasukkan dalam lubang gelap masalah kehidupan. Maka, insya Allah, boleh jadi Allah sedang mempersiapkan kita agar jadi pohon yang tinggi menjulang besok lusa. Bermanfaat bagi sekitarnya. - Tere Liye
Lalui saja titik kritis itu. Toh, hanya akan beberapa jenak saja. Seperti seorang remaja yang kehilangan arah kemudian menjadi anak yang membanggakan.
Share
Tweet
Pin
Share
1 comments
Tulisan ini terbit di hipwee community tanggal 15 Juli 2016. Dapet rekor baru nih di hipwee community, dalam sehari terbit hampir nembus 500 shares. Hihi. Gini aja girang. Soalnya mengingat tulisan sebelumnya mentok di 98 dan ga nambah-nambah lagi kayanya. Tulisan ini copy-paste banget ko sama yang di hipwee, cuma disana plus foto penambah keindahan gitu. Buat yang mau baca versi sana mangga ini linknya. Buat yang mau baca disini aja, juga silahkan.

Belum menikah saat yang lain sudah itu terlihat asing bagi sebagian orang. Padahal kami menganggapnya wajar dan tidak menjadikannya suatu beban. Kami sadar bahwa kehidupan setiap orang beragam. Standar bahagianya pun jadi bermacam-macam. Kalau kebanyakan wanita Indonesia menikah di bawah umur 25, itu hanya karena budaya. Tidak ada aturan tertulis batasan maksimal seorang wanita harus melepas masa lajangnya.

Bagi kami pertanyaan semacam itu menjadi hiburan sekaligus alarm alam. Kami yang menjawab dengan hanya senyuman bukan tidak tahu harus menjawab apa. Kami hanya bingung mulai dari mana harus menjelaskan. Tenang saja. Kami tetap wanita yang akan selalu ingat akan kodratnya. Kami tetap bercita-cita menggenapkan naluri,  menjadi istri juga seorang ibu.

Pergi ke pesta tanpa pasangan memang pilihan kami
Kami senang menerima undangan atau hanya sekadar kabar pernikahan. Kami juga tetap hadir dan turut bahagia. Namun, kedatangan kami yang seorang diri kadang malah mengundang tatapan aneh. Seolah kami adalah badut pesta yang lupa membawa hiasan merah di hidungnya.
Kami hanya mau jadi diri sendiri tanpa perlu terjebak dalam kepura-puraan. Bukan enggan dengan kawan dari lawan jenis. Kami dengan senang hati menerima ajakan, tapi juga tidak mau berpusing ria mencari karena menganggap itu sebuah keharusan. Bagi kami datang dengan orang tua atau teman wanita juga tak masalah. Toh sang pengantin juga tetap senang hati dengan doa dan kehadiran, bukan melihat dengan siapa kami datang.

Kami sadar bahwa pernikahan bukan sekadar hubungan untuk meneruskan garis keturunan
Foto bayi yang lucu dan potret keluarga bahagia bukannya tidak menggelitik kami untuk menyegerakan. Saat kami turut berkomentar betapa lucunya anak pertama kalian, kami juga sedang membayangkan akan seperti apa milik kami nantinya.
Sejatinya pernikahan menjadi ikatan sakral yang hanya akan dipisahkan oleh ajal. Karena itu, seperti yang sudah dilakukan orang-orang, kami juga berhati-hati dalam memutuskan. Kami tak mau kemudian hanya menjadi orang tua yang mengorbankan anak-anak demi mempertahankan ego semata. Kami sedang mempersiapkan diri menjadi orang tua terbaik bagi generasi yang akan lebih baik dari kami nantinya. Tentunya upaya yang kami lakukan akan sia-sia jika kami tak menemukan orang yang juga melakukan persiapan.

Tak perlu risau, kami tetap bisa tampil muda dan segar
Kebebasan kami dari repotnya mengurus tetek bengek urusan rumah tangga membuat kami punya waktu yang lebih leluasa. Kami tak perlu repot mengurus suami pada pagi hari dan bisa mandi dalam bathtub dengan aromaterapi. Saat weekend, kami juga bebas seharian memanjakan diri di salon tanpa perlu ijin siapa pun.
Bukan kami sedang bersorak atas kerepotan pernikahan. Kami hanya ingin kalian sadar bahwa kami tahu kok cara merawat diri dan tampil cantik. Jadi tolong berhenti memberikan tips kecantikan untuk mencari pasangan. Tolong langsung bawakan saja calonnya.

Bukannya pemilih, kami hanya perlu waktu mencari orang asing yang akan diajak berbagi
Tak bisa dipungkiri bahwa laki-laki yang akan mendampingi nanti adalah orang asing pada mulanya. Mereka bukan orang tua atau saudara kandung yang biasa kami ajak bercanda. Kami perlu waktu menyeseuaikan selama pacaran atau bahkan taaruf yang singkat itu. Berbagai perbedaan akan kami pelajari dan kami terus membuka mata dan telinga untuk tahu tentang dia lebih banyak. Karena kami tahu, setelah menikah kami harus menutupnya rapat-rapat agar tak terusik gosip-gosip tetangga.
Pernikahan bukan sekadar berbagi kamar atau lemari bersama. Kami tahu menerima kehadiran orang lain di sebelah saat bangun pagi akan selalu menimbulkan sensasi kaget yang aneh untuk beberapa hari. Ya, mungkin kami juga perlu mencari orang asing dengan ritme dan tempo dengkuran yang bisa menyeimbangi.

Kami akan menikah pada waktunya
Jangan anggap kesendirian kami sebagai bentuk antipati kami pada sebuah hubungan pernikahan. Kami sadar dan tahu betul tentang ibadah untuk menggenapkan setengah agama itu. Kami tetap memikirkan. Kami juga bukan kaum yang memandang sinis pada mereka yang memutuskan menikah dengan mudah. Kami tetap turut bahagia saat melihat kawan merubah statusnya.
Kami hanya perlu waktu yang tidak sama dengan mereka. Berbagai alasan mulai dari karir hingga sekolah lagi bukan sebagai alibi, namun memang itulah kami. Bukankah kita semua diajarkan untuk menghargai setiap ideologi?

Doakan saja

Kami tetap akan menghargai berbagai guyonan untuk cepat menikah. Kami hanya tidak ingin dipandang kasihan. Akan lebih baik kalimat pertanyaan “kapan menikah?” diganti dengan doa “mudah-mudahan cepat menikah ya”. Itu akan terdengar lebih menyejukkan dan lebih bisa kami terima.
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Ini kali kedua saya nulis tentang media sosial. Dulu nulis "Digunakan Untuk Apa Media Sosialmu?" Sekarang setelah lama ikut-ikutan, jadi merasa kalau media sosial membawa banyak pengaruh. Positif dan negatif.

Positifnya jalur informasi jadi punya banyak lajur. Berita bunuh diri di pusat kota bisa lebih dulu disebar orang lewat status di media sosial, ketimbang wartawan beneran yang harus nulis berita secara rinci dan akurat.

Positifnya yang lain setiap orang punya lahan buat berekspresi, tanpa kudu ngirim dulu opini, yang belum tentu sesuai kriteria redaksi.

Positifnya lagi orang berbondong-bondong jadi artis dadakan, jadi selebgram lah, selebtwit lah, artis vlog, sampai yang paling negatif jadi tuna susila online pun ada. Ga perlu mangkal di Taman Lawang kan. *duhh, salah bahas

Kata artis senior sih, dulu jadi artis susah, harus bertalenta, sekarang banyak medianya lewat ajang pencari bakat. Jaman itu juga sudah lewat. Punya banyak followers sudah jadi modal untuk bisa diendorse sama produk kacangan sampai jutaan.

Selamet yeee buat ente-ente yang bisa manfaatin medsosnya buat cari uang tambahan lewat jualan online. Positif sekalee, ketimbang orang-orang yang cuma jadi korban medsos macem ane. Hiks.
Sementara yang saya rasain selama 'bermain' medsos itu jadi banyak negatifnya. Hahaha. Jangan marah ya. Emang dasarnya otak saya itu lebih banyak isi negatifnya, makanya harus ketemu yang negatif juga biar jadi positif *ga nyambung.

Negatif pertama, menghabiskan waktu.
Pernah coba ngitung berapa menit yang dihabiskan dalam sehari untuk membuka medsos? Di luar aplikasi chatting ya. Saat libur, kalau dikalkulasikan, saya bisa lebih dari 2 jam mantengin TL berbagai medsos. Hehehe. Mudah-mudahan kita semua diajuhkan dari api neraka karena waktu senggang ya. Masih banyak hal bermanfaat yang bisa dikerjakan ternyata. Hiks.

Negatif kedua, memunculkan penyakit hati
Mantan follow kita. Padahal dalam hati punya dendam terselubung yang membumbung gara-gara doi berhutang belum dibayar. Atas nama 'tidak enak' akhirnya difolback juga. Akibatnya punya celah untuk stalking, berujung tangis yang melengking. Karena liat foto doi yang sudah nikah bersama teman sebangku jaman masih ceking.

Belum lagi rasa iri, dengki hati, jika melihat postingan teman beli mobil baru, pake tas mahal, atau rajin liburan ke luar negeri. Mending kalau cuma ngelus dada, nah kalau minta suami yang cuma kuli, apa namanya kalau ga ngaca diri?
Sementara dia lupa bersyukur punya suami yang selalu pulang ke rumah dan bantu kerjaan istri. Daripada suami yang bahagiain harta, tapi juga tebar pesona sama nona-nona. Jadi suudzon. Tuh kan nambah lagi penyakit hatinya.

Negatif ketiga, salah memilih idola
Sudah dibahas di atas, bahwa medsos memunculkan artis dadakan, yang tentu saja manusia. *ya ya lah. Tak pernah lepas dari khilaf dan dosa. Tapiiii, pilih lah yang sekiranya lebih banyak memberi contoh baik. Bukan idola yang doyannya pamer barang mahal dan bikin ngiler terus menggiring kita sama konsumerisme. Mending pamer barang doang. Kalau sampe pamer body juga. Hmm. Idola sempurna hanyalah Rasulullah *gaya kan saya.

Negatif keempat, jadi follower yang sebenarnya kudet
Tak perlu pasang iklan untuk pomosi wisata baru sekarang. Cukup posting foto dengan angle pas, upload. Orang akan datang, apalagi ditambah mereka akan jadi agen iklan gratisan (foto, upload). Rantai yang diciptakan postingan akan lebih dahsyat dari rantai mulut ke mulut. *naon sih

Meskipun sebenernya miris, pengen dibilang gaul sampai harus ikut-ikutan. Jelajah lah sudut lain kota atau bahkan Indonesia, masih banyak hal indah yang belum terjamah.
Karena yang lebih kekinian itu bukan follower, tapi discover.

Negatif kelima, tanpa sadar jadi ingin pujian
Punya tempat makan baru? Ga perlu gaji chef mahal. Pasti laku. Dengan catatan, tempatnya upload-able, makanan ga enak ga masalah. Dan tunggu saja tempat anda akan penuh dengan reservasi dan waiting list. Karena jaman sekarang yang penting bisa diliat orang. Ada kebanggan tersendiri ketika postingan kita bertabur like dan tanggapan. Apalagi kalau sampai mantan ikut komentar "kamu cantikan". *jlebbb

Belum lagi masih ada lho sebagian orang yang 'pamer' aktivitas ibadahnya di medsos. Hmm, mungkin semua tergantung niat ya. Sebagai pembaca ga boleh juga sih langsung ngejudge kalo doi punya niatan riya. Tapi jadi balik ke poin negatif kedua, bikin pembaca suudzon. 
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
"Linggih heula atuh ka rorompok"
Itu adalah basa-basi dalam sunda yang jika diartikan menjadi "Mampir dulu ke gubuk". Rorompok itu bahasa halus yang digunakan untuk menunjukkan rumah sendiri. Kalau untuk rumah orang lain ya bukan rorompok lagi. Istilah rorompok itu digunakan sebagai bentuk kerendahan hati.


Rendah hati itu bagus, malah harus. Supaya terhindar dari sifat takabur yang memberangus.

Tapi kok saya heran ya.
Beberapa orang punya rasa rendah hati yang terlalu merendah bahkan hingga mencium dasar dari kerendahan harga dirinya sendiri.


Jadi begini. Ini cerita tentang beberapa orang di negeri seberang yang punya sifat serakah dibalut kemunafikan. Yang katanya mereka akan menjadi pemimpin masa depan, tapi sudah terlihat bibit-bibit pemanfaatan kekayaan yang bukan haknya.
Dengan tega mencuri hak yang sudah jelas dilabeli "untuk orang miskin" demi menimbun rupiah dalam kantong pribadi.

Cerita tentang penjahat berjas kelas kakap yang hasilnya milyaran tak usah lah diceritakan. Negeri itu sudah terkenal akan korupnya, ketimbang alam indahnya.
Tapi masih ada saja, yang katanya, calon pemimpin masa depan itu, yang dengan percaya dirinya mengaku berhak atas tunjangan (red.beasiswa *biar langsung jleb) orang miskin, tapi garasi rumah di kampungnya nampung 2 mobil keluaran terbaru yang masih mulus. Itu hanya pemisalan ya. Karena biasanya pemisalan itu suka berlebihan, walau sering juga lebih miris di kenyataannya.
Mudah-mudahan saja mereka peka dengan sebagian kawan lain yang dengan sibuk mengajukan penangguhan karena tak mampu bayar sesuai deadline meski sudah hilir mudik kerja sampingan.


Itu hanya sebagian cerita lho. Masih beragam ternyata rakyat di negeri seberang itu. Mulai dari gengsi gede pake motor mahal, tapi kasih makan bbm yang bersubsidi paling besar. Sampai pura-pura lumpuh demi menadah belas kasihan orang-orang di jalan. Ada juga penipuan berkedok panti asuhan.

Intinya sih begini. Pandai-pandai mengukur diri. Kapan merasa cukup miskin, kapan merasa cukup kaya, jangan sampai terbalik.

Saya menulis ini juga sekadar berbagi sekaligus mengaca diri. Sudahkan saya terhindar dari sifat demikian? Jangan-jangan pernah atau suatu saat nanti akan, karena kepepet  nafsu dunia keadaan. Yang belum mudah-mudahan jangan sampai kejadian. Yang sudah mudah-mudahan dimaafkan.

Nasihat itu memang awalnya sakit. Susah masuk ke naluri. Biasanya cuma pengen bikin tanggapan pake emosi.

Dan yang pasti nasihat juga bahan cambukan untuk yang menyampaikan.




Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Jujur aja ini mah ya. Tulisan ini lahir gara-gara bahas gimana kalo pacar mantan ternyata lebih dibandingkan kita. Lebihnya variatif ya. Lebih cantik/ganteng, lebih kaya, lebih populer, lebih besar ... badannya, atau apa pun yang serba lebih. 

Ada yang pernah atau sedang mengalami hal itu barangkali?

Apa sih rasanya? Sedih? Biasa aja?

Terus kita harus gimana? Oplas? Kerja keras biar dapat lebih banyak uang? Suntik silikon? *lho? Dan segala macam cara supaya bisa ‘sepadan’ sama pacar mantan kita?

Kenapa? Malu? Sama siapa? Sama temen-temen yang nyangka kita kalah saing?

Umpamanya gini sih. Ada masanya ketika NuL!5 p@K3 c@R4 G1n! Itu gaul banget. Dan ketika masanya habis, alay disematkan pada pelakunya. Kalo beberapa waktu lalu Camera360 jadi default kamera sejuta umat (saya instal juga sih, hehe. Langsung uninstal di hari yang sama. Haha.), sekarang muncul tagline “Muka itu dirawat, bukan diedit”.

Jadi, semua itu tentang persepsi sih. Orang yang terbiasa mengikuti tren (mulai dari baju, makanan atau gaya hidup biar dipandang kemasa-kinian) biasanya peduli dengan apa yang orang lain pakai/miliki, tanpa mempertimbangkan apa hal itu memang pantas/sesuai dengan kita. Sedangkan orang yang lebih cuek, tidak peduli dengan apa yang orang lain bilang, yang penting dirinya sendiri merasa nyaman. Saran sih, dalam beberapa situasi lebih baik untuk menjadi orang kedua. 

Why??

Seperti halnya sebuah kota wisata yang akan memiliki daya tariknya masing-masing. Hmm, misalnya Bandung dan Jogjakarta. Mereka tetap memiliki pengunjungnya masing-masing dan tidak menjadikan yang lain sebagai saingan. Karena setiap orang yang berkunjung ke kota tersebut akan memiliki ekspektasi yang berbeda tentang liburan yang akan dia jalani. Orang yang akan mengunjungi Bandung mungkin memiliki ketertarikan pada wisata belanja dan kuliner. Sedangkan Jogja menjanjikan kekentalan wisata budaya dan sisi tradisional khas Jawa.

Setiap orang bukan lahir untuk dibandingkan, namun untuk mewarnai kebhinekaan. Wewww, jadi berat. Hahaha. Intinya ini bukan tentang siapa yang lebih istimewa dibandingkan siapa. Keistimewaan itu sama halnya seperti selera, relatif. Tidak perlu selalu mengikuti apa yang sudah jadi ‘populer’ atau bahkan berusaha jadi orang lain.
Seperti halnya elektron yang mengalami eksitasi, relaksasi dengan melibatkan pertukaran energi, kamu pun begitu. Tapi tetap ingat untuk kembali pada ground state, kestabilan. *apa sih?

Adaptasi itu perlu, bahkan harus. Tapi bukan untuk menjadi sama. Ambil yang sesuai untuk lebih memunculkan sisi istimewa dalam diri. 

Tambahannya buat yang galau karena pacar mantan. Yakin mau instal lagi Camera360? Eh salah. Tanya dulu deh sama diri sendiri. Yakin mau kalo diajak balikan? Yakin mau makan lagi makanan yang udah dilepehin? Terus ngapain musingin pacarnyaaa? Hidup udah ribet ngapain dipake mikirin begituan.

Everybody deserves for the best

Kalau dia mendapat yang (menurut kamu) lebih, berarti kamu juga akan. Tinggal tunggu yang sesuai. Sambil nunggu, pantaskan diri dulu.

*** Selamat Mengistimewakan Diri***

Share
Tweet
Pin
Share
No comments

Pernah makan di luar kan? Pasti lah.
Suka dihabisin ga?
Kenapa ga dihabisin?
Apa?
Ko gengsi?
Takut dibilang kaya orang kelaparan?
Lahh emang alasan kamu makan apa? Bukannnya lapar ya?
Ckckck

Kegiatan makan di luar memang menyenangkan. Apalagi perkembangan rumah makan yang semakin menjamur dan membabi buta (bahasanyaaa). Mulai dari konsep angkringan sampai yang menjual pemandangan (padahal rasa makanannya masih kalah sama tenda pinggiran). Berbagai acara televisi tentang kuliner juga makin bikin orang rajin datang ke tempat yang direkomendasikan. Yapp, kegiatan makan di luar jadi lebih dikenal dan lebih gaya disebut sebagai wisata kuliner.

Tapi, ternyata fenomena makan di luar itu bikin saya jadi bertanya-tanya. Pasalnya (gaya pake pasal segala) beberapa orang yang berwisata kuliner itu doyan banget nyisain makanan. Alias tidak menghabiskan makanannya. Padahal setelah keluar dari resto itu, muncullah seorang ibu yang menggendong anaknya sambil bilang "De, ibu belum makan udah 3 hari." Dan parahnya yang tadi makan bersisa ga terketuk sama sekali. Oke cerita tentang ibu pengemis tadi emang fiksi sih. Tapi kalo tentang yang nyisain makanan mudah kita temukan. Daaan pas saya tanya salah satu orang (pas makan bareng) kenapa dia ga habisin makanan, jawabannya "Malu lah. Entar disangka kelaparan". Waduhh. Situ ngorbanin makanan jadi mubazir cuma karena gengsi?

Kalaupun ga tau dalil tentang dosanya mubazir, coba bayangin kasusnya kamu terbangun malam karena kelaparan, dan melihat adikmu lagi asik nonton bola sambil makan mie. Dan tarraa, mie-nya si adek masih ada tuh di mangkok dan kayanya sih dianggurin gitu aja di meja. Tapi karena kebelet pipis juga, akhirnya kamu ke kamar mandi dulu. Setelah lega mengeluarkan sisa pencernaan dari ginjalmu itu, kamu menghampiri adikmu lagi untuk segera menyantap mie si adek. Tapi, ketika kamu sampai di ruang tv. Mangkoknya pun sudah tak ada. Dan jawaban adek ketika kamu tanya itu gerangan si mie, adekmu dengan enteng jawab "Dibuang. Orang udah kenyang". Silahkan deskripsikan perasaanmu sendiri ya.

Cerita tadi sih cuma gambaran. Intinya, kalau sudah merasa dewasa, pliss hargai apa yang sudah kamu miliki ya. Makanan itu dibeli pake uang. Entah uang ortu apalagi uang kamu, sayang kan kalau ga dihabiskan. Dan si chef yang masak juga pasti lebih seneng ko kalo jerih payahnya lebih dihargai. Tukang cuci piringnya juga, jadi ga repot harus menyisihkan sisa makanan saat menggosok piringmu. Hellooow, itu uang saya sendiri yang nyari, terserah saya dong mau dipake apa. Iya, tapi balik lagi ya. Allah tidak suka pada sesuatu yang mubazir. Milih gengsi apa milih disukai Allah?

Kalau sekiranya perutmu berukuran mungil, pesan setengah porsi aja. Jangen gengsi takut dibilang ga punya uang. Atau jangan sungkan untuk menawarkan makanan pada temanmu yang punya kapasitas ekstra (macam saya) yang akan dengan senang hati menerima. Tapi, tau etika ya. Tawari saat masih baru datang, jangan tawari makanan sisa. Kecuali kalau temanmu yang dengan senang hati menawarkan diri menghabiskan.

Intinya, alasan makan itu karena lapar kan? Dan ga perlu takut dibilang kelaparan. Emang ada orang kelaparan lari ke resto mahal? Palingan juga ke warteg atau warung padang biar dapet nasi banyak.

Daaaan, satu lagi masih tentang makanan dan mubazir yang sering tanpa sadar kita lakukan karena mentang-mentang gratisan. Makan di kondangan alias hajatan. Ngambil seenaknya, tapi cuma diambil dagingnya doang. Ambil sesuai porsi perutmu dan jangan ambil makanan yang ga kamu suka.

*ini tuh semacam lagi kedatangan ibu peri dari manaaa gitu ya. Beberapa hari ini bawaannya jadi baik mulu. Padahal sehari-hari sih jangan ditanya kaya gimana.

Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Bersyukurlah bila ada yang mengingatkan.
Bukan malah mencari pembenaran.
Mengakui kesalahan memang ga gampang.
Tapi kalau coba direnungkan, pasti bakal bilang lagi "ya sih, saya masih kurang bener lagian".
Tidak perlu malu jika salah.
Tidak perlu gengsi juga untuk mengaku salah.
Semua orang pernah salah, kan katanya memang tempatnya salah.

Jadikan kesalahan sebagai momen pembuktian bahwa kita mau belajar.
Insyaallah proses juga dinilai.

Lagi dikunjungi malaikat nih, makanya agak bener. Hehehe. Hayoo ngaku siapa yang masih suka kesel dan ngeyel kalau diingatkan? Manusiawi sih. Saya juga suka begitu lagian. Tapi, ga masalah. Yang namanya kebaikan mah selalu berproses kan ya? Guru itu seneng sama murid yang pinter, tapi bakal lebih seneng sama murid yang ujian pertama dapet 50, di ujian selanjutnya bisa lebih dari itu.


Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Duluuuu sekali, jaman masih kuliah. Jaman pikiran ini masih terkungkung pada dunia kampus yang fana dan hanya sebagai laboratorium kehidupan sesungguhnya. Saya memandang sinis pada orang-orang dengan basic non-kependidikan yang terjun dalam dunia ‘bisnis’ pendidikan.

Duluuu sekali, jaman masih kuliah. Jaman pergaulan saya hanya masih sekitar rekan kampus ‘pendidikan’. Saya selalu mencemooh orang yang ‘ikut-ikutan’ ramai menggerogoti lahan ‘bisnis’ kami.

Yaa begitulah ...
Itulah proses kedewasaan.
Sekarang ...
Saat ini ...
Saya merasa benar-benar ikhas untuk merangkul mereka dan merasa perlu banyak belajar dari orang-orang yang memiliki semangat, keikhlasan, dan hati yang lebih bersih daripada orang-orang dengan basic pendidikan yang menganggap ‘mengajar’ hanyalah sebuah profesi yang dilakoni untuk mencari nafkah dan menjalaninya dengan main-main.

Tidak peduli dengan gelar S.Pd atau lebih. Sudah guru profesional atau belum, rasanya masih banyak orang non-pendidikan sana yang lebih peduli, memiliki panggilan hati untuk mentransfer ilmu dibandingkan mereka yang masih menakar dengan gaji.


Saya dengan rendah hati mengakui belum bisa menjadi seorang guru profesional. Tapi tetap akan selalu belajar. *hahaha, lebay ahhh
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Ampuuun ini blog udah lumutan, banyak sarang laba-laba sampai ada demit yang nebeng hidup juga. Heu.

Liat daftar postingan tiap tahun yang semakin menurun, bikin hati tambah hancur. Hiks. Cita-cita aja pengen rajin 'curhat' di blog, nyatanya nol besaaaar. Hahaha. Kalau boleh nyusun pledoi sih, hal ini dikarenakan banyaknya media sosial macam twitter, IG, sampai BBM atau line (lewat statusnya) yang bisa dijadikan tempat curhat atau sekedar nulis singkat. Hohoho. Dan inilah enaknya. Karena kalau di twitter atau BBM terdapat batasan penggunaan karakter, maka mau tidak mau kemampuan memilih diksi diasah juga. Hehehe. Dan semakin terbiasalah buat nulis hal remeh-temeh dengan kalimat yang lebih singkat. Kalau di IG bisa aja nulis panjang, tapi kembali ke tujuan awal kalau IG diciptakan buat posting foto dan tentunya orang yang buka IG berniat cari gambar kan, bukan baca tulisan?

Soooo, tetap saja kepuasan saat menulis di blog itu tidak tergantikan. Apalagi kalau tahu ternyata mantan juga masih suka stalking blog diam-diam. Hihi. (kalau lho ini. Pertegas lagi. Cuma kalau)
Pertama yang mau saya bilang adalah yeaaayyy, finally I resigned from my previous job. Hahaha. Kok girang? Girang bukan karena kehilangan pekerjaan, tapi karena hilangnya seluruh rasa gamang. Waktu saya cerita ke temen sesama orang Cijerah sih, dia malah ketawa. Katanya orang Cijerah ga bakat rantau. Halahhh, itu anak malah redupin semangat. Padahal kalau ditawarin Malang atau Wonosobo kayanya masih tertarik juga. Hehehe. Entah deh tahan berapa bulan.

Okee lah mumpung sekarang lagi ingat dan kuota sedang bersahabat, mari posting banyak. Hahaha. *kebiasaan jelek sih ya.
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Newer Posts
Older Posts

About me

Widya P Suharman

Melankolis-Plegmatis
Ibu dari satu anak kandung dan Ibu dari puluhan siswa

Popular Posts

  • Membuat Surat Keterangan (Suket) Sehat Jasmani dan Rohani Serta SKBN di RSUD Cibabat
    Saat melamar pekerjaan atau mendaftar sekolah (biasanya kedinasan), ada instansi yang mensyaratkan surat keterangan (suket) sehat jasmani ...
  • Penghambat Seleksi CPNS
    Sekali lagi ya, jadi PNS itu bukan cita-cita semua orang. Bukan juga cara cepat biar kaya karena penghasilannya biasa saja. Masih banyak pe...
  • Dua Manusia Yang Salah Sangka
    “Nikah deh, nanti bakal tahu rasanya gimana.” Seolah tidak     merasakan bagaimana sumpeknya jadi jomblo yang tiap lebaran ditanya...
  • Share Pengalaman Seleksi CPNS Guru Kimia DKI (Part 3 - SKB) #2019goestoASN
    Ada empat orang yang nilainya melampaui  passing grade  SKD, tapi yang lolos ke SKB maksimal 3 X formasi. Karena formasi Guru Kimia di SMA ...
  • Share Pengalaman Seleksi CPNS Guru Kimia DKI (Part 4 - Pemberkasan) #2019goestoASN
    Sebulan lebih menunggu pengumuman hasil integrasi SKD-SKB yang menjadi penentu kelulusan seleksi CPNS (tentang proses SKB 👉 bisa buka ini...
  • Share Pengalaman Seleksi CPNS Guru Kimia DKI (Part 2 - SKD) #2019goestoASN
    Setelah kemarin nulis tentang bagaimana mencari formasi yang sesuai dengan latar pendidikan sampai dengan tahapan seleksi administrasi (kl...
  • Seangker Itukah Anker ??
    Sebetulnya bukan pertama kali saya pake moda transportasi commuter line alias KRL yang menjadi sangat berjasa bagi kaum komutasi. Gara-ga...
  • Malu Bertanya, Motor Tertahan, Uang Melayang, Pengalaman
    Kejadian ini hanya dilakukan oleh profesional. Jangan ditiru jika ada anda belum cukup sabar. *padahal kayanya banyak yang ngalamin lebih ...
  • Sepuluh Hari Pertama Jadi Istri
    Pekan lalu, tepatnya Minggu 1 Juli 2018 saya melepas lajang 💑. Ada sedikit penyesalan ... kenapa ga dari dulu 😅. Tapi, tetap aja masih ad...
  • Jangan Asal Speak Up
    Peran manusia sebagai makhluk sosial menuntut kita untuk bisa berkomunikasi secara sosial, entah lewat tulisan atau yang lebih seringkali k...

Blog Archive

  • ►  2022 (1)
    • ►  September 2022 (1)
  • ►  2019 (10)
    • ►  May 2019 (1)
    • ►  March 2019 (1)
    • ►  February 2019 (6)
    • ►  January 2019 (2)
  • ►  2018 (16)
    • ►  August 2018 (1)
    • ►  July 2018 (2)
    • ►  June 2018 (1)
    • ►  March 2018 (5)
    • ►  February 2018 (4)
    • ►  January 2018 (3)
  • ►  2017 (4)
    • ►  September 2017 (1)
    • ►  August 2017 (2)
    • ►  July 2017 (1)
  • ▼  2016 (9)
    • ▼  September 2016 (1)
      • Mendulang Optimis Saat Titik Kritis
    • ►  July 2016 (3)
      • Hanya Karena Kami Masih Sendiri, Bukan Berarti Kam...
      • Dualisme Media Sosial
      • Berpura-pura Miskin
    • ►  June 2016 (1)
      • Be Special Just The Way You Are
    • ►  April 2016 (4)
      • Pilih Gengsi atau Menghindari Mubazir
      • Bersyukur Terhadap Kritik
      • Gurunya Bukan S.Pd
      • Komitmen dan Kontinuitas
  • ►  2015 (2)
    • ►  June 2015 (1)
    • ►  March 2015 (1)
  • ►  2014 (8)
    • ►  August 2014 (2)
    • ►  July 2014 (1)
    • ►  June 2014 (2)
    • ►  April 2014 (1)
    • ►  January 2014 (2)
  • ►  2013 (26)
    • ►  December 2013 (4)
    • ►  November 2013 (5)
    • ►  October 2013 (2)
    • ►  September 2013 (1)
    • ►  August 2013 (3)
    • ►  June 2013 (2)
    • ►  April 2013 (1)
    • ►  March 2013 (3)
    • ►  February 2013 (2)
    • ►  January 2013 (3)
  • ►  2012 (22)
    • ►  December 2012 (1)
    • ►  November 2012 (1)
    • ►  October 2012 (1)
    • ►  September 2012 (2)
    • ►  August 2012 (3)
    • ►  July 2012 (5)
    • ►  June 2012 (9)
  • ►  2010 (2)
    • ►  April 2010 (2)

Categories

  • cerita guru (1)
  • cerita PPL (1)
  • corat-coret (37)
  • kuliah (2)
  • meluangkan waktu (3)
  • nyastra (2)
  • opini (36)
  • perjalanan (6)
  • The Journey of Emak-emak (9)

Created with by ThemeXpose . Distributed by Weblyb