Powered by Blogger.

Pages

  • Home
facebook twitter instagram

Widya's Babble

Self Reminder. Bukan berarti sudah baik.


Jaman selalu berubah. Ahh ungkapan yang basi. Namun justru karena perubahan yang selalu terjadi itu membawa dampak pada semua aspek kehidupan, tak terkecuali pendidikan. Kurikulum yang kerap berubah (yang hampir selalu berbarengan dengan pergantian kabinet) tentu membawa perubahan pada sistem pendidikan. Dan salah satu hasilnya adalah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang mulai dipakai pada tahun 2006 (dan entah akan bertahan hingga kapan, karena sekarang saja sedang ramai lagi mengenai pendidikan karakter bangsa).

Pada kurikulum ini setiap guru yang akan masuk kelas dan menyampaikan materinya pada jenjang kelas tertentu, harus menyusun rencana kegiatan pembelajaran selama satu tahun ke depan (atau dibagi menjadi 2 semester). Rencana kegiatan pembelajaran ini meruapakn penjabaran dari kurikulum yang telah dibuat pemerintah melalui Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar. SK dan KD tersebut yang menjadi acuan seorang guru dalam membuat indikator dan kegiatan pembelajaran yang sesuai dengan kondisi lingkungan dan peserta didik di sekolah tersebut. Hal ini memiliki sisi positif untuk guru karena guru dapat merencanakan kegiatan pembelajaran yang sesuai untuk diterapkan di sekolah tersebut, mengingat hanya guru yang terjun di sekolah itu lah yang mengerti kondisi sekolah dan peserta didiknya, bukan pemerintah. Sistem ini juga menjadi ajakan bagi guru untuk selalu berpikir kreatif dalam merencanakan pembelajaran agar pada pelaksanaannya, siswa menjadi semangat dan merasa senang belajar.

Pada mata kuliah Kurikulum dan Pembelajaran saya mendapat tugas untuk menganalisis silabus yang telah dibuat oleh salah satu guru mata pelajaran tersebut. Awalnya kami semua (saya dan teman satu kelas) mengira silabus yang akan dianalisis adlah silabus mata pelajaran kimia, karena kami (insyaallah) akan menjadi pendidik kimia. Namun ternyata sang dosen menginginkan kami menjadi seorang calon pengembang kurikulum yang profesional, yang mampu mengembangkan kurikulum mata pelajaran apapun. Meskipun agak aneh karena kami bukanlah seorang mahasiswa jurusan Kurikulum, ya kami menurut saja (sebagai mahasiswa). Akhirnya saya mengambil mata pelajaran geografi dengan pertimbangan mata pelajaran ini ya cukup mudah saya mengerti dibanding mata pelajaran lain.

Akhirnya dengan pinjam sana-sini (tetangga2 sih) buku sumber sebagai rujukan saya berhasil menyelesaikannya dalam 1 hari 1 malam (tanpa tidur) karena ada jarkom (kependekan dari jaringan komunikasi. Red : broadcast) dari pak KM bahwa tugasnya harus dikumpulkan sebelum waktu yang telah disepakati. Karena saya belum menyentuhnya sama sekali maka jadilah tugas itu diselesaikan dengan sistem kebut-kebutan dikejar deadline yang tidak sesuai deadline. Dampaknya saya drop. Suara habis (serak2 becek gitu) karena mau flu terus keburu dikasih obat. Saya juga ga ngerti apa hubungannya. Itu Cuma analisis ibu saya yang padahal suster aja bukan.

Kesimpulan dari tugas ini adalah baru tahap belajar aja udah ngerasa mumet, gimana nanti bikin silabus dan RPP yang asli di kemudian hari. Tapi saya senang dosen tersebut memberi kami tugas ini lebih dini. Karena ternyata tahun sebelumnya tidak ada tugas ini di mata kuliah tersebut. Setidaknya kami memiliki sedikit bayangan apa yang harus kami tulis dalam membuat silabus dan RPP nanti

*note : RPP adalah pengembangan dari silabus yang juga merupakan rencana kegiatan pembelajaran yang disusun untuk setiap pertemuan.

Analisis Silabus Mata Pelajaran Geografi Kelas X Semester 2 SMAN 1 Kalaena
Share
Tweet
Pin
Share
2 comments

Salah satu yang membuat kita tersenyum adalah saat menyadari diri kita single. Senyum itu bisa menjadi banyak arti. Senyum bahagia mensyukuri kebebasan yang masih kita miliki. Atau senyum memaklumi nasib kita di pasaran. Semoga bukan yang terakhir.

Sendiri bukan berarti kita tidak menarik. Mungkin saja kita hanya termasuk orang yang baru pantas untuk dikagumi namun belum siap dimiliki. Hubungan itu simple, hanya tentang sebatas komitmen. Yang sulit adalah menerima berbagai kejutan saat proses berkomitmen itu. Sendiri juga lebih mudah. Yang lebih sulit adalah menahan rasa ngenes saat melihat orang lain ternyata telah berdua. Dan kita masih asyik dengan kegiatan kita.

Tapi semuanya selalu berujung pada pribadi masing-masing. Kita akan selalu merasa tidak bahagia karena tidak pintar untuk bersyukur dan sulit menerima keadaan diri kita saat ini. Kita mugkin lupa untuk berpikir bahwa Allah telah punya rencana besar untuk setiap makhluknya. Dunia ini adalah serial drama dengan seluruh makhluk di dalamnya yang memegang peran penting dalam episodenya masing-masing. Kita tidak pernah tahu siapa lagi tokoh yang akan Sang Sutradara hadirkan dalam secuil kehidupan dan siapa yang akan menemani menghabiskan sisa waktu kita di dunia.
Share
Tweet
Pin
Share
4 comments

                Membaca sebuah pengalaman seorang di salah satu blog membuat saya merinding ketika membayangkan saya akan menjadi seorang guru. Bukan tentang pengalamannya melihat sosok ‘penghuni’ sekolah yang menyeramkan. Bukan pula tentang materi pelajaran yang dirasa semakin sulit hingga membingungkan pendidik bagaimana caranya mentransfer itu kepada murid-muridnya.
                Ia bercerita tentang pengalaman pertamanya mengajar. Sebuah kelas yang sudah dua kali ditinggalkan guru sebelumnya lantaran guru-guru itu tidak sanggup mengahadapi sikap murid-murid di kelas tersebut. Ahh mungkin guru-guru itu saja yang kurang profesional sampai harus menyerah di tengah jalan. Padahal jika mengingat bekal pendidikan yang sudah diperoleh di bangku kuliah kependidikan, rasa-rasanya semua peserta didik bisa diatasi. Hanya mungkin metodenya saja yang berbeda. Itu juga yang dipikirkan oleh guru tersebut. Namun setelah saya melanjutkan membaca, saya jadi pesimis untuk menjadi seorang guru. Atau mungkin saya saja yang mudah terpengaruh. Ia hampir menyerah. Berbagai cara sudah ia tempuh. Mulai dari cara halus, pemberian reward, sangsi, bahkan pemanggilan orang tua. Yang semakin membuat saya terhenyak, ketika orang tua dari salah satu siswa itu dipanggil. Apa yang dikatakannya? Intinya orang tua tersebut mengatakan seperti ini “anda tidak bisa meminta saya untuk membuat anak saya menghormati anda. Anda sendiri yang harus melakukannya. Saya mendidik anak saya secara demokratis. Mereka bebas malakukan apa saja selama mereka bisa bertanggung jawab atas apa yang ia perbuat. ” meskipun cerita ini happy ending, namun saya masih terganjal pada apa yang orang tua tersebut katakan.
                Di sisi lain, saya setuju dengan orang tua tersebut. Kita tidak bisa meminta orang lain untuk menghormati kita. Rasa respect itu merupakan feed-back dari sikap kita terhadap peserta didik. Namun bukan berarti orang tua menjadi bersikap lepas tangan terhadap sikap anaknya di sekolah. Di salah satu blog lain lagi (saya lupa sumbernya) menyatakan bahwa ada kesalahan paradigma di masyarakat. Idealnya pendidikan merupakan proses berkesinambungan dari mulai sejak dilahirkan hingga liang lahat bukan? Dengan kata lain seorang peserta didik seharusnya telah mendapatkan pendidikan dari lingkungan keluarga  dan masyarakat sebelum ia bersekolah. Sementara sekolah pada dasarnya adalah wadah bagi proses pendidikan. Bukan pusat pendidikan . Dari 24 jam dalam sehari yang dimiliki peserta didik, berapa jam ia habiskan di sekolah? Kurang dari setengahnya. Namun banyak masyarakat kemudian beranggapan jika seseorang tidak berhasil menerapkan hasil belajarnya (entah dalam domain kognitif, afektif, maupun psikomotor), maka itu merupakan ketidakberhasilan sekolah dalam mendidik. Kita sering mendengar ungkapan “ disekolahin kok malah kaya gini?” atau “mana hasilnya? Katanya sekolah”. Jika orang tua berkata demikian, maka sesungghnya ia sedang mendeklarasikan ketidakberhasikan dalam mendidik anaknya.  Ia lupa sisa waktu dari 24 jam yang dihabiskan anaknya merupakan tanggunga jawabnya, bukan tanggung jawab sekolah.
                 Orang tua yang berkata di atas mungkin lupa bahwa sekolah bukanlah rumah yang ia dan keluarganya tinggali. Sekolah merupakan institusi yang memiliki peraturan mengikat bagi seluruh warganya. Tidak peduli apakah warganya itu telah terbiasa dengan peraturan itu atau tidak. Inilah yang juga harus menjadi bahan pertimbangan orang tua saat hendak mendaftarkan anaknya ke sekolah. Pemahaman bahwa sekolah merupakan fasilitas publik yang berbeda dengan rumah mutlak diperlukan. Peserta didik akan bertemu banyak orang dengan karakter yang berbeda juga dengan kebiasaan dan aturan yang berbeda. Pola pendidikan yang mungkin akan sangat berbeda dengan pola pengasuhan orangt tua terkadang menyulitkan tercapainya tujuan pendidikan yang sesungguhnya. Kesenjangan ini pula yang sesungguhnya menimbulkan kesulitan bagi peserta didik dalam menginterpretasikan harapan lingkungan atas dirinya
                Bukan ingin menumbuhkan sikap tidak bertanggung jawab atas peserta didik, namun sekedar ingin menyadarkan bahwa hakekatnya orang tua menitipkan anaknya kepada pihak sekolah bukan melimpahkan kewenangan pengajaran. Karena pendidikan merupakan sebuah uasaha bersama. Tidak akan berhasil sebuah proses pendidikan apabila tidak ada kepedulian dari orang tua dan keterlibatan masyarakat tentang esensi pendidikan itu sendiri tentunya.
Share
Tweet
Pin
Share
2 comments

Dulu bapak saya ingin kalau saya bisa bekerja di sebuah laboratorium. Tapi beliau tidak menyebutkan spesifiknya seperti apa. Ibu saya lebih sederhana. Beliau ingin saya jadi guru saja. Beliau bilang saya itu orang yang penakut dan tidak kuat tempaan. Ada sedikit benarnya juga. Beliau menganggap jadi guru itu tidak terlalu sulit karena kamu hanya menghadapi orang yang umurnya berada di bawah kamu. Bagi beliau itu terlihat lebih mudah dibanding kamu harus menghadapi atasan killer yang mungkin berusia lebih tua denganmu. Saya juga tidak tahu darimana beliau punya pemikiran seperti itu. Padahal beliau bukan seorang guru atau pegawai. Beliau ibu rumah tangga (yang luar) biasa.

Singkat cerita saya pun menjadi suka dengan kimia. Hmm sepertinya akan lebih mendekati cita-cita bapak. Beliau juga (cukup) terobsesi dengan salah satu universitas terbaik di Bandung. Yaa you know lah ya. Namun yang satu ini jadi agak berat mengingat otak saya rasanya tidak seistimewa itu. Singkat cerita (lagi) saya mengikuti SNMPTN dengan pilihan FMIPA  di universitas dambaan bapak dan Pendidikan Kimia UPI. Haha. Yang kedua ini jadi seperti cita-cita ibu. Padahal itu pilihan saya sendiri, bukan paksaan atau masukan dari orang tua. Dan hasilnya ... saya masuk pilihan yang kedua. Meski tidak sesuai harapan bapak, namun alhamdulillah beliau masih mau menyekolahkan saya. Hihi (sekarang obsesi itu menjadi berpindah ke adik saya).
Menjadi seorang guru itu bagi saya seperti cita-cita klasik. Tanpa tantangan. Kamu hanya perlu menyampaikan materi setelah itu selesai. Materi yang kamu sampaikan juga akan terus berulang setiap tahun jika kamu mengajar di tingkat kelas yang sama.

Sekarang saat saya telah menjadi mahasiswa ‘pendidikan’ semua paradigma itu berubah. Menjadi seorang guru itu justru sangat menantang.  Kamu akan bertemu dengan berbagai kurikulum yang kerap berubah yang pasti akan berdampak pada sistem pendidikan yang ikut berubah. Setiap tahun kamu juga akan bertemu dengan siswa baru yang pastinya akan selalu memiliki karakter yang berbeda dengan muridmu di tahun sebelumnya. Belum lagi menghadapi ‘tingkah’ mereka yang mungkin kadang ‘nyeleneh’.
Saya baru ingat pernah ada seorang guru yang samapai menangis di kelas saya. Lupa karena alasan apa. Tapi pasti karena kami sudah keterlaluan. Atau baru saja saya membaca status salah satu guru waktu SMA yang katanya disebut muridnya ‘kamseupay’. Haduhh, saya jadi tambah merinding. Saya tidak tahu apa yang salah. Yang jelas ini seperti jadi peer buat saya juga untuk mengatur strategi. Ya setidaknya untuktidak merasa shock kalau saya mengalami hal yang serupa.

Sekarang kalau ada orang yang masih menganggap menjadi seorang guru itu mudah dan melecehkan cita-cita menjadi seorang guru, mungkin ia adalah sebagian orang yang menghindar dari kesulitan-kesulitan yang hanya bisa dielwati orang-orang seperti kami.
Share
Tweet
Pin
Share
No comments

Memulai itu memang terasa sangat sulit. Namun hanya berlaku bagi orang yang tidak memiliki keinginan. Termasuk saat menyalurkan kesukaan. Pernahkah kamu tak sengaja menemukan jejak-jejak hobimu dan baru tersadar telah meninggalkannya untuk waktu yang cukup lama? Aku sibuk. Sekarang tidak sama seperti dulu. Berbagai alasan mungkin akan menjadi alibimu untuk meninggalkan hobi itu. Padahal hobi itu tak terbatas oleh dimensi apapun. Prolog yang panjang. Intinya tidak ada kata terlambat untuk memulai dari awal atau pun memulai kembali.

Jujur saja dunia blogging masih asing bagi saya. Bukan saya tidak kenal. Saya kenal sejak duduk di bangku SMP. Namun baru memiliki saat hendak melepaskan atribut putih abu-abu. Itupun karena blog merupakan salah satu TA mata pelajaran TIK. Keterlaluan mungkin. Tapi ya itulah saya. Bahkan karena tidak pernah diutak-atik lagi, saya lupa alamat email dan passwordnya.

Namun kemarin saat tak sengaja memasukkan alamat email untuk log in ke blogger dan ternyata jrengg ... terbukalah blog yang saya buat dulu. Sudah banyak debu disana-sini. Bahkan sarang laba-laba. Hehe.
Share
Tweet
Pin
Share
3 comments
Newer Posts
Older Posts

About me

Widya P Suharman

Melankolis-Plegmatis
Ibu dari satu anak kandung dan Ibu dari puluhan siswa

Popular Posts

  • Membuat Surat Keterangan (Suket) Sehat Jasmani dan Rohani Serta SKBN di RSUD Cibabat
    Saat melamar pekerjaan atau mendaftar sekolah (biasanya kedinasan), ada instansi yang mensyaratkan surat keterangan (suket) sehat jasmani ...
  • Penghambat Seleksi CPNS
    Sekali lagi ya, jadi PNS itu bukan cita-cita semua orang. Bukan juga cara cepat biar kaya karena penghasilannya biasa saja. Masih banyak pe...
  • Dua Manusia Yang Salah Sangka
    “Nikah deh, nanti bakal tahu rasanya gimana.” Seolah tidak     merasakan bagaimana sumpeknya jadi jomblo yang tiap lebaran ditanya...
  • Share Pengalaman Seleksi CPNS Guru Kimia DKI (Part 3 - SKB) #2019goestoASN
    Ada empat orang yang nilainya melampaui  passing grade  SKD, tapi yang lolos ke SKB maksimal 3 X formasi. Karena formasi Guru Kimia di SMA ...
  • Share Pengalaman Seleksi CPNS Guru Kimia DKI (Part 4 - Pemberkasan) #2019goestoASN
    Sebulan lebih menunggu pengumuman hasil integrasi SKD-SKB yang menjadi penentu kelulusan seleksi CPNS (tentang proses SKB 👉 bisa buka ini...
  • Share Pengalaman Seleksi CPNS Guru Kimia DKI (Part 2 - SKD) #2019goestoASN
    Setelah kemarin nulis tentang bagaimana mencari formasi yang sesuai dengan latar pendidikan sampai dengan tahapan seleksi administrasi (kl...
  • Seangker Itukah Anker ??
    Sebetulnya bukan pertama kali saya pake moda transportasi commuter line alias KRL yang menjadi sangat berjasa bagi kaum komutasi. Gara-ga...
  • Malu Bertanya, Motor Tertahan, Uang Melayang, Pengalaman
    Kejadian ini hanya dilakukan oleh profesional. Jangan ditiru jika ada anda belum cukup sabar. *padahal kayanya banyak yang ngalamin lebih ...
  • Sepuluh Hari Pertama Jadi Istri
    Pekan lalu, tepatnya Minggu 1 Juli 2018 saya melepas lajang 💑. Ada sedikit penyesalan ... kenapa ga dari dulu 😅. Tapi, tetap aja masih ad...
  • Jangan Asal Speak Up
    Peran manusia sebagai makhluk sosial menuntut kita untuk bisa berkomunikasi secara sosial, entah lewat tulisan atau yang lebih seringkali k...

Blog Archive

  • ▼  2022 (1)
    • ▼  September 2022 (1)
      • Menyusun LK 3.1 Best Practice (PPG Dalam Jabatan 2...
  • ►  2019 (10)
    • ►  May 2019 (1)
    • ►  March 2019 (1)
    • ►  February 2019 (6)
    • ►  January 2019 (2)
  • ►  2018 (16)
    • ►  August 2018 (1)
    • ►  July 2018 (2)
    • ►  June 2018 (1)
    • ►  March 2018 (5)
    • ►  February 2018 (4)
    • ►  January 2018 (3)
  • ►  2017 (4)
    • ►  September 2017 (1)
    • ►  August 2017 (2)
    • ►  July 2017 (1)
  • ►  2016 (9)
    • ►  September 2016 (1)
    • ►  July 2016 (3)
    • ►  June 2016 (1)
    • ►  April 2016 (4)
  • ►  2015 (2)
    • ►  June 2015 (1)
    • ►  March 2015 (1)
  • ►  2014 (8)
    • ►  August 2014 (2)
    • ►  July 2014 (1)
    • ►  June 2014 (2)
    • ►  April 2014 (1)
    • ►  January 2014 (2)
  • ►  2013 (26)
    • ►  December 2013 (4)
    • ►  November 2013 (5)
    • ►  October 2013 (2)
    • ►  September 2013 (1)
    • ►  August 2013 (3)
    • ►  June 2013 (2)
    • ►  April 2013 (1)
    • ►  March 2013 (3)
    • ►  February 2013 (2)
    • ►  January 2013 (3)
  • ►  2012 (22)
    • ►  December 2012 (1)
    • ►  November 2012 (1)
    • ►  October 2012 (1)
    • ►  September 2012 (2)
    • ►  August 2012 (3)
    • ►  July 2012 (5)
    • ►  June 2012 (9)
  • ►  2010 (2)
    • ►  April 2010 (2)

Categories

  • cerita guru (1)
  • cerita PPL (1)
  • corat-coret (37)
  • kuliah (2)
  • meluangkan waktu (3)
  • nyastra (2)
  • opini (36)
  • perjalanan (6)
  • The Journey of Emak-emak (9)

Created with by ThemeXpose . Distributed by Weblyb