Powered by Blogger.

Pages

  • Home
facebook twitter instagram

Widya's Babble

Self Reminder. Bukan berarti sudah baik.

Tidak terasa bulan depan sudah mulai PPL.

Rasanya baru kemarin mengikuti MOKA, RAM, MABIM, LKM, dan jadi anggota biasa himpunan. Ikut berbagai kepanitiaan. Sekarang tinggal menunggu untuk jadi peserta wisuda. Iya masih menunggu.

Rasanya baru kemarin kuliah Kimia Umum. Kimia Fisika volume 1 sampai 4. Biokimia. Hingga kemarin belajar jadi guru beneran di Simulasi Pembelajaran Kimia.

Rasanya baru kemarin tes SNMPTN. Masuk pilihan ke-dua, Pendidikan Kimia UPI. Meskipun sempat menyesal tidak belajar lebih keras untuk masuk pilihan pertama. Tapi sekarang malah jadi mengazamkan diri untuk menjadi seorang pendidik. Iya seorang guru, yang selalu belajar untuk menjadi layak digugu dan ditiru. Mendedikasikan diri untuk bangsa. Oh tidak. Terlalu besar. Terlalu tinggi. Setidaknya mendidik anak-anak bangsa yang akan memimpin negeri ini nantinya. Yang akan menjadi anggota dewan, mentri, ilmuwan, dokter, atau presiden mungkin. Tapi yang jujur, amanah, dan tidak senang korupsi.

Jadi guru yang baik. Lewat Kimia? Iya lewat kimia. Lewat kimia yang mengajarkan tentang arti memberi dan menerima seperti konsep pelepasan dan penangkapan elektron pada reaksi redoks. Lewat kimia yang mengajarkan betapa Allah sangat menyayangi manusia dengan menciptakan Ikatan Hidrogen pada air sehingga tetap berfasa cair pada suhu kamar. Lewat kimia yang mengajarkan saling berbagi seperi Ikatan Kovalen. Lewat kimia tidak hanya sekedar materi kimia yang diajarkan. Tapi nilai religius dan nilai sosial. Karena saya yakin seyakin-yakinnya. Tidak sedikit atau bahkan semua siswa akan sakit perut dulu jika mendengar kata Kimia. Tidak semua siswa akan menyambut ramah. “Ahh, buat apa belajar kimia. Saya mau masuk IPS”

Bagaimana rasanya jadi guru? Senang kah? Atau malah sulit? Atau membosankan?

Tahun depan akan mencoba...

Jadi guru yang benar....

Entah hanya perasaan saya saja atau memang sudah kenyataan yang terjadi seperti itu. Guru yang ada saat ini hanya menjelma sebagai ‘evaluator’ yang menguji hasil belajar siswa. Hasil belajar dimana? Terserah siswa. Mau belajar sendiri di rumah, silahkan. Bagi yang memiliki orang tua berpenghasilan tinggi, bisa masuk bimbel atau ikut privat. Sedangkan orang tua dibuat kelimpungan melihat anak-anaknya pusing mengurusi berbagai materi yang dituntut sekolah.


Ahh semoga tidak semua guru seperti ini. Iya memang tidak semua. Masih banyak guru yang rela datang lebih pagi ke kelas untuk mencontohkan kedisiplinan pada siswanya. Masih banya guru yang rela meluangkan waktunya dengan ikhlas untuk memberikan pelajaran tambahan. Masih banyak ... J
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Liburan yang tak direncanakan. Ya itulah tema dari perjalanan singkat hari ini. Berawal dari rencana hanya main ke Gasibu, destinasi kami berubah ketika melihat keadaan jalanan di Padjadjaran begitu padat. Awalnya kami hanya berniat mengambil jalan pintas lewat makan Pandu dan tembus di Pasteur. Namun ketika keluar dari makam Pandu, .... ia pun muncul. Ya ide untuk merubah tujuan menjadi Curug Cimahi. Meskipun sempat ragu juga lantaran kami tidak tahu jalan yang harus dilalui. Berkat teknologi juga akhirnya kami memutuskan untuk siap ke sana. Sedangkan sebenarnya saya hanya pura-pura manggut saja ketika dia menjelaskan rute yang akan kami lalui. Hehe (hampura). Padahal waktu SMA saya juga pernah ke sana. Namun dari arah Cimahi lewat Kolonel Masturi. Sedangkan saat itu kita sedang berada di Pasteur. Yang saya tahu kami lewat Surya Sumantri, masuk ke Setra Duta dan tiba-tiba nongol di Jalan Ciwaruga dan akhirnya bertemu dengan Universitas Advent dan tak lama muncul juga plang bertuliskan Curug Cimahi. Oh ya saya lupa bercerita. Saat itu saya melakukan perjalanan bersama Padil. Senior saya di kampus yang beda jurusan dan dipertemukan oleh sebuah ‘wawancara’. Lain waktu saja lah saya cerita lebih lanjut.
Ini dia pemandangan selama perjalanan
Yang ini juga ga kalah cantik kan??
Kalau ini malah mergokin yang pacaran di pinggir jalan. Hihi
Kelihatan tidak kalau harga tiketnya Rp 10.000 ?? 
Harga tiket masuknya naik. Ya iya lah secara saya ke sana itu sekitar lima tahun lalu. Hehe. Kalau dulu, (kalau tidak salah ingat), tiket masuknya hanya Rp 3.000 saja. Namun sekarang menjadi Rp 10.000. Namun setelah masuk, baru sadar juga memang banyak perubahan. Salah satunya adalah tangga yang menjadi akses pengunjung menuju air terjun sudah ‘rapih’ dan nyaman. Kalau dulu memang hanya tanah. Jadi memang cukup berbahaya apabila musim penghujan. Sekarang sudah bisa liat sendiri, lengkap juga dengan pagar pengaman. Oh ya mulai dari pintu masuk pun kita sudah bisa melihat dan mendengar suara air terjunnya. Dan bila dibandingkan dengan air terjun lainnya yang ada di sekitar Bandung (mungkin juga daerah lain) Curug Cimahi ini memang paling mudah diakses. Kita hanya perlu menuruni anak tangga. Jumlahnya? Hmm, lupa saya tidak meghitung. Malas dan kurang kerjaan juga. Dan cukup lumayan melelahkan juga saat hendak pulang, karena jadi harus naik tangga. Hehe. Tapi jangan takut. Saya rasa air terjun ini cukup ramah untuk segala umur. Tadi saja, ada beberapa orang lanjut usia bersama keluarganya yang ingin mencoba mengunjungi. Wehh jadi malu saya kalau tiba-tiba merasa lelah saat naik untuk pulang kalau melihat Nenek atau Kakek yang malah mendahului kami. Dan satu lagi yang menarik dan harus hati-hati. Di tangga ini banyak monyet. Sebetulnya lumayan jinak juga. Mungkin karena sering melihat manusia. Mereka biasanya akan pergi menjauh kalau kita mendekat. Tapi ada beberapa dari mereka yang memiliki bulu lebih tebal, biasanya malah lebih berani untuk mendekat. Huwaa, kalau sudah begitu lutut saya yang lemas. Makanya saya tidak berani memotret mereka. Mau yang jinak apalagi yang berbulu tebal itu. Satu kejadian lucu adalah ketika Padil mendekati salah satu monyet yang sedang bersembunyi di antara semak untuk mengambil gambar monyet itu. Ehh itu monyet dengan genitnya malah senyum dan kemudian pergi. Walahhh, Padil jadi dapat gebetan. Ckck. Sayangnya dia belum sempat minta nomor handphone.
Dari pintu masuk saja sudah terlihat kan?
Hal yang paling menonjol dari Curug Cimahi ini adalah ketinggiannya yang wuihhh lumayan tinggi juga. Dan saat berada di bawah, kita bisa merasakan sensasi serasa berada di dasar jurang. Haha. Jadi apabila kita melihat ke atas air terjun, memang rada ngeri juga bila membayangkan lereng bebatuan itu longsor. Hiii. Tapi sayangnya. airnya sekarang kotor. Padahal pertama kali saya ke sana, airnya masih jernih. Entah karena penguh musim hujan atau semakin banyak pengunjung yang datang atau karena semakin banyak wana wisata yang memanfaatkan sumber airnya, sehingga waktu airnya sampai di Curug Cimahi sudah tercemar. Hmm, sayang ya.
Tinggi kan?
Sayang airnya kotor :(
Kata Padil, yang ini sedang menatap masa depan. Haha.
Yang ini cuma iseng di bawah pohon.
Biar ga cape saat naik, sambil foto saja. Hehe. 
Ini foto (sok) anggun.
Fotografer yang moto sambil nungging lho ini.
Ini tangga menuju air terjunnya.
Hal lain yang akhirnya saya tahu adalah ternyata sekarang di sana juga disediakan mushola yang nyaman. Dengan material kayu dan di tengah alam bebas, kita bisa merasakan solat ditemani semilir angin dan suara gemericik air dari pancuran di sebelah mushola tempat wudhu, dan juga samar-samar debur air terjun dari kejauhan. Lagi-lagi saya lupa untuk mengabadikan mushola itu. Lahh biar saja. Biar penasaran dan langsung ke sana saja ya.


Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Prolog   :
Melirik arsip yang mengakibatkan kegelisahan dan kegundahan. Karena ternyata jumlah tulisan tahun ini masih kurang dibanding tahun kemarin. Hiks (lebay memang. Hihi). Memang benar apa yang pernah dibilang Aa Ariel ‘Noah’ beberapa hari yang lalu di acara yang diadakan salah satu radio di Bandung, kalau ide itu muncul saat emosi kita di atas rata-rata. Dan memang akhir-akhir ini emosi saya sedang ada di posisi biasa-biasa saja. Tidak sedang galau atau emosi berlebihan. Akibatnya tidak ada sesuatu yang menjadi terlihat menarik untuk ditulis. Sampai akhirnya tadi, di kamar mandi. Terpikir untuk menulis sesuatu. Meski terkesan maksain. Hiks Ini dia ...

Rambut saya masih basah. Baru saja tadi maghrib dibangunkan Ibu dari tidur pendek saya. Ketiduran karena lelah menamatkan film Bloody Monday. Film yang sudah lama menjejali memori laptop, namun belum berani menonton akibat judulnya yang menyiratkan kesan horor. Hehe (Konyolnya saya). Sambil menyadarkan diri sepenuhnya dari alam tidur, sayup- sayup saya mendengar bunyi berisik seperti mesin pompa air. Wahh girangnya hati ini.

Setelah tiga hari berangan-angan bisa mandi dengan normal. Dan tadi baru saja bercengkrama kembali dan melepas kangen bersama air. Tapi tidak pakai adegan lari-lari ala film India. Kamar mandi saya kecil. Cukup adegan ala iklan sabun mandi setelah beberapa hari selalu ada nasihat “jangan boros-boros air” setiap hendak masuk kamar mandi. Dan dipaksa harus cukup dengan dua gayung air saat kamu pipis. Atau nahan BAB sampai nanti di rumah nenek.

Jadi ceritanya rumah saya itu menggunakan sistem air artesis. Saya tidak tahu definisi umumnya seperti apa. Dan juga tidak tahu jelas sejarah dan sejak kapan sistem air ini dipakai di lingkungan rumah. Yang jelas sejak saya menempati rumah ini, sekitar kelas satu SMP, rumah ini, dan yang saya tahu semua rumah di daerah saya menggunakan sistem air ini. Jadi ada beberapa pompa dan sumur besar yang ditempatkan di beberapa titik. Pompa-pompa itu lah yang menyedot air dan dikumpulkan di sebuah penampung besar juga. Baru lah air-air yang ditampung itu disalurkan ke rumah-rumah penduduk. Dan sudah tiga hari ini, pompa-pompa itu mengalami kerusakan. Hhhh, mungkin Mario Bros da temannya Luigi itu masih sibuk berkelana di negerinya, jadi tidak sempat melirik Melong Green yang sedang membutuhkan tenaganya ini.

Ya hasilnya seperti ini. Akibatnya banyak. Salah satunya tukang air yang pada hari biasa tidak menerima pesanan dari daerah saya, mendadak jadi rame lalu-lalang di sekitar rumah. Positifnya sih, jadi menambah penghasilan tukang air. Tapi ya ada saja negatifnya. Jangan heran kalau sampai terjadi pertumpahan darah. Maksudnya biasanya Ibu-Ibu akan berebut ingin mendapat air lebih dulu. Mungkin sudah mirip seperti serigala-serigala yang berebut kambing buruan. Hihi. Dan jangan heran kalau sampai ada adegan iri dan gerutuan di rumah masing-masing kala melihat tetangga sudah mendapat kiriman air.


Aaahhh air. Padahal saat ini musim hujan. Tapi sudah beberapa hari ini pula harus bulak-balik rumah nenek Cuma untuk numpang mandi. Cucian di kamar mandi juga sudah menggunung. Waktu jaman masih baca majalah Bobo, sering banget baca puisi kiriman pembaca tentang kamu, Ir. Dan baru saat ini menyadari betapa berharga manusia bergantung padamu. Rasanya kamu lebih berharga ketimbang pacar deh, Ir. Sehari tanpa pacar tidak masalah. Tapi sehari saja tanpa kamu, apa jadinya.
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Kamu pernah jatuh saat belajar sepeda atau bermain petak umpet?
Masih ingat bagaimana rasanya?
Aku masih.
Dan sekarang sedang merasakan itu setiap pagi
Ya setiap pagi
Sejak ….
Share
Tweet
Pin
Share
No comments


Hidup itu tentang pilihan. Dan setiap pilihan itu kadang mengundang kedilematisan. Basi ya. Tapi ungkapan itu tidak akan jadi basi selama manusia masih hidup.Karena pilihan hanya ada di dunia. Ketika sudah mati, barulah manusia tidak memiliki pilihan. Kecuali mempertanggungjawabkan apa yang sudah ia pilih ketika hidup.

Memilih untuk jadi orang baik atau orang jahat. Memilih rizki halal atau rizki haram. Memilih jodoh baik atau jodoh kurang baik. Ehh malah nyerempet kesitu. Maaf kebiasaan. Mehh

Bermula dari renungan saya ketika tanpa sengaja membaca status facebook salah satu teman KKN saya. Anggya namanya. Dia mengungkapkan yang kira-kira isinya tentang kegundahan dia untuk memilih lulus cepat atau banyak pengalaman selama kuliah. Idealnya sih hampir semua orang pasti memilih untuk banyak pengalaman (dan juga lulus cepat). Tapi apa praktisnya semudah itu?

Saya bukan tipe orang yang suka dengan tantangan atau mencoba hal baru. Masalah beli miuman atau jajan saja. Biasanya saya akan beli jus strawberry atau jajan ke warung yang sama. Saya selalu takut kecewa ketika membeli minuman atau jajan ke warung yang berbeda. Untung saja sekarang, di bangku kuliah, saya punya teman yang selalu penasaran terhadap sesuatu hal. Salah satunya makanan baru misalnya. Jadinya saya jadi terbawa. Haha. Itu baru masalah sepele. Karena hidup bukan hanya tentang memilih jajanan.

Hmm, kalau ada diantara kalian yang pernah membaca bio twitter saya, mungkin akan sedikit tau tentang keinginan saya yang satu ini. Iya. Saya sedang mencoba untuk menyukai tantangan. Tanpa memikirkan apa hasilnya. Yang penting proses yang saya jalani alias pengalaman yang saya peroleh. Lagi-lagi pengalaman.

Saya ambil contoh masalah pemilihan tempat KKN. Saya sengaja memilih tempat terdekat dengan rumah. Bisa dibilang KKN di rumah sih. Karena memang satu kelurahan dengan rumah saya. Hanya saja yang menjadi fokus program waktu itu bukan di RW lingkungan rumah. Karena waktu itu program yang diusung tentang PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) yang memang tidak ada di lingkungan rumah.

Sebagian orang akan bilang “Ihh apaan sih. KKN di rumah. Enggak ada pengalamannya?”. Lagi-lagi lagi tentang pengalaman. Saya mengiyakan. Memang mungkin pengalaman yang diperoleh dari KKN di sekitar rumah jauh jauh lebih sedikit ketimbang KKN di tempat jauh atau pedalaman. Tapi saya mau membela diri. Tahu apa yang membuat saya memilih tempat KKN dekat? Alasan pertama, memang itu tuntutan (bukan tuntutan juga sih. Lebih tepatnya saran yang sangat diharapkan untuk dikabulkan) orang tua. Alasan mereka supaya kalau dekat, biaya yang dikeluarkan akan lebih sedikit. Meski setelah dijalani, rasanya sama saja. Haha. Alasan kedua, memang datang dari saya. Saya adalah tipe orang yang mudah home sick. Jangankan untuk berminggu-minggu di tempat orang lain. Baru saja satu malam menginap di kosan atau rumah teman, pasti ada satu kali saya bilang “kangen rumah ih”. Alasan ketiga yang cukup jadi alibi saya ketika orang mencibir saya adalah pengalaman itu bisa diperoleh dari lingkungan sekitar kita. Kenapa harus jauh-jauh ingin mengabdi pada daerah orang lain, sementara masih ada masalah yang harus dibenahi di daerah sendiri?

Saya tidak tahu apa ketiga alasan yang saya sebut di atas itu bisa dibenarkan, bisa diterima, atau memang hanya sekedar alasan dari seorang yang takut akan tantangan.

Contoh lain yang sedang saya hadapi saat ini adalah masalah pemilihan tempat PPL. Ada yang belum tahu PPL. Singkatnya itu seperti kuliah praktek atau kuliah lapangan bagi para calon guru. Jadi ngapain? Ya ngajar. Di sekolah-sekolah yang sudah ditentukan oleh kampus. Dan kita memilih ingin masuk sekolah mana. Beberapa teman sengaja memilih sekolah bagus. Sekolah favorit. Sekolah elit. Atau bahkan sekolah internasional. Kalau sekolah internasional, saya bukan tidak tertarik. Tapi kemampuan bahasa inggris saya memang kurang baik. Jadi tidak mungkin saya memilih sekolah internasional.

Lagi-lagi dalam hal ini saya memilih sekolah tempat saya menimba ilmu saat SMA. Bukan sekolah favorit. Letaknya di pinggiran kota. Nun jauh dari peradaban sana. Tidak ada yang bisa dibanggakan. Lulusan setiap tahun yang bisa masuk PTN favorit bisa dihitung jari. Meskipun lulusannya di UPI (kampus saya) hampir ada di setiap jurusan. Ya berarti lumayan juga ya. Bukannya saya sedang menjelek-jelekkan almamater saya sendiri. Karena memang begitu lah kenyatannya. Meski dalam hati kecil saya, ada keinginan untuk memajukan sekolah saya itu. Lagi-lagi entah kenapa. Saya terlanjur jatuh cinta pada SMA saya itu. Perasaan jatuh cinta ini tidak saya rasakan pada SMP atau SD saya (SD lumayan cinta juga sih. Lebih tepatnya bangga, karena SD saya termasuk sekolah favorit. Hehe).

Oke. Kembali ke masalah kedilematisan. Tentu saja sebagian orang akan mengatakan seperti ketika saya memilih tempat KKN. Meski ada juga beberapa orang yang mengatakan saya beruntung. Mungkin juga mereka itu seperti saya, takut tantangan. Entahlah. Alasan mengapa saya memilih SMA sendiri hampir sama dengan alasan saya memilih tempat KKN. Tapi justru sekarang lebih dilema ketimbang pemilihan tempat KKN. Masalahnya ini PPL. Jalur yang akan sangat berhubungan dengan masa depan saya yang calon guru ini.

Ketika saya bercerita pada orang tua saya, Ibu saya malah berpendapat kalau saya kurang bersyukur pada kemudahan-kemudahan yang Allah beri. Mengingat pemilihan tempat PPL dan KKN itu penuh perjuangan. Lagi-lagi saya mengiyakan apa yang Ibu saya bilang. Saya berpikir ulang kalau semua ini adalah keputusan Allah yang pasti sudah jadi yang terbaik untuk saya menurut Allah. Bisa jadi ketika saya ditempatkan di sekolah lain, saya malah tidak bisa melewatinya. Meski kadang saya berpikir lagi, apakah tantangan itu ditemukan atau diciptakan? Nah ini yang belum saya tahu jawabannya. Saya sempat berpikir kalau pola pikir orang tua saya itu seperti saya. Takut akan tantangan. Takut mencoba hal baru. Selalu memilih jalan termudah. Saya bukan sedang menyalahkan orang tua saya. Karena mungkin sebagian besar orang tua akan punya punya pikiran ‘kolot’ yang sama. Setidaknya ini cukup menjadi pelajaran untuk saya ke depannya agar menjadi orang tua yang lebih baik untuk anak-anak saya. Menanamkan keberanian terhadap anak-anak saya.

Contoh lain dari pola pikir orang tua saya dalam masalah pemilihan sekolah. Orang tua saya berpikir bahwa sekolah dimana saja ya sama saja. Mau di sekolah favorit atau sekolah ecek-ecek, tergantung muridnya. Itu juga yang mungkin akhirnya membuat saya masuk sekolah yang biasa-biasa saja, meskipun nilai saya waktu itu cukup untuk masuk sekolah favorit. Kalau masalah ini, ketakutan orang tua saya bukan pada takut kalau saya tidak bisa mengikuti pelajaran. Tapi lebih kepada ketakutan tidak bisa membiayai biaya sekolah di sekola favorit. Ckck. Yang ini ironis ya. Meski akhirnya setelah saya, yang dulu punya prestasi yang cukup tapi bersekolah di sekolah biasa-biasa saja, hanya bisa masuk kampus yang biasa-biasa saja. Tidak sesuai dengan ekspekatsi orang tua. 

Akhirnya saya pula yang bisa merubah pola pikir orang tua saya itu. Saya katakan bahwa sekolah dimana saja sama saja itu memang betul. Selama yang bersekolah adalah anak yang juga biasa-biasa saja. Tapi ketika anak itu punya potensi dan semangat yang tinggi, hal ini akan jadi kesulitan ketika anak itu bersekolah di sekolah yang biasa-biasa saja. Dengan persaingan yang biasa-biasa saja, anak tersebut akan mudah puas dengan apa yang dia raih. Tolak ukur anak tersebut akan rendah mengingat pesaingnya adalah anak yang biasa-biasa saja. Ketika anak itu melihat ke luar dan bersaing dengan murid sekolah favorit, jadilah seperti saya. Yang saya syukuri adalah akhirnya orang tua saya mengerti. Mereka juga akhirnya berniat menyekolahkan adik saya di sekolah favorit sekarang. Baru niat orang tua. Tergantung nilai adik saya juga. Tapi setidaknya saya senang ketika bisa merubah pola pikir itu. Bukan karena saya merasa puas bisa mengalahkan orang tua sendiri. Tapi karena saya menyayangi orang tua saya, keluarga saya, dan diri saya sendiri.

Panjang banget ceritanya. Hehe. Itu sepanggal kisah saya tentang pilihan. Juga tentang tantangan.

Yang saya rasakan saat tingkat akhir ini ya menyesal. Menyesal tidak bisa memanfaatkan kesempatan saat jadi mahasiswa untuk bisa ke luar negeri gratis, jadi ketua salah satu organisasi, memperluas jaringan, dan ... masih banyak lagi.

Lagi-lagi tentang pilihan. Hidup itu memang pilihan. Pilihan untuk jadi orang yang biasa atau luar biasa. Tapi memang tidak akan ada orang yang luar biasa tanpa orang yang biasa. Heu. Jadi ini pembelaan saya ketika saya memang dihasilkan untuk jadi orang yang biasa saja? Mungkin. Tapi yang masih saya syukuri adalah kesadaran diri saya kalau saya adalah orang yang biasa dan bertekad bahwa saya akan mendidik anak-anak dan murid-murid yang akan jadi orang yang luar biasa.

Biarkan saya, ketika saya menjadi seorang Ibu, mengelus kepala anak-anak saya sambil berkata “Nak, Ibumu ini hanya orang biasa. Merasa dididik dengan cara yang gagal. Tapi jangan pula salahkan orang yang mendidik Ibumu ini. Karena dengan didikannya, Ibumu ini jadi punya masa depan yang sesuai dengan cita-cita Ibu. Menjadi seorang guru. Cara termudah untuk bisa bermanfaat untuk orang lain. Nak, kamu harus jadi yang lebih baik ya. Wujudkan berbagai cita-cita Ibu yang tidak bisa Ibu raih. Jadi dokter. Jadi pramuagri. Jadi penulis. Atau pilih lah apa pun cita-cita sesuai keinginanmu selama itu masih bisa memberi manfaat untuk orang lain.”

Dan ketika saya menjadi seorang guru, saya juga akan mengatakan hal yang sama. Ahh, rasanya jadi dilema juga. Mengingat nasihat guru tempo hari. Saat saya masih menjadi seorang murid. Semua guru menginginkan murid-muridnya agar menjadi yang lebih baik dibanding dirinya. Dulu saya anggap itu hanya nasihat biasa. Sekarang ketika saya akan menjadi guru, saya baru tahu kalau nasihat itu memang betul-betul beliau sampaikan dari hati. Disertai doa juga.
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Newer Posts
Older Posts

About me

Widya P Suharman

Melankolis-Plegmatis
Ibu dari satu anak kandung dan Ibu dari puluhan siswa

Popular Posts

  • Membuat Surat Keterangan (Suket) Sehat Jasmani dan Rohani Serta SKBN di RSUD Cibabat
    Saat melamar pekerjaan atau mendaftar sekolah (biasanya kedinasan), ada instansi yang mensyaratkan surat keterangan (suket) sehat jasmani ...
  • Penghambat Seleksi CPNS
    Sekali lagi ya, jadi PNS itu bukan cita-cita semua orang. Bukan juga cara cepat biar kaya karena penghasilannya biasa saja. Masih banyak pe...
  • Dua Manusia Yang Salah Sangka
    “Nikah deh, nanti bakal tahu rasanya gimana.” Seolah tidak     merasakan bagaimana sumpeknya jadi jomblo yang tiap lebaran ditanya...
  • Share Pengalaman Seleksi CPNS Guru Kimia DKI (Part 3 - SKB) #2019goestoASN
    Ada empat orang yang nilainya melampaui  passing grade  SKD, tapi yang lolos ke SKB maksimal 3 X formasi. Karena formasi Guru Kimia di SMA ...
  • Share Pengalaman Seleksi CPNS Guru Kimia DKI (Part 4 - Pemberkasan) #2019goestoASN
    Sebulan lebih menunggu pengumuman hasil integrasi SKD-SKB yang menjadi penentu kelulusan seleksi CPNS (tentang proses SKB 👉 bisa buka ini...
  • Share Pengalaman Seleksi CPNS Guru Kimia DKI (Part 2 - SKD) #2019goestoASN
    Setelah kemarin nulis tentang bagaimana mencari formasi yang sesuai dengan latar pendidikan sampai dengan tahapan seleksi administrasi (kl...
  • Seangker Itukah Anker ??
    Sebetulnya bukan pertama kali saya pake moda transportasi commuter line alias KRL yang menjadi sangat berjasa bagi kaum komutasi. Gara-ga...
  • Malu Bertanya, Motor Tertahan, Uang Melayang, Pengalaman
    Kejadian ini hanya dilakukan oleh profesional. Jangan ditiru jika ada anda belum cukup sabar. *padahal kayanya banyak yang ngalamin lebih ...
  • Sepuluh Hari Pertama Jadi Istri
    Pekan lalu, tepatnya Minggu 1 Juli 2018 saya melepas lajang 💑. Ada sedikit penyesalan ... kenapa ga dari dulu 😅. Tapi, tetap aja masih ad...
  • Jangan Asal Speak Up
    Peran manusia sebagai makhluk sosial menuntut kita untuk bisa berkomunikasi secara sosial, entah lewat tulisan atau yang lebih seringkali k...

Blog Archive

  • ▼  2022 (1)
    • ▼  September 2022 (1)
      • Menyusun LK 3.1 Best Practice (PPG Dalam Jabatan 2...
  • ►  2019 (10)
    • ►  May 2019 (1)
    • ►  March 2019 (1)
    • ►  February 2019 (6)
    • ►  January 2019 (2)
  • ►  2018 (16)
    • ►  August 2018 (1)
    • ►  July 2018 (2)
    • ►  June 2018 (1)
    • ►  March 2018 (5)
    • ►  February 2018 (4)
    • ►  January 2018 (3)
  • ►  2017 (4)
    • ►  September 2017 (1)
    • ►  August 2017 (2)
    • ►  July 2017 (1)
  • ►  2016 (9)
    • ►  September 2016 (1)
    • ►  July 2016 (3)
    • ►  June 2016 (1)
    • ►  April 2016 (4)
  • ►  2015 (2)
    • ►  June 2015 (1)
    • ►  March 2015 (1)
  • ►  2014 (8)
    • ►  August 2014 (2)
    • ►  July 2014 (1)
    • ►  June 2014 (2)
    • ►  April 2014 (1)
    • ►  January 2014 (2)
  • ►  2013 (26)
    • ►  December 2013 (4)
    • ►  November 2013 (5)
    • ►  October 2013 (2)
    • ►  September 2013 (1)
    • ►  August 2013 (3)
    • ►  June 2013 (2)
    • ►  April 2013 (1)
    • ►  March 2013 (3)
    • ►  February 2013 (2)
    • ►  January 2013 (3)
  • ►  2012 (22)
    • ►  December 2012 (1)
    • ►  November 2012 (1)
    • ►  October 2012 (1)
    • ►  September 2012 (2)
    • ►  August 2012 (3)
    • ►  July 2012 (5)
    • ►  June 2012 (9)
  • ►  2010 (2)
    • ►  April 2010 (2)

Categories

  • cerita guru (1)
  • cerita PPL (1)
  • corat-coret (37)
  • kuliah (2)
  • meluangkan waktu (3)
  • nyastra (2)
  • opini (36)
  • perjalanan (6)
  • The Journey of Emak-emak (9)

Created with by ThemeXpose . Distributed by Weblyb