Powered by Blogger.

Pages

  • Home
facebook twitter instagram

Widya's Babble

Self Reminder. Bukan berarti sudah baik.

Sabtu itu memutuskan cuti ala Tahu Bulat (red.dadakan *maksa bgt ya, hee) karena badan luar biasa ga bisa diajak kompromi. Dibilang sakit juga enggak sih, bisa saja tetap memaksakan masuk kerja. Walau akhirnya beberapa hari kemudian tahu penyebab si badan remuk ini, PMS. Akhirnya hanya leyeh-leyeh di rumah, baru bada dzuhur keluar dengan agenda nyari souvenir di Baltos, makan di dago, kemudian jalan ke salah satu wisata baru di daerah ciumbuleuit. Faktanya? Baru sampai destinasi Baltos sudah merasa eneg dengan kondisi jalanan. Heee, Bandung. Akhirnya setelah agenda mencari souvenir beres, hanya menikmati seblak di food court sambil ketawa-ketawa. Ceritanya dulu berencana makam malam romantis di salah satu hotel belakang Baltos. You know yang view sky lounge-nya langsung ke Pasupati gitu. Dan kalau malam sempurna dengan citylight Bandungnya. Tapi sekarang terdampar di sini ditemenin seblak (tapi seblaknya enak ko serius). Lihat kondisi lalu lintas dari atas yang padat gitu akhirnya memutuskan untuk pulang.

Sorenya leyeh-leyeh lagi di kasur dan tiba-tiba mendapat berita duka bertubi-tubi. Ibu dari salah satu siswa meninggal dan disusul dengan Ibu dari salah satu rekan guru juga meninggal. Seketika ingat Ibu beserta orang-orang terdekat yang kalo kita bayangin kehilangan mereka rasanya .. ga akan pernah siap.

Maut itu rahasia dan hak Allah. Entah subjek yang akan meninggalkan atau pun yang ditinggalkan udah siap atau belum. Bagi yang dikasih sakit dulu, biasanya itu jadi pertanda. Walau sebetulnya mereka masih berharap kesembuhan, tapi itu bisa jadi semacam warning untuk sekadar berbuat hal-hal untuk meninggalkan kesan baik dan mengucapkan salam perpisahan. Meski ga sedikit juga yang tanpa tanda alam, tiba-tiba jadi korban bencana atau musibah kecelakaan.

Intinya, ga tau kapan Malaikat Izrail bakal say hello ke kita dan orang-orang di sekitar kita. Momen takziyah yang bisa jadi dzikrul maut memang harusnya cukup jadi pertanda buat kita juga. Bahwa kita akan ditinggalkan dan suatu saat juga akan meninggalkan. Makanya suka masih aneh ketika ada orang takziyah masih sibuk selfie atau update status. Oke update tulisan kalo memang tujuannya untuk memberi kabar kematian supaya lebih banyak orang yang mendoakan dan menghibur yang ditinggalkan. Tapi lihat sikon ya. Jangan sampai momen itu malah jadi menyinggung keluarga karena kita malah ketawa-ketiwi ketika selfie. Pliss, coba berempati dong. Kenapa masih bilang gini? Karena pernah menemukan sendiri orang macam gini. Segelintir orang yang entah lah, mungkin dia ga maksud tidak menghormati momen duka cita ya, tapi malah selfie dan upload di sosmed dengan caption "Takziyah si fulan".

Balik ke ketidaksiapan kita menghadapi kematian ya. Kalo udah ada yang meninggal gini, baru diri ini sadar untuk siap-siap. Kemana? Ya ke tujuan akhir lah. Dunia itu hanya persinggahan katanya. Tempat mencari bekal untuk perjalanan jauh menuju ke tujuan akhir, pulang lagi ke asal kita. Udah seberapa siap? Atau udah seberapa banyak amal yang kita siapin untuk menandingi dosa yang kayanya bakal lebih banyak?

Mengingat mati sejenak membuat kita jadi egois. Ya karena siapa lagi yang bakal nolongin kita. Kelak di akhirat, masing-masing orang bakal sibuk sama urusannya sendiri. Tapi sekaligus juga jadi mengingat seberapa banyak kebaikan yang sudah kita lakukan untuk orang lain? Seberapa bermanfaat keberadaan diri kita di dunia? Kalau inget ini tiba-tiba jadi merasa kecil. Merasa ingin mengulur waktu lebih lama di dunia supaya lebih banyak lagi kesempatan mendulang pahala. Tapi juga kadang manusia lalai, waktu yang dikasih malah hanya digunakan untuk kepentingan duniawi. Tiba-tiba udah dipanggil Allah aja.
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Kecewa karena beberapa minggu lalu, di hari keempat tayang, dengan ganti dua bioskop, itu tiket Dilan kalau mau kebagian harus ambil jam 9 malam. Ya kali Cinderella, boleh pulang jam 12 malam. Padahal itu film menghabiskan minimal 3/4 jatah studio di tiap bioskop. Tetep aja membludak ya. Ckckck.

Sebulan kemudian, muncul lagi film sekuel ala-ala AADC. Dulu seinget saya, kesuksesan film pertamanya juga mirip-mirip AADC. Cuma kalau saya lihat pasarnya beda. AADC (walau waktu itu diperankan sama anak SMA) merambah ke orang yang beranjak dewasa. Sedangkan film ini sangat sangat remaja. Mana yang main Shandy Aulia dengan karakter manja yang menurut saya agak berlebihan juga, jatohnya malah pengen jadi nimpukin karena kemanjaannya. Tapi karena penasaran, tetep aja pengen nonton film Eiffel I'm in Love 2 ini.

Penayangannya bareng sama film Marvel "Black Panther". Saat yang lain justru penasaram sama film luar, ga tau ini selera susah banget diajak buat tinggi. Tetep aja pengen nonton film Indonesia. Wkwkwk. Ya udah lah ya. Apa harus ikut-ikutan biar dibilang keren dan kekinian?

Berkaca dari pengalaman nonton AAC 2 yang beli tiket OTS yang mepet waktu penayangan dam kebagian di kursi paling depan, akhirnya saya dan teman beli via ticketing online. Daaan wihh beruntung lagi ada promo diskon 40%. Jam penayangan 19.00 dan kita baru keluar kantor jam 18.30. Setelah beres sholat maghrib, order ojol baru dapet jam 18.45. Hahaha. Ya sudah  lah. Memang pasti terlambat juga.

Masuk studio 19.25 memang sudah mulai. Tapi kayanya belum ketinggalan jauh. Awalnya diceritain Tita yang lagi LDR sama Adit, sekarang udah jadi dokter hewan dan sahabatan sama Adam. Uni, sahabatnya Tita jadi kakak ipar Tita. Iya dia nikah sama Alan. Suka sama Uni sekarang. Lebih keliatan dewasa dan matang. Nanda, sahabat Tita yang satu lagi udah nikah juga. Konfliknya bermula di situ sih. Di saat yang lain udah pada nikah, Tita masih aja belum dilamar sama Adit. Dan keluarga mereka memutuskan pindah ke Paris sampai entah kapan. Jadi lah Tita ga LDR lagi. Daaan saat itu lah, harapan Tita untuk segera dilamar makin naik. Belum lagi Uni sama Nanda yang jadi kompor banget. Puncak konfliknya sih tentang miskomunikasi gitu. Adit nyuruh Tita buat nunggu sebentar lagi. Tita salah paham karena lihat adit pegangan tangan sama Celine (temen Adit di Paris) dan nyangka Adit belum siap karena masih ingin bebas. Padahal, Adit belum siap karena ia perlu merencanakan semua masa depannya pasca ditinggal meninggal Babehnya. Jadi rumah Adit dijual untuk lunasin semua utang Babeh dan restorannya dan sisanya ia beli apartemen .. yang viewnya langsung Eiffel tapiii, belum direnov dan belum ada isinya. Nahh, Adit ini belum siap karena ingin mempersembahan yang terbaik buat Tita. Itu intinya sih. Ada bumbu-bumbu lewat kehadiran Adam juga di Paris yang bikin mirip FTV sih sebetulnya. Heee.
Recomended? No.
Banyak adegan dan menurut saya frame ceritanya sama kaya EIIL 1. Dan sangat remaja sekali. Jadi berasa ketuaan, ya cukup menghibur buat yang kangen sama karakter Tita yang manja plus Adit yang sombong, arogan, nan cool itu.

Dan entah kenapa, pengalaman ini saya rasakan di AAC 1. Ngerasa cuma jadi bagian reuni film sebelumnya. Frame ceritanya sama, konfliknya besarnya sama, ending ceritanya pun sama. Hmmm. Saya ga baca novel AAC 2, tapi menurut yang udah baca sih, mereka kecewa. Saya aja yang ga baca novelnya merasa kecewa. Gini doang? Jadi untuk kedua film ini ngerasa terlalu maksa dibikin sekuel. Memaksa mencari celah cerita dari bagian film pertama yang sebetulnya sudah selesai semua.

Tapi justru saya merasa beda ketika nonton sekuel AADC. Ada pengembangan cerita dan konflik di sana. Karakter tokohnya juga jadi beda menyesuaikan dengan umur yang makin dewasa. Jadi lah ini memang cocok untuk ditonton anak AADC dulu. Walau banyak yang kecewa dengan film ini. Saya malah merasa puas. Memang ada bagian yang belum selesai di film pertama dan terselesaikan di film kedua.
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
"Aku ngomong monyet, kamu aja ngerasa dipanggil"

Itu penggalan kalimat di film Petualngan Sherina. Kalau di film itu konteksnya memang sebetulnya si Sadam manggil monyet ke Sherina. Tapi kalo tanpa lihat adegan filmnya, jadi berasa kesentil. Sering banget ngalamin gitu. Geer duluan.

Geer yang saya maksud bukan geer dalam konteks negatif ya. Karena beberapa geer bisa menimbulkan perbaikan diri. Asal kita mau sedikit merendahkan hati sih. Sebagian bahkan setiap orang pasti pernah mengalami. Ketika datang ke kajian atau event motivasi, speakernya bilang tentang sesuatu ko mirip banget sama kondisi kita. Lalu kita jadi makin tertarik untuk mendengarkan karena memang ngerasa butuh solusi dari permasalahan kita. Ahh tapi itu bukan kebetulan juga sih. Bisa aja kita hadir kesana memang karena menyesuaikan dengan tema yang dibahas.

Ada yang lebih kebetulan. Sedang galau, iseng buka timeline, lalu nemu twit Aa G*m yang bikin kita jadi melting serasa diguyur siraman rohani saat kemarau panjang. Padahal pernah curhat aja enggak sama beliau. Ko bisa langsung ngasih solusi atau sebatas penghiburan yang pas banget.

Aau lewat buku yang sedang kita baca dengan judul yang sama sekali tak ada hubungan dengan permasalahan kita, tapi menuliskan quote yang sangat mengena. Atau tanpa sengaja baca stiker di angkot. Atau status teman di media sosial yang jumpa langsung aja jarang banget. Dan berbagai kebetulan yang bikin kita jadi mikir "Ih ko bisa tau? Ko bisa pas?"

Saya sih ga ngerti teori psikologi atau ilmu lain yang bisa membahas berbagai kebetulan ini. 
Entah karena sugesti atau memang alam sedang berkonspirasi menolong lewat tangan-tangan tak dikenal. 
Yang jelas lewat kebetulan ini, kita jadi seperti berdialog dengan Allah. Lebay ya? Seperti mendapat jawaban dari kegamangan yang sudah atau bahkan belum sempat kita doakan. Rasanya ingin berterima kasih tapi pastinya yang bersangkutan bakal bingung untuk apa terima kasih yang kita beri. 

Atau geer bentuk lain yang biasanya diinisiasi sama temen sendiri. Tapi kalau ini kadang ada penyertaan suudzon, meski sebetulnya lagi-lagi kalo kita mau menurunkan ego, mungkin itu teguran alami dari Allah. Misal teman tiba-tiba ngomongin kejelekan si A yang bla bla bla. Terus kita ngerasa kesindir dan malah sebel sama temen kita itu. Kita kira dia lagi negur tapi pake majas ironi. Padahal temen kita sama sekali ga punya niatan itu, toh karena dia juga ga tau tentang kejelekan kita yang satu itu. Coba sedikit peka, kalau kita memang ga salah, kenapa harus merasa tersindir dong? Berarti memang ada sesuatu dalam diri kita yang bikin kita ngerasa kesindir.

Jadi, geer itu baik dalam beberapa kondisi ya. Dengan konsekuensi ya kita juga ga perlu jadi orang yang baperan karena ngerasa kesindir sama orang yang padahal belum tentu tahu permasalahan kita. Positifnya mungkin orang-orang itu dengan sengaja dikirim Allah menjadi teguran level rendah supaya kita mau memperbaiki diri. Atau justru sekadar pelipur lara kala hati tersiksa. Ceilee.
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Beberapa hari lalu, salah satu teman bercerita pengalaman scaling pertamanya. Memang menyadari sejak beberapa bulan lalu, karang gigi saya juga menumpuk, keinginan untuk mengikuti jejak timbul juga. Teman saya itu datang ke RSKGM UNPAD, karena ada temannya yang sedang koas disana. Saya juga diberi nomor kontaknya dan menyarankan untuk scaling disana juga. Tapi karena jarak kesana cukup jauh dari rumah, maka saya putuskan untuk scaling di faskes sesuai BPJS saya saja, di Puskesmas Melong Tengah. Biar gratis juga. Hehe.

Datang jam 7 pagi dengan adik yang juga mau tambal gigi. Baru ke Puskesmas lagi setelah terkahir sekitar setahun lalu. Dan sudah banyak berubah, lebih bagus. Nomor antrian sudah menggunakan print out macam di RS. Bukan zamannya lagi pakai kertas yang ditusuk di paku kali ya. Dapat nomor antrian pendaftaran C5. Dan antrian ini juga kita gunakan untuk antri dokter. Oh ya ketika mengambil nomor antrian, maka sesuaikan dengan poli yang akan kita tuju. Ada poli umum, poli lansia, poli gigi, poli KIA, poli TB Paru, satu lagi saya lupa. Hehe. Jadi awalan C di no antrian itu menunjukkan poli gigi yang akan saya datangi.

Nomor antrian

Menunggu lumayan lama. Karena pasien di poli gigi rata-rata menghabiskan minimal 10-30 menit. Ya pasti telat ngantor sih,  makanya antisipasi izin telat duluan. Hehe.

Sekitar jam 9. Setelah menunggu dag-dig-dug ditambah penjelasan hasil googling yang mengatakan bahwa prosesnya menggunakan anestesi, antrian saya pun dipanggil. FYI, saya ini sebetulnya takut untuk datang ke dokter. Khawatir segala penyakit akan terungkap dan menambah beban fikiran. Hheee.

Jadi sejak antri, kalau ini berhasil tanpa trauma, sebuah prestasi bagi saya. Begitu masuk ruangan, dokternya ramah. Pertanyaan pertama malah "Tetehnya lagi hamil?" Heee. Mungkin karena gamis saya yang gedombrangan. Setelah dijawab tidak, masih bertanya "Tapi udah nikah?" Heee. Setelah menjawab belum untungnya tidak ada pertanyaan lagi. Malah sepatah dua patah kata penghibur. Padahal biasa aja dok. Lagipula memang belum siap. Dan setelah selesai baru saya tahu dari teman kalau ibu hamil memang tidak disarankan scaling, karena khawatir menambah kebutuhan kalsium bagi gigi, sedangkan bayinya juga sedang membutuhkan kalsium untuk pertumbuhan tulangnya. Jadi ya semacam rebutan kalsium antara ibu dan bayi nantinya.

Basa-basi selesai proses scaling pun dimulai. Saya minta gigi bagian bawah dulu, bagia atasnya dokternya bilang kamis depan. Tapi kayanya saya ga bakalan datang lagi. Bukan karena sakit sih. Tapi malas saja. Hahaaa. Rasanya hanya ngilu-ngilu sedikit. Memang ada darah yang keluar, tapi biasanya dokternya minta kita kumur-kumur di tengah prosesnya kalau darah memang sudah banyak keluar. Overall, ga kapok karena ga kerasa apa-apa. Yang saya ga tahan justru mualnya selama prosea scaling itu. Entah kenapa ya. Mungkin karena mulut kita dimasuki benda asing dan itu bikin mulut jadi asing seharian. Belum berani makan dan minum yang terlalu panas atau terlalu dingin juga selama dua hari. Sikat gigi pun masih terasa ngilu saat berkumur padahal airnya suhu ruangan. 

Intinya, boleh dicoba apalagi kalau merasa karang gigi sudah mulai menumpuk dan sulit dibersihkan hanya dengan sikat gigi. Demi kesehatan gigi juga kan.
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Bahagia. Apa sih definisinya? Kayanya jadi tergantung kondisi. Bahagia adalah sehat bagi yang sakit, waktu luang bagi yang sibuk, serta berbagai keinginan manusia yang tanpa batas. Hari ini naik transportasi umum, esok ingin beli motor. Sudah terbeli motor, nabung untuk beli mobil. Tak pernah puas.

Setiap hari bumi disibukkan dengan manusia-manusia yang katanya mencari nafkah untuk membahagiakan diri dan keluarga, tapi terkadang lupa akan esensi bahagia itu sendiri. Tidak sedikit orang yang malah mendapat tekanan dan depresi dari pekerjaan. Belum lagi orang tua yang katanya banting tulang demi masa depan anaknya justru malah mengorbankan fase perkembangan anaknya. Serta fenomena sebaliknya yang sudah jadi kebiasaan dan mendapat kewajaran.

Seharusnya manusia bertanya dulu, tujuan dari bekerja itu untuk apa? Karena beberapa orang justru tidak merasakan adanya peningkatan kebahagiaan dari hasil jerih payah yang mereka dapatkan.

Hedonic treadmill

Istilah lama sih tapi kebanyakan orang mengelak sedang terkena sindrom itu. Tentang peningkatan materi yang kita dapat namun tidak sebanding dengan kebahagiaan yang kita rasakan. Stagnan. Seperti menaikkan kecepatan treadmill tapi tetap diam di tempat. Jika kemarin jalan-jalan hanya tamasya keliling kota, lalu hari ini bisa keliling dunia, namun rasanya tetap sama saja, itu indikasinya. Mungkin sebagian orang tidak menyadari karena peningkatan kualitas hidupnya juga naik secara bertahap, bukan orang yang kaya raya mendadak. Tapi ketika hal ini tidak diimbangi dengan syukur yang juga meningkat secara bertahap, maka kualitas syukur kita tetap akan di bawah.

Kalau kita mau menurunkan ego, menerima definisi bahwa bahagia hanyalah serangkaian permainan hormon serta emosi dalam tubuh yang mengakibatkan perasaan nyaman dan mungkin disertai sedikit senyum atau tawa. Maka seharusnya kebahagiaan itu tidak bisa dibandingkan, karena rasanya sama. Hanya standarnya saja yang berbeda. Karena frekuensi kehidupan setiap manusia juga akan berbeda.

Jadi, jika ada sebagian orang yang menyandarkan kebahagiaan pada materi. Atau mungkin kita tidak mengakui itu. Tapi masih keukeuh dengan lembur setiap hari demi sebuh gawai baru, kendaraaan terkini, atau rumah yang lebih besar. Seharusnya setelah kita mendapatkan apa yang kita inginkan, maka kebahagiaan kita pun akan bertambah. Seharusnya. Jika tidak?

Maka, bukan itu esensi bahagia. Karena bahagia adalah seberapa besar rasa syukur kita dengan apa yang kita miliki saat ini. Bukan menyandarkan pada cara bahagia orang lain. Apalagi menyandarkan pada apa yang belum kita punya. 
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Newer Posts
Older Posts

About me

Widya P Suharman

Melankolis-Plegmatis
Ibu dari satu anak kandung dan Ibu dari puluhan siswa

Popular Posts

  • Membuat Surat Keterangan (Suket) Sehat Jasmani dan Rohani Serta SKBN di RSUD Cibabat
    Saat melamar pekerjaan atau mendaftar sekolah (biasanya kedinasan), ada instansi yang mensyaratkan surat keterangan (suket) sehat jasmani ...
  • Penghambat Seleksi CPNS
    Sekali lagi ya, jadi PNS itu bukan cita-cita semua orang. Bukan juga cara cepat biar kaya karena penghasilannya biasa saja. Masih banyak pe...
  • Dua Manusia Yang Salah Sangka
    “Nikah deh, nanti bakal tahu rasanya gimana.” Seolah tidak     merasakan bagaimana sumpeknya jadi jomblo yang tiap lebaran ditanya...
  • Share Pengalaman Seleksi CPNS Guru Kimia DKI (Part 3 - SKB) #2019goestoASN
    Ada empat orang yang nilainya melampaui  passing grade  SKD, tapi yang lolos ke SKB maksimal 3 X formasi. Karena formasi Guru Kimia di SMA ...
  • Share Pengalaman Seleksi CPNS Guru Kimia DKI (Part 4 - Pemberkasan) #2019goestoASN
    Sebulan lebih menunggu pengumuman hasil integrasi SKD-SKB yang menjadi penentu kelulusan seleksi CPNS (tentang proses SKB 👉 bisa buka ini...
  • Share Pengalaman Seleksi CPNS Guru Kimia DKI (Part 2 - SKD) #2019goestoASN
    Setelah kemarin nulis tentang bagaimana mencari formasi yang sesuai dengan latar pendidikan sampai dengan tahapan seleksi administrasi (kl...
  • Seangker Itukah Anker ??
    Sebetulnya bukan pertama kali saya pake moda transportasi commuter line alias KRL yang menjadi sangat berjasa bagi kaum komutasi. Gara-ga...
  • Malu Bertanya, Motor Tertahan, Uang Melayang, Pengalaman
    Kejadian ini hanya dilakukan oleh profesional. Jangan ditiru jika ada anda belum cukup sabar. *padahal kayanya banyak yang ngalamin lebih ...
  • Sepuluh Hari Pertama Jadi Istri
    Pekan lalu, tepatnya Minggu 1 Juli 2018 saya melepas lajang 💑. Ada sedikit penyesalan ... kenapa ga dari dulu 😅. Tapi, tetap aja masih ad...
  • Jangan Asal Speak Up
    Peran manusia sebagai makhluk sosial menuntut kita untuk bisa berkomunikasi secara sosial, entah lewat tulisan atau yang lebih seringkali k...

Blog Archive

  • ▼  2022 (1)
    • ▼  September 2022 (1)
      • Menyusun LK 3.1 Best Practice (PPG Dalam Jabatan 2...
  • ►  2019 (10)
    • ►  May 2019 (1)
    • ►  March 2019 (1)
    • ►  February 2019 (6)
    • ►  January 2019 (2)
  • ►  2018 (16)
    • ►  August 2018 (1)
    • ►  July 2018 (2)
    • ►  June 2018 (1)
    • ►  March 2018 (5)
    • ►  February 2018 (4)
    • ►  January 2018 (3)
  • ►  2017 (4)
    • ►  September 2017 (1)
    • ►  August 2017 (2)
    • ►  July 2017 (1)
  • ►  2016 (9)
    • ►  September 2016 (1)
    • ►  July 2016 (3)
    • ►  June 2016 (1)
    • ►  April 2016 (4)
  • ►  2015 (2)
    • ►  June 2015 (1)
    • ►  March 2015 (1)
  • ►  2014 (8)
    • ►  August 2014 (2)
    • ►  July 2014 (1)
    • ►  June 2014 (2)
    • ►  April 2014 (1)
    • ►  January 2014 (2)
  • ►  2013 (26)
    • ►  December 2013 (4)
    • ►  November 2013 (5)
    • ►  October 2013 (2)
    • ►  September 2013 (1)
    • ►  August 2013 (3)
    • ►  June 2013 (2)
    • ►  April 2013 (1)
    • ►  March 2013 (3)
    • ►  February 2013 (2)
    • ►  January 2013 (3)
  • ►  2012 (22)
    • ►  December 2012 (1)
    • ►  November 2012 (1)
    • ►  October 2012 (1)
    • ►  September 2012 (2)
    • ►  August 2012 (3)
    • ►  July 2012 (5)
    • ►  June 2012 (9)
  • ►  2010 (2)
    • ►  April 2010 (2)

Categories

  • cerita guru (1)
  • cerita PPL (1)
  • corat-coret (37)
  • kuliah (2)
  • meluangkan waktu (3)
  • nyastra (2)
  • opini (36)
  • perjalanan (6)
  • The Journey of Emak-emak (9)

Created with by ThemeXpose . Distributed by Weblyb