Powered by Blogger.

Pages

  • Home
facebook twitter instagram

Widya's Babble

Self Reminder. Bukan berarti sudah baik.

Pernah makan di luar kan? Pasti lah.
Suka dihabisin ga?
Kenapa ga dihabisin?
Apa?
Ko gengsi?
Takut dibilang kaya orang kelaparan?
Lahh emang alasan kamu makan apa? Bukannnya lapar ya?
Ckckck

Kegiatan makan di luar memang menyenangkan. Apalagi perkembangan rumah makan yang semakin menjamur dan membabi buta (bahasanyaaa). Mulai dari konsep angkringan sampai yang menjual pemandangan (padahal rasa makanannya masih kalah sama tenda pinggiran). Berbagai acara televisi tentang kuliner juga makin bikin orang rajin datang ke tempat yang direkomendasikan. Yapp, kegiatan makan di luar jadi lebih dikenal dan lebih gaya disebut sebagai wisata kuliner.

Tapi, ternyata fenomena makan di luar itu bikin saya jadi bertanya-tanya. Pasalnya (gaya pake pasal segala) beberapa orang yang berwisata kuliner itu doyan banget nyisain makanan. Alias tidak menghabiskan makanannya. Padahal setelah keluar dari resto itu, muncullah seorang ibu yang menggendong anaknya sambil bilang "De, ibu belum makan udah 3 hari." Dan parahnya yang tadi makan bersisa ga terketuk sama sekali. Oke cerita tentang ibu pengemis tadi emang fiksi sih. Tapi kalo tentang yang nyisain makanan mudah kita temukan. Daaan pas saya tanya salah satu orang (pas makan bareng) kenapa dia ga habisin makanan, jawabannya "Malu lah. Entar disangka kelaparan". Waduhh. Situ ngorbanin makanan jadi mubazir cuma karena gengsi?

Kalaupun ga tau dalil tentang dosanya mubazir, coba bayangin kasusnya kamu terbangun malam karena kelaparan, dan melihat adikmu lagi asik nonton bola sambil makan mie. Dan tarraa, mie-nya si adek masih ada tuh di mangkok dan kayanya sih dianggurin gitu aja di meja. Tapi karena kebelet pipis juga, akhirnya kamu ke kamar mandi dulu. Setelah lega mengeluarkan sisa pencernaan dari ginjalmu itu, kamu menghampiri adikmu lagi untuk segera menyantap mie si adek. Tapi, ketika kamu sampai di ruang tv. Mangkoknya pun sudah tak ada. Dan jawaban adek ketika kamu tanya itu gerangan si mie, adekmu dengan enteng jawab "Dibuang. Orang udah kenyang". Silahkan deskripsikan perasaanmu sendiri ya.

Cerita tadi sih cuma gambaran. Intinya, kalau sudah merasa dewasa, pliss hargai apa yang sudah kamu miliki ya. Makanan itu dibeli pake uang. Entah uang ortu apalagi uang kamu, sayang kan kalau ga dihabiskan. Dan si chef yang masak juga pasti lebih seneng ko kalo jerih payahnya lebih dihargai. Tukang cuci piringnya juga, jadi ga repot harus menyisihkan sisa makanan saat menggosok piringmu. Hellooow, itu uang saya sendiri yang nyari, terserah saya dong mau dipake apa. Iya, tapi balik lagi ya. Allah tidak suka pada sesuatu yang mubazir. Milih gengsi apa milih disukai Allah?

Kalau sekiranya perutmu berukuran mungil, pesan setengah porsi aja. Jangen gengsi takut dibilang ga punya uang. Atau jangan sungkan untuk menawarkan makanan pada temanmu yang punya kapasitas ekstra (macam saya) yang akan dengan senang hati menerima. Tapi, tau etika ya. Tawari saat masih baru datang, jangan tawari makanan sisa. Kecuali kalau temanmu yang dengan senang hati menawarkan diri menghabiskan.

Intinya, alasan makan itu karena lapar kan? Dan ga perlu takut dibilang kelaparan. Emang ada orang kelaparan lari ke resto mahal? Palingan juga ke warteg atau warung padang biar dapet nasi banyak.

Daaaan, satu lagi masih tentang makanan dan mubazir yang sering tanpa sadar kita lakukan karena mentang-mentang gratisan. Makan di kondangan alias hajatan. Ngambil seenaknya, tapi cuma diambil dagingnya doang. Ambil sesuai porsi perutmu dan jangan ambil makanan yang ga kamu suka.

*ini tuh semacam lagi kedatangan ibu peri dari manaaa gitu ya. Beberapa hari ini bawaannya jadi baik mulu. Padahal sehari-hari sih jangan ditanya kaya gimana.

Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Bersyukurlah bila ada yang mengingatkan.
Bukan malah mencari pembenaran.
Mengakui kesalahan memang ga gampang.
Tapi kalau coba direnungkan, pasti bakal bilang lagi "ya sih, saya masih kurang bener lagian".
Tidak perlu malu jika salah.
Tidak perlu gengsi juga untuk mengaku salah.
Semua orang pernah salah, kan katanya memang tempatnya salah.

Jadikan kesalahan sebagai momen pembuktian bahwa kita mau belajar.
Insyaallah proses juga dinilai.

Lagi dikunjungi malaikat nih, makanya agak bener. Hehehe. Hayoo ngaku siapa yang masih suka kesel dan ngeyel kalau diingatkan? Manusiawi sih. Saya juga suka begitu lagian. Tapi, ga masalah. Yang namanya kebaikan mah selalu berproses kan ya? Guru itu seneng sama murid yang pinter, tapi bakal lebih seneng sama murid yang ujian pertama dapet 50, di ujian selanjutnya bisa lebih dari itu.


Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Duluuuu sekali, jaman masih kuliah. Jaman pikiran ini masih terkungkung pada dunia kampus yang fana dan hanya sebagai laboratorium kehidupan sesungguhnya. Saya memandang sinis pada orang-orang dengan basic non-kependidikan yang terjun dalam dunia ‘bisnis’ pendidikan.

Duluuu sekali, jaman masih kuliah. Jaman pergaulan saya hanya masih sekitar rekan kampus ‘pendidikan’. Saya selalu mencemooh orang yang ‘ikut-ikutan’ ramai menggerogoti lahan ‘bisnis’ kami.

Yaa begitulah ...
Itulah proses kedewasaan.
Sekarang ...
Saat ini ...
Saya merasa benar-benar ikhas untuk merangkul mereka dan merasa perlu banyak belajar dari orang-orang yang memiliki semangat, keikhlasan, dan hati yang lebih bersih daripada orang-orang dengan basic pendidikan yang menganggap ‘mengajar’ hanyalah sebuah profesi yang dilakoni untuk mencari nafkah dan menjalaninya dengan main-main.

Tidak peduli dengan gelar S.Pd atau lebih. Sudah guru profesional atau belum, rasanya masih banyak orang non-pendidikan sana yang lebih peduli, memiliki panggilan hati untuk mentransfer ilmu dibandingkan mereka yang masih menakar dengan gaji.


Saya dengan rendah hati mengakui belum bisa menjadi seorang guru profesional. Tapi tetap akan selalu belajar. *hahaha, lebay ahhh
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Ampuuun ini blog udah lumutan, banyak sarang laba-laba sampai ada demit yang nebeng hidup juga. Heu.

Liat daftar postingan tiap tahun yang semakin menurun, bikin hati tambah hancur. Hiks. Cita-cita aja pengen rajin 'curhat' di blog, nyatanya nol besaaaar. Hahaha. Kalau boleh nyusun pledoi sih, hal ini dikarenakan banyaknya media sosial macam twitter, IG, sampai BBM atau line (lewat statusnya) yang bisa dijadikan tempat curhat atau sekedar nulis singkat. Hohoho. Dan inilah enaknya. Karena kalau di twitter atau BBM terdapat batasan penggunaan karakter, maka mau tidak mau kemampuan memilih diksi diasah juga. Hehehe. Dan semakin terbiasalah buat nulis hal remeh-temeh dengan kalimat yang lebih singkat. Kalau di IG bisa aja nulis panjang, tapi kembali ke tujuan awal kalau IG diciptakan buat posting foto dan tentunya orang yang buka IG berniat cari gambar kan, bukan baca tulisan?

Soooo, tetap saja kepuasan saat menulis di blog itu tidak tergantikan. Apalagi kalau tahu ternyata mantan juga masih suka stalking blog diam-diam. Hihi. (kalau lho ini. Pertegas lagi. Cuma kalau)
Pertama yang mau saya bilang adalah yeaaayyy, finally I resigned from my previous job. Hahaha. Kok girang? Girang bukan karena kehilangan pekerjaan, tapi karena hilangnya seluruh rasa gamang. Waktu saya cerita ke temen sesama orang Cijerah sih, dia malah ketawa. Katanya orang Cijerah ga bakat rantau. Halahhh, itu anak malah redupin semangat. Padahal kalau ditawarin Malang atau Wonosobo kayanya masih tertarik juga. Hehehe. Entah deh tahan berapa bulan.

Okee lah mumpung sekarang lagi ingat dan kuota sedang bersahabat, mari posting banyak. Hahaha. *kebiasaan jelek sih ya.
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Haii..

Baru lulus dan sedang galau memikirkan pekerjaan? Terus terpikir untuk pergi dari tempat tinggal alias merantau? Hmm, yakin? Ga mau pikir-pikir dulu?

Let’s see bagaimana saya menuturkan pengalaman jadi anak rantau yang lagi ada dalam masa transisi dan adaptasi antara mutusin buat melanjutkan berjuang di tanah orang atau menyerah pada keadaan.

Jadi gini, beberapa bulan lalu saya baru saja lulus dan merasa galau karena sudah tiga minggu resmi tanpa pekerjaan. Sebetulnya bukan tanpa pekerjaan juga, karena ada teman juga yang nawarin pekerjaan sampingan buat jadi pembimbing olimpiade di salah satu sekolah. Lumayan. Meskipun cuma tiga minggu, tapi cukup untuk menyambung status yang kemarin masih jadi mahasiswa. Jadi kalau ditanya sekarang lagi sibuk apa, at least ga jawab diem di rumah aja. Hehehe. Dan setelah pekerjaan itu hampir selesai, alhamdulillah dapat tawaran lagi dari teman KKN untuk ngajar di kota yang jadi kota impian untuk ditinggali setelah Malang dan Wonosobo. Yippii, seneng dong. Mau belajar rantau.

Ehh tapi bulan-bulan awal gitu deh. Masih sering homesick. Raga dimana tapi pikiran dimana. Hahaha.

Dan setelah bulan ketiga sudah cukup enjoy. Hhmm, menyenangkan juga.

Tapi, sekarang ... galau lagi. Hahaha.

Mudah-mudahan ungkapan ini bukan salah satu indikasi kufur nikmat. Ya Allah, hamba bersyukur sekali mendapat pekerjaan yang sesuai dengan kapasitas. Seperti yang telah Engkau janjikan, bahwa setiap manusia akan diberi ujian sesuai dengan kemampuan. Dan hamba mengimani bahwa Engkau tidak pernah ingkar.

Dan tanpa mengurangi rasa terima kasih pada penunjuk jalan, teman masa KKN, yang sudah berbaik hati menunjukkan pekerjaan dan melepaskan saya dari belenggu kegalauan pengangguran, saya curhat dikit di sini boleh ya.

Banyak hal yang tak pernah terpikirkan bahwa jadi anak rantau itu ga semudah nonton film Modus Anomali yang kamu tinggal duduk manis dan nikmatin tegang-tegangnya aktor doang.

Pernah ngerasain ga sih ketika kamu pulang ke kota asal, terus baru sampai di pintu tol perasaan aneh menyergap. Semacam perasaan tak disambut ramah. Rasanya setiap bangunan yang saya lihat sepanjang jalan dari terminal menuju rumah melirik sinis sambil berkata “Ihh nih orang ngapain sih pulang? Udah pergi ninggalin kita juga.” Rasanya kaya pengen minta maaf, tapi sama siapa. Agak lebay kedengerannya sih. Bodo amat.

Dan juga rengekan orang-orang sekitar yang meminta kembali. Terlepas dari apakah mereka tulus berucap seperti itu atau tidak, tapi tetap ada perasaan kangen ketika baca komen mereka entah di path, IG, atau jejaring sosial apapun itu lah “Teteh kapan ke Bdg lagi?” “Bu, ajarin kita lagi atuh” “Bu, main atuh ke sekolah. Meuni ga pernah ke sini lagi” atau ungkapan “Yeayy, balik Bdg Bu? Ngajar lagi atuh” sewaktu saya posting foto ketika saya sedang berada di Bandung.

Belum lagi dengan sahabat, kawan, atau juga mantan (ups) yang meminjam berjuta bentuk yang rasanya sayang untuk ditinggal jauh sehingga harus menunggu momen semacam bukber atau reuni demi berjumpa. Itu juga kalau jadwalnya sesuai dengan kepulangan.

Atau lagi melewatkan momen pernikahan sahabat dekat yang bikin nyeselnya ga tau harus gimana. Ini benar-benar saya alami kemarin ketika sahabat jaman SMP nikah dan saya ga hadir lantaran ga bisa pulang. Maafin ya Tiara.

Dan terakhir dan yang paling berharga yaa keluarga. Melewatkan berbagai momen Ibu dan Bapak menuju tua. Tidak ikut membimbing secara langsung adik yang seharusnya bisa lebih baik dari Kakaknya. Ada perasaan ga lengkap juga jadi anggota keluarga.


Heyy, kalian anak rantau, pada ngerasain ini ga sih? Atau cuma saya aja yang lagi mellow?
Share
Tweet
Pin
Share
2 comments
Newer Posts
Older Posts

About me

Widya P Suharman

Melankolis-Plegmatis
Ibu dari satu anak kandung dan Ibu dari puluhan siswa

Popular Posts

  • Membuat Surat Keterangan (Suket) Sehat Jasmani dan Rohani Serta SKBN di RSUD Cibabat
    Saat melamar pekerjaan atau mendaftar sekolah (biasanya kedinasan), ada instansi yang mensyaratkan surat keterangan (suket) sehat jasmani ...
  • Penghambat Seleksi CPNS
    Sekali lagi ya, jadi PNS itu bukan cita-cita semua orang. Bukan juga cara cepat biar kaya karena penghasilannya biasa saja. Masih banyak pe...
  • Dua Manusia Yang Salah Sangka
    “Nikah deh, nanti bakal tahu rasanya gimana.” Seolah tidak     merasakan bagaimana sumpeknya jadi jomblo yang tiap lebaran ditanya...
  • Share Pengalaman Seleksi CPNS Guru Kimia DKI (Part 3 - SKB) #2019goestoASN
    Ada empat orang yang nilainya melampaui  passing grade  SKD, tapi yang lolos ke SKB maksimal 3 X formasi. Karena formasi Guru Kimia di SMA ...
  • Share Pengalaman Seleksi CPNS Guru Kimia DKI (Part 4 - Pemberkasan) #2019goestoASN
    Sebulan lebih menunggu pengumuman hasil integrasi SKD-SKB yang menjadi penentu kelulusan seleksi CPNS (tentang proses SKB 👉 bisa buka ini...
  • Share Pengalaman Seleksi CPNS Guru Kimia DKI (Part 2 - SKD) #2019goestoASN
    Setelah kemarin nulis tentang bagaimana mencari formasi yang sesuai dengan latar pendidikan sampai dengan tahapan seleksi administrasi (kl...
  • Seangker Itukah Anker ??
    Sebetulnya bukan pertama kali saya pake moda transportasi commuter line alias KRL yang menjadi sangat berjasa bagi kaum komutasi. Gara-ga...
  • Malu Bertanya, Motor Tertahan, Uang Melayang, Pengalaman
    Kejadian ini hanya dilakukan oleh profesional. Jangan ditiru jika ada anda belum cukup sabar. *padahal kayanya banyak yang ngalamin lebih ...
  • Sepuluh Hari Pertama Jadi Istri
    Pekan lalu, tepatnya Minggu 1 Juli 2018 saya melepas lajang 💑. Ada sedikit penyesalan ... kenapa ga dari dulu 😅. Tapi, tetap aja masih ad...
  • Jangan Asal Speak Up
    Peran manusia sebagai makhluk sosial menuntut kita untuk bisa berkomunikasi secara sosial, entah lewat tulisan atau yang lebih seringkali k...

Blog Archive

  • ▼  2022 (1)
    • ▼  September 2022 (1)
      • Menyusun LK 3.1 Best Practice (PPG Dalam Jabatan 2...
  • ►  2019 (10)
    • ►  May 2019 (1)
    • ►  March 2019 (1)
    • ►  February 2019 (6)
    • ►  January 2019 (2)
  • ►  2018 (16)
    • ►  August 2018 (1)
    • ►  July 2018 (2)
    • ►  June 2018 (1)
    • ►  March 2018 (5)
    • ►  February 2018 (4)
    • ►  January 2018 (3)
  • ►  2017 (4)
    • ►  September 2017 (1)
    • ►  August 2017 (2)
    • ►  July 2017 (1)
  • ►  2016 (9)
    • ►  September 2016 (1)
    • ►  July 2016 (3)
    • ►  June 2016 (1)
    • ►  April 2016 (4)
  • ►  2015 (2)
    • ►  June 2015 (1)
    • ►  March 2015 (1)
  • ►  2014 (8)
    • ►  August 2014 (2)
    • ►  July 2014 (1)
    • ►  June 2014 (2)
    • ►  April 2014 (1)
    • ►  January 2014 (2)
  • ►  2013 (26)
    • ►  December 2013 (4)
    • ►  November 2013 (5)
    • ►  October 2013 (2)
    • ►  September 2013 (1)
    • ►  August 2013 (3)
    • ►  June 2013 (2)
    • ►  April 2013 (1)
    • ►  March 2013 (3)
    • ►  February 2013 (2)
    • ►  January 2013 (3)
  • ►  2012 (22)
    • ►  December 2012 (1)
    • ►  November 2012 (1)
    • ►  October 2012 (1)
    • ►  September 2012 (2)
    • ►  August 2012 (3)
    • ►  July 2012 (5)
    • ►  June 2012 (9)
  • ►  2010 (2)
    • ►  April 2010 (2)

Categories

  • cerita guru (1)
  • cerita PPL (1)
  • corat-coret (37)
  • kuliah (2)
  • meluangkan waktu (3)
  • nyastra (2)
  • opini (36)
  • perjalanan (6)
  • The Journey of Emak-emak (9)

Created with by ThemeXpose . Distributed by Weblyb