Harapanku Untuk Bandung yang Sudah 202 Tahun

by - October 04, 2012


Meskipun Bandung Air Show, Braga Festival, dan serangkaian acara yang diadakan pemerintah kota Bandung atau lembaga usaha yang ikut meramaikan ‘milangkala’nya kota Bandung sudah selesai, namun sisa-sisa sampah, dekorasi, atau papan publikasi masih tersisa. Jadi tidak ada salahnya juga bukan, sedikit mengulas kota yang selalu dipenuhi kendaraan plat luar kota saat weekend ini.

Yang nulis lahir di Bandung 21 tahun silam. Ibu orang Jawa tulen. Bapak campuran Bandung dan Ciamis. Jadi yaa masih ada 25% lah untuk dibilang orang Bandung. Daripada orang yang cuma numpang lahir padahal tidak sama sekali memiliki garis keturunan Bandung, ehh ngaku orang Bandung juga. Itu masih mending. Ada lagi orang yang baru tinggal setahun di Bandung, udah ngaku orang Bandung juga. Punya pesona apa sih Bandung sampai pada rebutan gitu. Hehehe. Bercanda yaa. Yang kesindir pasti pada bilang “saya enggak pernah ngaku orang Bandung kok”. Yang jelas Bandung itu milik semua orang yang mau ‘mengakuinya’. Pake tanda kutip yaa. Karena kalau sudah ‘mengakui’ harus mau juga menjaga dan memelihara segala yang ada di kota ini.

Ada yang tahu tanggal berapa kota Bandung berulang tahun? Yap betul 25 September. Baru tahu setelah datang ke salah satu acara perayaan HUT kota Bandung? Sama. Saya juga. Meskipun tahun ini inget, pasti tahun depan lupa lagi dan diingatkan dengan acara-acara model gituan juga. Hahaha.

Kemarin yang nulis sempet ke Bandung Air Show dan kecewa karena udah bayar tiket masuk, tapi enggak liat ‘show’nya akibat peristiwa pesawat jatuh itu. Ckckck. Udah kedua kalinya ini. Banyak yang harus dievaluasi kayanya. Denger-denger, acara ini terancam enggak akan diadain lagi buat tahun depan.

Akirnya meluncur ke Braga Festival dan terbayarkan lah disana. Baru nyadar kalau orang Bandung itu kreatif banget. Dan jadi malu juga karena belum bisa kaya mereka. Meski cuma bentar, tapi udah kebayang itu semua panitia dan pengisi acara di tiap sudut, kerja dan muter otaknya kaya apa. Two Thumbs Up. Bener-bener menyediakan hiburan untuk segala ‘tipe’ masyarakat. Hehehehe.

Ok lah itu sekilas tentang acara ulang tahun yang setahun sekali itu. Sekarang pengen beropini bebas tentang hasil renungan tiap pergi atau pulang kuliah.

Bandung itu sejuk. Dulu tapi. Orang luar Bandung yang dulu berkunjung dan sekarang berkunjung lagi pasti menyadari perbedaan itu. Banyak dari mereka yang bilang “Bandung enggak sedingin dulu ya”. Salah satu yang disuka dari Bandung itu karena dia dingin. Yang nulis adalah tipe orang yang lebih milih dingin daripada keringetan. (apa ini, enggak ada hubungannya). Beberapa orang pernah bercanda sih, katanya “Bandung itu cuma satu kurangnya. Enggak punya laut.” Aduhh helloowww, itu Geografi-nya remedial ya? Haha. Mungkin bukan itu juga maksudnya. Dalam benak mereka (mungkin) sebagian besar ibu kota propinsi itu emang berada di daerah pantai, makanya mereka bilang gitu. Tapi disitu keunikan Bandung. Apa malah jadi satu-satunya ibu kota propinsi yang enggak punya laut ya? (aduh ini yang nulis juga perlu dicek nilai Geografi-nya). Tapi saat ini, keunikan itu mulai menguap. Sedih juga sih. Beberapa waktu ini kerasa banget Bandung lagi panas. Meskipun kata Bapak Wakil Walikota Bandung saat diwawancara di acara Braga Festival bilang, kalau daerah hutan kota di Bandung sudah mengalami peningkatan menjadi 11% dari luas Kota Bandung sendiri pada tahun ini, tapi menurut sumber (entah apa) jumlah segitu masih kurang. Ada benarnya juga. Dengan jumlah polusi yang enggak tahu jumlahnya tapi bisa dirasain efeknya, kayanya emang masih kurang. Tapi sebagai masyarakat jangan kalah saing dong dengan usaha pemerintah. Seneng baget deh ketika tahu salah satu temen yang nge-kos ternyata memelihara tanaman walaupun dalam pot. Itu sudah jadi bukti bahwa mereka punya usaha untuk menghijaukan bumi juga. Khususnya Bandung sebagai tempat tinggal mereka saat ini. Tapi suka kesel juga karena masih ada aja orang yang padahal (mungkin) orang Bandung asli, masih aja buang sampah senbarangan kalau lagi jalan-jalan.

Ngomong tentang polusi kaya diatas, kayanya udah enggak asing kalau polusi itu sumber utamanya dari kendaraan. Dan selain polusi, kendaraan juga mengakibatkan apa? Ya macet.  Rada enek juga ketika salah satu temen yang nge-kos di Bandung (tapi yang bukan memelihara tanaman)bilang kalau di Bandung itu jumlah angkotnya keterlaluan. Sopirnya pada enggak tahu aturan lalu lintas. Setiap satu kendaraan pribadi pasti di depan dan belakangnya itu angkot. Gerah juga denger pendapat gini. Masalahnya menurut yang nulis, problem ini tuh enggak bisa cuma nyalahin satu aspek aja. Emang dia pikir pengguna kendaraan pribadi enggak nyumbang macet? Coba kalau semua orang pada pake angkutan umum, kan lumayan ngurangin jumlah kendaraan juga. Ini pendapat yang nulis sebagai pengguna setia angkutan umum, karena enggak punya kendaraan pribadi. Tapi ya kita juga enggak bisa nyalahin orang yang milih buat pakai kendaraan pribadi. Mungkin mereka kurang nyaman dan kurang merasa aman ketika pakai angkutan umum. Menurut yang nulis solusi yang adil ya penertiban angkutan umum dan pembatasan jumlah kendaraan pribadi. Tapi dua alternatif solusi ini juga enggak segampang yang dipikirin. Pasti banyak penentangan dari para sopir angkot kalau penertiban angkutan ini jadi membuat mereka harus kehilangan pekerjaan. Mau dikasih makan apa keluarga mereka? Dan lagi pabrik yang bikin kendaraan pastinya enggak bakal langsung setuju sama aturan yang ngurangin pendapatan mereka. Teknis dan detailnya yang harus dibikin seapik mungkin lagi.

Ahhh, apa lagi ya harapan buat Kota Bandung? Itu sih yang paling kepikiran dam kerasa tiap pergi dan pulang kuliah. Lainnya..

Ohh ya, semoga Bandung tetap menjadi kota dengan masyarakat yang kreatif, mampu menjadi trendsetter,tetap menjadi kota fashion dan kuliner. Bukan apa-apa. Lumayan kan buat pemasukan masyarakatnya sendiri. Daaan pengennya sih jadi kota yang lebih agamis dan intelektual. Supaya bisa mengimbangi dua predikat sebelumnya yang kayanya kok identik sama konsumerisme dan hura-hura belaka. Meski tidak dipungkiri, kaum intelektual Bandung saat ini udah mulai keliatan dan mulai bisa menyumbangkan ide cemerlangnya buat kemajuan dan perbaikan kota ini ke arah yang lebih baik. Dan semoga yang nulis dan yang baca kelak akan jadi salah satu dari mereka. Amin.

You May Also Like

0 comments