Tidak terasa bulan depan sudah
mulai PPL.
Rasanya baru kemarin mengikuti
MOKA, RAM, MABIM, LKM, dan jadi anggota biasa himpunan. Ikut berbagai
kepanitiaan. Sekarang tinggal menunggu untuk jadi peserta wisuda. Iya masih
menunggu.
Rasanya baru kemarin kuliah Kimia
Umum. Kimia Fisika volume 1 sampai 4. Biokimia. Hingga kemarin belajar jadi
guru beneran di Simulasi Pembelajaran Kimia.
Rasanya baru kemarin tes SNMPTN.
Masuk pilihan ke-dua, Pendidikan Kimia UPI. Meskipun sempat menyesal tidak
belajar lebih keras untuk masuk pilihan pertama. Tapi sekarang malah jadi
mengazamkan diri untuk menjadi seorang pendidik. Iya seorang guru, yang selalu
belajar untuk menjadi layak digugu dan ditiru. Mendedikasikan diri untuk
bangsa. Oh tidak. Terlalu besar. Terlalu tinggi. Setidaknya mendidik anak-anak
bangsa yang akan memimpin negeri ini nantinya. Yang akan menjadi anggota dewan,
mentri, ilmuwan, dokter, atau presiden mungkin. Tapi yang jujur, amanah, dan
tidak senang korupsi.
Jadi guru yang baik. Lewat Kimia?
Iya lewat kimia. Lewat kimia yang mengajarkan tentang arti memberi dan menerima
seperti konsep pelepasan dan penangkapan elektron pada reaksi redoks. Lewat
kimia yang mengajarkan betapa Allah sangat menyayangi manusia dengan
menciptakan Ikatan Hidrogen pada air sehingga tetap berfasa cair pada suhu
kamar. Lewat kimia yang mengajarkan saling berbagi seperi Ikatan Kovalen. Lewat
kimia tidak hanya sekedar materi kimia yang diajarkan. Tapi nilai religius dan
nilai sosial. Karena saya yakin seyakin-yakinnya. Tidak sedikit atau bahkan
semua siswa akan sakit perut dulu jika mendengar kata Kimia. Tidak semua siswa
akan menyambut ramah. “Ahh, buat apa belajar kimia. Saya mau masuk IPS”
Bagaimana rasanya jadi guru?
Senang kah? Atau malah sulit? Atau membosankan?
Tahun depan akan mencoba...
Jadi guru yang benar....
Entah hanya perasaan saya saja
atau memang sudah kenyataan yang terjadi seperti itu. Guru yang ada saat ini
hanya menjelma sebagai ‘evaluator’ yang menguji hasil belajar siswa. Hasil belajar
dimana? Terserah siswa. Mau belajar sendiri di rumah, silahkan. Bagi yang
memiliki orang tua berpenghasilan tinggi, bisa masuk bimbel atau ikut privat. Sedangkan
orang tua dibuat kelimpungan melihat anak-anaknya pusing mengurusi berbagai
materi yang dituntut sekolah.
Ahh semoga tidak semua guru
seperti ini. Iya memang tidak semua. Masih banyak guru yang rela datang lebih
pagi ke kelas untuk mencontohkan kedisiplinan pada siswanya. Masih banya guru
yang rela meluangkan waktunya dengan ikhlas untuk memberikan pelajaran
tambahan. Masih banyak ... J