The Devil Wears Prada

by - June 20, 2013



Huft. Aneh rasanya menulis kembali setelah lama jari ga ngetik di atas keyboard. Hmm, in this time I want to share about the film. Ini bukan seperti film Perahu Kertas yang malah banyak bercerita tentang embel-embel di belakangnya. Hehe. It’s pure about the value that you can take from it. Have you ever watched The Devil Wears Prada? Yeah, I know, it’s old enough. Released about 2006, may be. But, it’s still my favourite I’ve ever watched. And the sequel of the book have released. Revenge Wears Parada. And I have not yet looked for information about the book in Indonesian? But, definitely I can’t wait to read.

The story has begin from the girl, Andrea Sachs who called Andy, trying to apply a job on a Fashion Magazine in New York, Runway. Parahnya dia ga tau sama sekali tentang fashion. Dengan setelan yang kuno, dia tetep pede buat melamar pekerjaan. Karena dalam benaknya, she will be a journalist. Dia ga tau kalau posisi yang sedang dibutuhkan disitu adalah asisten buat Bos di majalah itu, The Devil. Karena salah satu asistennya lagi apa gitu. (ga terlalu merhatiin. haha)

Awalnya dia pikir bahwa pekerjaan menjadi asisten itu ga butuh gaya. Makanya dia tetep pede dengan tampilan ‘apa adanya’. Sampai suatu insiden yang bikin Bos-nya nyindir dia dan bikin dia nangis. Dia sempat berpikir buat resign. Tapi setelah curhat sama temen kantornya yang baik hati, Nigel. Akhirnya dia sadar kalau dia ga boleh cengeng. Inilah dunia kerja. Bukan untuk orang-orang yang mudah menyerah atau gampang nangis. Nigel bantuin dia jadi staf Runway yang sesungguhnya. Emily, asisten Miranda (Bos Runway) yang lain sempet bengong juga ngeliat perubahan Andy. Dan sejak itu dia selalu berusaha melakukan yang terbaik. I love this part because it showed me that life is not always flat (kaya iklan keripik kentang). So does the job. Segala tantangan dalam mencapai kesuksesan itu harusnya dianggap sebagai ‘latihan’ dan ‘ujian’ supaya kita jadi lebih baik. Kesiapan Andy kapan saja buat ngelayanin Miranda ngebuktiin totalitas kerja dia. Yeahh, mungkin sebagian orang ga setuju. Kenapa harus susah-susah kerja buat orang lain. Mending bikin usaha sendiri. Ya udah lah ya. Prinsipnya sama aja bukan. Mau kita kerja atau pun usaha sendiri, tantangan itu akan selalu ada dan ga seharusnya bikin kita jadi ... mundur.

Tapi lama kelamaan, pekerjaan dia ini bikin dia jadi jauh sama sahabatnya, keluarganya, dan pacarnya. Konflik terus memuncak sampai suatu saat, dia ditunjuk Miranda buat ngegantiin posisi Emily (asisten pertama Miranda) buat pergi ke Paris. Dilematis banget. Disisi lain ini adalah tuntutan pekerjaan tapi Andy juga enggak tega kalo harus ngecewain Emily yang bela-belain sakit demi diet ketatnya supaya bisa tampil sempurna saat di Paris. Meskipun, Emily bukanlah rekan kerja yang baik buat Andy. But finally Andy nerima tawaran Bos-nya itu, bukan semata-mata karena dia pengen balas dendam. Justru karena dia segen sama Bos-nya dan ga mau kehilangan pekerjaannya. 

Di lain pihak, Andy ketemu sama seorang penulis yang dia kagumi sejak jaman sekolah. Dia cerita ke idolanya itu kalo dia pengen banget nulis tapi terjebak ke dalam pekerjaan yang menurutnya, sangat bukan dirinya.

Well, kalo diceritain bakal panjang banget. Mending tonton sendiri aja ya filmnya. Yang jelas banyak banget hal yang bisa jadi pelajaran dari film ini. Salah satunya film ini ngebuktiin kalo setiap orang sebetulnya punya kemampuan untuk beradaptasi dengan situasi apa pun, meskipun itu bukan situasi yang dia sukai. Terbukti, Andy akhirnya bisa membuktikan kalo dia bisa jadi asisten The Devil yang paling baik.

Yang paling kena dari film ini adalah tentang prinsip hidup. Pekerjaan Andy itu adalah pekerjaan yang banyak diburu kaum wanita. Tapi demi menjalankan tugas dalam pekerjaannya, Andy banyak mengorbankan prinsip dan keyakinan hidupnya. Salah satunya pekerjaan ini ga sesuai sama apa yang dia sukai. Meski akhirnya Andy mutusin buat berhenti dan memulai karir sebagai jurnalis. Hal lainnya adalah Andy ga mau jadi seperti Miranda yang rela ngelakuin apa aja demi karirnya, meskipun itu harus ngorbanin temennya sendiri. Itu yang ga mau Andy lakuin. Akhirnya Andy keluar dengan berbagai pertimbangan. Dia ga mau kehilangan keluarga dan sahabat-sahabatnya yang selama ini ada di sekelilingnya, lebih dulu ketimbang pekerjaannya.

Kalimat terkahir untuk cerita kali ini adalah seperti yang selalu Miranda bilang ketika ia selesai memberikan tugas pada asistennya. That’s all.

You May Also Like

0 comments