Duhh, Orang Penting

by - January 24, 2014

Akhirnyaa ada ide lagi buat nulis. Haa. Di sela-sela menunggu kegiatan PPL dimulai.

Tadi sore (selepas maghrib sebetulnya) saya mengajar private anak SMP. Baru Kelas 7. Dan di sela-sela belajar, biasa kalau selalu ada sesi curhat. Supaya enggak ngantuk juga. Waktu selepas maghrib itu kan memang cocok untuk tidur-tiduran di kasur sambil twitteran atau sekedar dengerin radio. Ini malah disuruh belajar. Yaa siapa yang tidak bosan. Hehe.

Di curhatnya itu, dia cerita tentang kejadian tadi pagi yang hampir membuat dia telat masuk sekolah. Membuat dia menggerutu pada Ayahnya dalam perjalanan. Meski menurut pengakuan sang anak, Ayahnya malah bilang “ehh, ya ga boleh bilang gitu dong”. Jadii, ceritanya tadi pagi itu dia ke sekolah diantar ayahnya dan mendapati jalanan terhenti. Ternyata ada serombongan kawalan polisi. Awalnya dia tidak tahu apa yang dikawal polisi itu. Sampai beberapa meter dia mengamati dan ternyata.... serombongan orang yang sedang naik sepeda. Hah? Naik sepeda dikawal polisi? Iya. Meskipun tidak tahu pasti, tapi menurut dia itu adalah rombongan pejabat penting yang sedang melaksanakan program Jumat Bersepeda yang diagagas Walkot Bandung. Ckck. Dan dengan kesal kemudian dia menggerutu “lebay amat ampe dikawal gitu. Padahal rakyatnya udah telah mau masuk sekolah”. Hohoho. Saya jadi tergelitik sendiri. Kritikan semacam itu bisa juga keluar dari anak Kelas 7 SMP. Kritikan terhadap sebuah kebijakan yang ternyata dalam pelaksanaanya malah tidak sesuai dengan tujuan awalnya. Hmm

Dan ... yang masih saya kurang paham adalah kenapa ya pejabat-pejabat itu senang sekali diistemewakan? Tidak semua sih. Banyak juga dari mereka yang bersikap merakyat.

Jadi ingat kejadian beberapa minggu lalu, saat saya harus kuliah jam 1 siang. Seperti biasa saya pergi jam 11 dari rumah. Jarak yang jauh dan antisipasi macet membuat saya harus menyediakan waktu ekstra untuk perjalanan yang ‘hanya’ sekedar ke kampus. Yang menurut teman saya, sama seperti waktu tempuh Setiabudhi dengan kota asalnya, Subang. Ohh Bandung, mengapa engkau sekarang sudah mirip Jakarta?

Tidak biasanya macet di daerah Halteu (Jl. Abdurahman Saleh) menjadi luar biasa panjang dan lama. Menurut sopir angkot arah sebaliknya sih, macetnya sampai Padjadjaran. Banyak juga yang menyerah dan akhirnya memilih untuk turun dan berjalan kaki. Termasuk saya akhrinya. Tapi tidak mungkin juga kalau saya harus berjalan kaki sampai kampus. Akhirnya saya putuskan untuk jalan kaki hingga menemukan angkot yang harus saya naiki selanjutnya, jurusan Lembang. Meski sudah turun dan jalan kaki, tetap saja membuat saya harus menghubungi dosen meminta izin untuk datang telat. Dan alhamdulillah diizinkan. Sampai di kampus pun jadi jam 1.30 yang biasanya hanya sekitar jam 12.30 atau paling lambat juga jam 12.45. Saya pun bingung ketika menjelaskan alasan mengapa saya datang terlambat. Karena terkesan konyol dan mengada-ada. Tapi memang itu lah adanya. Macet yang sampai mengakibatkan semua siswa yang masuk sekolah shift siang hari itu disebabkan oleh ... pemakaman salah satu ‘orang penting’ yang dimakamkan di Sirnaraga. Dengan jumlah pengantar dan juga kendaraannya yang banyak hingga membuat berita macet itu ramai di social media. Komentar lucu dari sopir yang saya naiki adalah “Euhh ini orang udah meninggal aja nyusahin orang banyak orang. Gimana waktu hidup” sambil bercanda juga sih. Hehe.

You May Also Like

0 comments