Pilih Gengsi atau Menghindari Mubazir

by - April 19, 2016

Pernah makan di luar kan? Pasti lah.
Suka dihabisin ga?
Kenapa ga dihabisin?
Apa?
Ko gengsi?
Takut dibilang kaya orang kelaparan?
Lahh emang alasan kamu makan apa? Bukannnya lapar ya?
Ckckck

Kegiatan makan di luar memang menyenangkan. Apalagi perkembangan rumah makan yang semakin menjamur dan membabi buta (bahasanyaaa). Mulai dari konsep angkringan sampai yang menjual pemandangan (padahal rasa makanannya masih kalah sama tenda pinggiran). Berbagai acara televisi tentang kuliner juga makin bikin orang rajin datang ke tempat yang direkomendasikan. Yapp, kegiatan makan di luar jadi lebih dikenal dan lebih gaya disebut sebagai wisata kuliner.

Tapi, ternyata fenomena makan di luar itu bikin saya jadi bertanya-tanya. Pasalnya (gaya pake pasal segala) beberapa orang yang berwisata kuliner itu doyan banget nyisain makanan. Alias tidak menghabiskan makanannya. Padahal setelah keluar dari resto itu, muncullah seorang ibu yang menggendong anaknya sambil bilang "De, ibu belum makan udah 3 hari." Dan parahnya yang tadi makan bersisa ga terketuk sama sekali. Oke cerita tentang ibu pengemis tadi emang fiksi sih. Tapi kalo tentang yang nyisain makanan mudah kita temukan. Daaan pas saya tanya salah satu orang (pas makan bareng) kenapa dia ga habisin makanan, jawabannya "Malu lah. Entar disangka kelaparan". Waduhh. Situ ngorbanin makanan jadi mubazir cuma karena gengsi?

Kalaupun ga tau dalil tentang dosanya mubazir, coba bayangin kasusnya kamu terbangun malam karena kelaparan, dan melihat adikmu lagi asik nonton bola sambil makan mie. Dan tarraa, mie-nya si adek masih ada tuh di mangkok dan kayanya sih dianggurin gitu aja di meja. Tapi karena kebelet pipis juga, akhirnya kamu ke kamar mandi dulu. Setelah lega mengeluarkan sisa pencernaan dari ginjalmu itu, kamu menghampiri adikmu lagi untuk segera menyantap mie si adek. Tapi, ketika kamu sampai di ruang tv. Mangkoknya pun sudah tak ada. Dan jawaban adek ketika kamu tanya itu gerangan si mie, adekmu dengan enteng jawab "Dibuang. Orang udah kenyang". Silahkan deskripsikan perasaanmu sendiri ya.

Cerita tadi sih cuma gambaran. Intinya, kalau sudah merasa dewasa, pliss hargai apa yang sudah kamu miliki ya. Makanan itu dibeli pake uang. Entah uang ortu apalagi uang kamu, sayang kan kalau ga dihabiskan. Dan si chef yang masak juga pasti lebih seneng ko kalo jerih payahnya lebih dihargai. Tukang cuci piringnya juga, jadi ga repot harus menyisihkan sisa makanan saat menggosok piringmu. Hellooow, itu uang saya sendiri yang nyari, terserah saya dong mau dipake apa. Iya, tapi balik lagi ya. Allah tidak suka pada sesuatu yang mubazir. Milih gengsi apa milih disukai Allah?

Kalau sekiranya perutmu berukuran mungil, pesan setengah porsi aja. Jangen gengsi takut dibilang ga punya uang. Atau jangan sungkan untuk menawarkan makanan pada temanmu yang punya kapasitas ekstra (macam saya) yang akan dengan senang hati menerima. Tapi, tau etika ya. Tawari saat masih baru datang, jangan tawari makanan sisa. Kecuali kalau temanmu yang dengan senang hati menawarkan diri menghabiskan.

Intinya, alasan makan itu karena lapar kan? Dan ga perlu takut dibilang kelaparan. Emang ada orang kelaparan lari ke resto mahal? Palingan juga ke warteg atau warung padang biar dapet nasi banyak.

Daaaan, satu lagi masih tentang makanan dan mubazir yang sering tanpa sadar kita lakukan karena mentang-mentang gratisan. Makan di kondangan alias hajatan. Ngambil seenaknya, tapi cuma diambil dagingnya doang. Ambil sesuai porsi perutmu dan jangan ambil makanan yang ga kamu suka.

*ini tuh semacam lagi kedatangan ibu peri dari manaaa gitu ya. Beberapa hari ini bawaannya jadi baik mulu. Padahal sehari-hari sih jangan ditanya kaya gimana.

You May Also Like

0 comments