Jodoh, Perempuan Itu Dipilih atau Memilih?

by - August 14, 2013



Umur saya sekarang sudah kepala dua. Sudah sering berbincang dengan topik seputar pernikahan. Kapan kita nikah, bagaimana menjadi seorang istri, seorang ibu, dan yang paling menarik pasti tentang siapa jodoh kita. Kebanyakan (dan mungkin hampir semua orang) pasti berharap jodohnya adalah orang yang dia cintai saat ini. Meski bisa saja sedetik kemudian, rasa itu berubah untuk orang lain. Semua itu bisa saja terjadi karena hakikatnya rasa cinta pemberian dari Allah bukan?

Sampai detik ini saya masih bingung bagaimana Allah memilih seseorang untuk mencintai orang lain. Dalam mitologi Yunani, mungkin kita mengenal siapa itu Cupid. Namun sebagai muslim, kita percaya pada yang Memiliki Rasa Cinta itu. Saya selalu ingin bertanya pada pasangan yang telah berumah tangga, apa mereka dulu ‘saling mencintai’ sampai akhirnya memutuskan menikah? Atau hanya satu pihak saja yang mencintai kemudian dengan berjalannya waktu yang lain mengikuti? Karena jujur, saya tidak percaya ada dua orang yang saling mencintai dengan kadar yang sama. Pasti ada yang lebih di salah satunya. Pihak yang selalu berkorban lebih. Pihak yang selalu mengalah. Pihak yang selalu berusaha memaklumi dan mengerti. Pihak yang ... Seperti kedua orang tua saya. Saya rasa Ibu memiliki cinta yang lebih besar ketimbang Bapak. Atau Bapak yang punya caranya sendiri untuk menyimpan rasa cintanya dan tidak mengungkapkan dengan cara yang wajar?

Sebagai perempuan modern, saya selalu berkeinginan untuk memilih jodoh saya sendiri. Maksudnya tidak berarti bukan dojodohkan. Tapi memilih pasangan hidup yang saya cintai. Supaya hidup saya bahagia. Tapi ternyata mencintai tidak selamanya menyenangkan. Lebih banyak sisi ‘korban perasaan’ yang dilakukan. Atau saya memilih orang yang salah?

Sampai kemudian saya berpikir ulang. Apa memang kodrat seorang perempuan itu dipilih ya? Banyak perempuan yang dijodohkan orang tuanya, atau lebih memilih dicintai saja, kemudian hidup bahagia. Mungkin kodrat perempuan juga untuk mudah mencintai seseorang. Sama seperti alasan mengapa perempuan yang mengandung, bukan laki-laki.

Tapi kalo saya putar balik lagi. Apa perempuan yang memutuskan untuk dipilih itu benar-benar mencintai pasangannya? Atau hanya sekedar rasa ‘sayang’ yang tumbuh karena waktu dan menyadari bahwa pasangannya adalah ayah dari anak-anaknya?

Apa perempuan itu dipilih atau memilih? Ada yang bilang keduanya. Saya masih bingung. Yang jelas jodoh itu ajaib. Mungkin tidak pernah akan saya sadari bagaimana keajaiban itu sampai saya benar-benar mengalaminya.

You May Also Like

0 comments