Jodoh, Perempuan Itu Dipilih atau Memilih?
Umur saya sekarang sudah kepala
dua. Sudah sering berbincang dengan topik seputar pernikahan. Kapan kita nikah,
bagaimana menjadi seorang istri, seorang ibu, dan yang paling menarik pasti
tentang siapa jodoh kita. Kebanyakan (dan mungkin hampir semua orang) pasti
berharap jodohnya adalah orang yang dia cintai saat ini. Meski bisa saja
sedetik kemudian, rasa itu berubah untuk orang lain. Semua itu bisa saja
terjadi karena hakikatnya rasa cinta pemberian dari Allah bukan?
Sampai detik ini saya masih bingung
bagaimana Allah memilih seseorang untuk mencintai orang lain. Dalam mitologi
Yunani, mungkin kita mengenal siapa itu Cupid. Namun sebagai muslim, kita
percaya pada yang Memiliki Rasa Cinta itu. Saya selalu ingin bertanya pada
pasangan yang telah berumah tangga, apa mereka dulu ‘saling mencintai’ sampai
akhirnya memutuskan menikah? Atau hanya satu pihak saja yang mencintai kemudian
dengan berjalannya waktu yang lain mengikuti? Karena jujur, saya tidak percaya
ada dua orang yang saling mencintai dengan kadar yang sama. Pasti ada yang
lebih di salah satunya. Pihak yang selalu berkorban lebih. Pihak yang selalu
mengalah. Pihak yang selalu berusaha memaklumi dan mengerti. Pihak yang ...
Seperti kedua orang tua saya. Saya rasa Ibu memiliki cinta yang lebih besar
ketimbang Bapak. Atau Bapak yang punya caranya sendiri untuk menyimpan rasa
cintanya dan tidak mengungkapkan dengan cara yang wajar?
Sebagai perempuan modern, saya
selalu berkeinginan untuk memilih jodoh saya sendiri. Maksudnya tidak berarti
bukan dojodohkan. Tapi memilih pasangan hidup yang saya cintai. Supaya hidup
saya bahagia. Tapi ternyata mencintai tidak selamanya menyenangkan. Lebih
banyak sisi ‘korban perasaan’ yang dilakukan. Atau saya memilih orang yang
salah?
Sampai kemudian saya berpikir
ulang. Apa memang kodrat seorang perempuan itu dipilih ya? Banyak perempuan
yang dijodohkan orang tuanya, atau lebih memilih dicintai saja, kemudian hidup
bahagia. Mungkin kodrat perempuan juga untuk mudah mencintai seseorang. Sama
seperti alasan mengapa perempuan yang mengandung, bukan laki-laki.
Tapi kalo saya putar balik lagi.
Apa perempuan yang memutuskan untuk dipilih itu benar-benar mencintai
pasangannya? Atau hanya sekedar rasa ‘sayang’ yang tumbuh karena waktu dan
menyadari bahwa pasangannya adalah ayah dari anak-anaknya?
Apa perempuan itu dipilih atau
memilih? Ada yang bilang keduanya. Saya masih bingung. Yang jelas jodoh itu
ajaib. Mungkin tidak pernah akan saya sadari bagaimana keajaiban itu sampai
saya benar-benar mengalaminya.
0 comments