Tebing Karaton. Wisata Gratis, Hiburan Minimalis.

by - August 09, 2014

Sesuatu itu bisa menjadi terkenal lantaran beberapa hal. Bisa karena sesuatu itu memang baik atau hanya sekedar banyak menjadi topik pembicaraan. Seperti halnya tempat yang sempat saya kunjungi beberapa waktu lalu, sekedar untuk menghabiskan waktu libur lebaran. Sebetulnya tempat ini direkomendasikan oleh salah satu teman untuk tempat kita berlibur dan kembali berjumpa setelah sekian lama terpisah oleh ritual mudik. Dan sebagai orang yang baik (hahaha, bohong banget) tadinya rencana saya adalah untuk survey tempat. Maklum saja. Kami adalah geng kongkow yang kemana-mana hanya mengandalkan transportasi umum. Jadinya sedikit repot juga kalau tempat itu tidak bisa dijangkau oleh angkot Bandung. Dan tempat yang teman itu rekomendasikan dalah Tebing Karaton. Katanya sih tempat ini banyak menjadi obrolan di jejaring sosial. Beberapa hari sebelumnya saya memang juga sempat melihat salah seorang senior saya mengupload fotonya disana. Akhirnya, besoknya saya mencoba untuk kesana, dengan .... sebutlah namanya sesuka anda mau.

Jalur menuju Tebing Karaton sama saja seperti ketika anda hendak menuju Taman Hutan Raya Juanda. Dan ketika menemukan pintu gerbang utama Tahura, jangan belok (ya iyalah, bukan kesana tujuannya), tapi terus jalan lurus sampai menemukan belokan ke kanan. Aduh saya lupa nama jalannya apa. Bukit Dago apa gitu. Dan anda akan disuguhi rumah-rumah besar dan kawasan sepi seperti tanpa penghuni. Mungkin juga lantaran waktu itu masih suasana mudik. Terus saja ikuti jalan itu sampai anda mulai menemukan jalan berbatu dan menanjak. Kami juga sempat putus asa dan mengira bahwa kami salah jalan, karena memang tidak ada tanda-tanda kami akan menemukan tempat yang katanya bagus itu. Tapi setelah melihat beberapa motor dari arah sebaliknya, kami percaya diri lagi bahwa kami ada di jalan yang benar. Pokoknya patokan kami adalah Warung Bandrek. Kalau sudah menemukan Warung Bandrek, maka kami tidak khawatir lagi. Entah karena baru pertama kali kesana, kami merasakan bahwa perjalanan ini terasa jauh. Karena perjalanan pulang tidak terasa sejauh ini. Mungkin ini efek jalan menanjak juga. Dan fenomena perjalanan pergi terasa lebih jauh dari perjalanan pulang rasanya memang selalu terasa ketika kita pergi ke tempat yang belum pernah dikunjungi sebelumnya.

Pemandangan selama perjalanan. Hmm, selalu cantik.
Mudah-mudahan akan terus begini. Jangan berubah jadi pemukiman elite terus ya.
Akhirnya Warung Bandrek kita temukan. Dan saat itu sangat sepi. Hanya da dua pengunjung yang duduk disana. Akhirnya kami memutuskan untuk tidak mampir dan tetap melanjutkan perjalanan. Di depan Warung Bandrek, ternyata jalannya bercabang. Dan tidak ada petunjuk apa-apa disana. Dengan mengandalkan ‘feeling’ dan logika, akhirnya kami pilih jalan kiri. Dan untung saja benar. Hehe. Setelah menanjak meninggalkan Warung Bandrek, anda akan menemukan pemukiman yang menurut saya masih asli ‘desa’ banget. Teman saya malah bilang suasana di pemukiman itu mengingatkannya dengan ruman Neneknya di Garut. Dan saya masih belum membayangkan bagaimana cara mereka untuk mencapai kota. Apa ada jalan lainkah selain jalan yang tadi kami lewati? Karena kami tidak bisa membayangkan kalau harus pulang malam dan melewati jalan berbatu dan hutan disekelilingnya sebelum mencapai rumah. Heran rasanya. Ternyata di pinggiran kota yang setiap harinya penuh dengan hiruk pikuk keramaian dan kunjungan wisatawan, masih ada daerah yang menurut saya bisa dikatakan ‘sedikit terisolasi’ (kalau saja asumsi saya tentang tidak ada akses jalan lain terpenuhi lho). Setelah melewati pemukiman, berarti perjalanan anda tinggal sedikit lagi.
Sedikit lagi malah istirahat
 Namun lagi-lagi karena kami yang tidak tahu letak tempat itu, kami sempat berhenti dan berfoto di tengah perjalanan karena tergoda view ke arah bawah yang cantik. Sampai ada seorang nenek yang lewat bertanya “bade ka tebing, Neng (mau ke Tebing, Neng?)” kami pun mengiyakan sembari senyum. Ahh, satu lagi pemandangan indah. Orang Bandung memang tidak pernah kehilangan keramahannya. Bahkan pada orang yang sama sekali tidak ia kenal. Sampai akhirnya kami sadar dan berpikir mungkin saja tebingnya sudah dekat, karena ternyata sudah ada orang yang menyadari kalau kita sedang menuju kesana. Dan eng ing eng, baru saja sekitar 50 meter, terlihat beberapa motor sudah terparkir di pinggir jalan. Dan terlihat juga beberapa orang yang membantu untuk memarkirkan kendaraan.

Cuma kertas ini ....
Kami pun turun dan mulai melihat sekitar. Lucunya saya sempat mencari loket tiket dan menyadari bahwa tempat ini ternyata bukanlah tempat wisata ‘resmi’. Dan menurut orang sekitar yang menjadi juru parkir dadakan, tempat ini baru ramai dikunjungi sekitar dua bulan lalu. Biasanya hanya pagi dan sore hari. Masuk akal juga mengingat pemandangan sunrise dan sunset sepertinya cukup cantik jika dilihat dari atas tebing. Namun mungkin karena sedang musim liburan, beberapa hari ini siang hari pun masih tetap ramai. Dan satu lagi yang patut diacungi jempol dari masyarakat sekitar. Mereka tidak memanfaatkan tempat ini untuk mencari keuntungan dengan pungutan liar. Jadi biaya masuk sana gratis tis tis tis. Bahkan mereka juga tidak meminta uang parkir kok. Tapi masa iya anda setega itu.


Yapp, and this is Tebing Karaton. Dengan view bentangan hutan Dago hingga kota Bandung bisa anda lihat. Kalau cukup nyali anda bisa juga mencoba untuk menuruni tebing ini dan melihat pemandangan dengan sensasi dari pinggir tebing. Tapi saya tidak seberani itu. Hehe. Cukup menghibur untuk wisata gratisan. Dan sangat menghibur bagi anda yang doyan foto kemudian share ke jejaring sosial, dan memberitahukan bahwa anda tidak ketinggalan jaman telah mengunjungi tempat yang sedang hits di Kota Bandung ini. Hmm, selagi masih anget jadi bahan obrolan, tidak ada salahnya mencoba kesana.
Subhanallah ...



You May Also Like

2 comments

  1. survey tempat berkedok ngedate.. ahaha. oh jadi gituuuuuuuu

    ReplyDelete
    Replies
    1. maaf ya darloo, aku selingkuh dulu. hahaha

      Delete