Tebing Karaton. Wisata Gratis, Hiburan Minimalis.
Sesuatu itu bisa menjadi terkenal
lantaran beberapa hal. Bisa karena sesuatu itu memang baik atau hanya sekedar
banyak menjadi topik pembicaraan. Seperti halnya tempat yang sempat saya
kunjungi beberapa waktu lalu, sekedar untuk menghabiskan waktu libur lebaran.
Sebetulnya tempat ini direkomendasikan oleh salah satu teman untuk tempat kita
berlibur dan kembali berjumpa setelah sekian lama terpisah oleh ritual mudik.
Dan sebagai orang yang baik (hahaha, bohong banget) tadinya rencana saya adalah
untuk survey tempat. Maklum saja. Kami adalah geng kongkow yang kemana-mana
hanya mengandalkan transportasi umum. Jadinya sedikit repot juga kalau tempat
itu tidak bisa dijangkau oleh angkot Bandung. Dan tempat yang teman itu
rekomendasikan dalah Tebing Karaton. Katanya sih tempat ini banyak menjadi
obrolan di jejaring sosial. Beberapa hari sebelumnya saya memang juga sempat
melihat salah seorang senior saya mengupload fotonya disana. Akhirnya, besoknya
saya mencoba untuk kesana, dengan .... sebutlah namanya sesuka anda mau.
Jalur menuju Tebing Karaton sama
saja seperti ketika anda hendak menuju Taman Hutan Raya Juanda. Dan ketika
menemukan pintu gerbang utama Tahura, jangan belok (ya iyalah, bukan kesana
tujuannya), tapi terus jalan lurus sampai menemukan belokan ke kanan. Aduh saya
lupa nama jalannya apa. Bukit Dago apa gitu. Dan anda akan disuguhi rumah-rumah
besar dan kawasan sepi seperti tanpa penghuni. Mungkin juga lantaran waktu itu
masih suasana mudik. Terus saja ikuti jalan itu sampai anda mulai menemukan
jalan berbatu dan menanjak. Kami juga sempat putus asa dan mengira bahwa kami
salah jalan, karena memang tidak ada tanda-tanda kami akan menemukan tempat
yang katanya bagus itu. Tapi setelah melihat beberapa motor dari arah
sebaliknya, kami percaya diri lagi bahwa kami ada di jalan yang benar. Pokoknya
patokan kami adalah Warung Bandrek. Kalau sudah menemukan Warung Bandrek, maka
kami tidak khawatir lagi. Entah karena baru pertama kali kesana, kami merasakan
bahwa perjalanan ini terasa jauh. Karena perjalanan pulang tidak terasa sejauh
ini. Mungkin ini efek jalan menanjak juga. Dan fenomena perjalanan pergi terasa
lebih jauh dari perjalanan pulang rasanya memang selalu terasa ketika kita
pergi ke tempat yang belum pernah dikunjungi sebelumnya.
Pemandangan selama perjalanan. Hmm, selalu cantik. |
Mudah-mudahan akan terus begini. Jangan berubah jadi pemukiman elite terus ya. |
Akhirnya Warung Bandrek kita
temukan. Dan saat itu sangat sepi. Hanya da dua pengunjung yang duduk disana.
Akhirnya kami memutuskan untuk tidak mampir dan tetap melanjutkan perjalanan. Di
depan Warung Bandrek, ternyata jalannya bercabang. Dan tidak ada petunjuk
apa-apa disana. Dengan mengandalkan ‘feeling’ dan logika, akhirnya kami pilih
jalan kiri. Dan untung saja benar. Hehe. Setelah menanjak meninggalkan Warung
Bandrek, anda akan menemukan pemukiman yang menurut saya masih asli ‘desa’
banget. Teman saya malah bilang suasana di pemukiman itu mengingatkannya dengan
ruman Neneknya di Garut. Dan saya masih belum membayangkan bagaimana cara
mereka untuk mencapai kota. Apa ada jalan lainkah selain jalan yang tadi kami
lewati? Karena kami tidak bisa membayangkan kalau harus pulang malam dan melewati
jalan berbatu dan hutan disekelilingnya sebelum mencapai rumah. Heran rasanya.
Ternyata di pinggiran kota yang setiap harinya penuh dengan hiruk pikuk
keramaian dan kunjungan wisatawan, masih ada daerah yang menurut saya bisa
dikatakan ‘sedikit terisolasi’ (kalau saja asumsi saya tentang tidak ada akses
jalan lain terpenuhi lho). Setelah melewati pemukiman, berarti perjalanan anda
tinggal sedikit lagi.
Sedikit lagi malah istirahat |
Cuma kertas ini .... |
Kami pun turun dan mulai melihat
sekitar. Lucunya saya sempat mencari loket tiket dan menyadari bahwa tempat ini
ternyata bukanlah tempat wisata ‘resmi’. Dan menurut orang sekitar yang menjadi
juru parkir dadakan, tempat ini baru ramai dikunjungi sekitar dua bulan lalu.
Biasanya hanya pagi dan sore hari. Masuk akal juga mengingat pemandangan
sunrise dan sunset sepertinya cukup cantik jika dilihat dari atas tebing. Namun
mungkin karena sedang musim liburan, beberapa hari ini siang hari pun masih
tetap ramai. Dan satu lagi yang patut diacungi jempol dari masyarakat sekitar.
Mereka tidak memanfaatkan tempat ini untuk mencari keuntungan dengan pungutan
liar. Jadi biaya masuk sana gratis tis tis tis. Bahkan mereka juga tidak
meminta uang parkir kok. Tapi masa iya anda setega itu.
Yapp, and this is Tebing Karaton.
Dengan view bentangan hutan Dago hingga kota Bandung bisa anda lihat. Kalau
cukup nyali anda bisa juga mencoba untuk menuruni tebing ini dan melihat
pemandangan dengan sensasi dari pinggir tebing. Tapi saya tidak seberani itu.
Hehe. Cukup menghibur untuk wisata gratisan. Dan sangat menghibur bagi anda
yang doyan foto kemudian share ke jejaring sosial, dan memberitahukan bahwa
anda tidak ketinggalan jaman telah mengunjungi tempat yang sedang hits di Kota
Bandung ini. Hmm, selagi masih anget jadi bahan obrolan, tidak ada salahnya
mencoba kesana.
Subhanallah ... |
2 comments
survey tempat berkedok ngedate.. ahaha. oh jadi gituuuuuuuu
ReplyDeletemaaf ya darloo, aku selingkuh dulu. hahaha
Delete