Berpura-pura Miskin

by - July 07, 2016

"Linggih heula atuh ka rorompok"
Itu adalah basa-basi dalam sunda yang jika diartikan menjadi "Mampir dulu ke gubuk". Rorompok itu bahasa halus yang digunakan untuk menunjukkan rumah sendiri. Kalau untuk rumah orang lain ya bukan rorompok lagi. Istilah rorompok itu digunakan sebagai bentuk kerendahan hati.


Rendah hati itu bagus, malah harus. Supaya terhindar dari sifat takabur yang memberangus.

Tapi kok saya heran ya.
Beberapa orang punya rasa rendah hati yang terlalu merendah bahkan hingga mencium dasar dari kerendahan harga dirinya sendiri.


Jadi begini. Ini cerita tentang beberapa orang di negeri seberang yang punya sifat serakah dibalut kemunafikan. Yang katanya mereka akan menjadi pemimpin masa depan, tapi sudah terlihat bibit-bibit pemanfaatan kekayaan yang bukan haknya.
Dengan tega mencuri hak yang sudah jelas dilabeli "untuk orang miskin" demi menimbun rupiah dalam kantong pribadi.

Cerita tentang penjahat berjas kelas kakap yang hasilnya milyaran tak usah lah diceritakan. Negeri itu sudah terkenal akan korupnya, ketimbang alam indahnya.
Tapi masih ada saja, yang katanya, calon pemimpin masa depan itu, yang dengan percaya dirinya mengaku berhak atas tunjangan (red.beasiswa *biar langsung jleb) orang miskin, tapi garasi rumah di kampungnya nampung 2 mobil keluaran terbaru yang masih mulus. Itu hanya pemisalan ya. Karena biasanya pemisalan itu suka berlebihan, walau sering juga lebih miris di kenyataannya.
Mudah-mudahan saja mereka peka dengan sebagian kawan lain yang dengan sibuk mengajukan penangguhan karena tak mampu bayar sesuai deadline meski sudah hilir mudik kerja sampingan.


Itu hanya sebagian cerita lho. Masih beragam ternyata rakyat di negeri seberang itu. Mulai dari gengsi gede pake motor mahal, tapi kasih makan bbm yang bersubsidi paling besar. Sampai pura-pura lumpuh demi menadah belas kasihan orang-orang di jalan. Ada juga penipuan berkedok panti asuhan.

Intinya sih begini. Pandai-pandai mengukur diri. Kapan merasa cukup miskin, kapan merasa cukup kaya, jangan sampai terbalik.

Saya menulis ini juga sekadar berbagi sekaligus mengaca diri. Sudahkan saya terhindar dari sifat demikian? Jangan-jangan pernah atau suatu saat nanti akan, karena kepepet  nafsu dunia keadaan. Yang belum mudah-mudahan jangan sampai kejadian. Yang sudah mudah-mudahan dimaafkan.

Nasihat itu memang awalnya sakit. Susah masuk ke naluri. Biasanya cuma pengen bikin tanggapan pake emosi.

Dan yang pasti nasihat juga bahan cambukan untuk yang menyampaikan.




You May Also Like

0 comments