Sembunyi Dibalik Istilah "Penolak"

by - August 02, 2018


Menjadi manusia itu gampang-gampang susah. Gampang kalau kita mengikuti aturan baik agama, norma sosial, dan hukum yang berlaku di suatu daerah tersebut. Sulit jika ditinjau dari segi interaksi sosial. Lho ko sulit? Lebay nih ah. 

Interaksi sosial itu memaksa kita, mau tidak mau, berbenturan dengan berbagai manusia yang memiliki karakter beragam, dibesarkan oleh orang tua dan pola pengasuhan yang tak sama, serta berbagai pengaruh yang diterima manusia-manusia tersebut juga akan berbeda.

Lalu bagian sulitnya? Memang tak ada pelanggaran apa pun yang kita lakukan. Tapi sayangnya, jika kita tak mau peka, atau mungkin acuh tak acuh dengan orang lain ada beberapa hati yang tanpa sengaja jadi tergores *cielee.

Pasti pernah denger kan tulisan-tulisan yang mengajak kita untuk menghindari pertanyaan atau pernyataan basa-basi macam
"Kapan lulus?"
"Kapan nikah?"
"Udah isi belum?"
"Ihh jalan-jalan mulu. Oleh-oleh ya jangan lupa."
"Traktir dong yang ulang tahun."
Memang kenapa perlu dihindari? Baper deh ah. Oke mungkin kita akan sama-sama belajar ketika ada di posisi orang tersebut.

Dan sekarang muncul juga nih istilah kekinian yang justru membuat kita merasa tidak membuat kesalahan.
Sumber : http://puan.co/wp-content/uploads/2017/03/20170330_pasukan-perempuan-perempuan-nyinyir-yang-langsung-kepo.jpg
  • "Lebay deh"
Kalimat yang biasa kita ucapkan sebagai tanggapan curhatan teman yang ditegur si boss. Atau melihat situasi yang tidak sesuai standarmu. Atau berbagai kondisi lain yang membuat kamu berfikir "Ini orang kenapa sih. Biasa aja kali"
Kalimat tanggapan itu sudah biasa kita dengar bahkan dibaca tadi di awal tulisan. Karena sudah terbiasa itu membuat kita jadi mafhum terhadap kalimat tersebut dan ikut menyalahkan si objek yang dituduh lebay. Padahal kalau mau menelisik ke dalam, apa salahnya berempati dengan cerita teman meski menurutmu itu biasa saja dan sering terjadi. Karena bisa jadi kondisinya berbeda dan kalian adalah manusia yang berbeda. Semua kesulitan itu memang relatif tapi rasanya sama. Kita tidak bisa menilai sesuatu secara egois dari standar diri kita sendiri.

  • "Ah paling juga orang nyinyir"
Istilah nyinyir juga mirip dengan lebay. Booming karena katanya fenomena iri dengki yang merajalela. Suruh siapa pamer sana-sini. Media sosial dan ucapan penuh dengan kesombongan. Setelah ditegur orang karena sedikit melenceng, malah balik menyerang. Atau kondisi lain lah ya. Itu cuma contoh. Tapi entah karena hati kita udah batu atau iman lagi lemah sampai setan nyusup dengan perasaan tinggi hatinya itu. Kita jadi tutup mata dengan kritik dan nasihat orang. Entah lewat ceramah ulama, teguran teman, atau status orang yang kesannya nyindir kita banget, padahal dia ga tau urusan kita sama sekali. Kadang kita jadi mengabaikan teguran alam dengan bersembunyi dibalik istilah nyinyir. Padahal bisa aja emang apa yang dia bilang ada benernya, cuma kita tolak dengan istilah itu.

  • "Kamu mah baperan"
Niatnya kan cuma bercanda. Ko serius banget sih. Berani ga bercanda sama dosen pembimbing "Pak, keteknya basah tuh." ?? Ya kali gila jangan bandingin sama dosbim lah. Nah, justru disini belajarnya. Kenapa kita ga berani bercanda gitu sama dosen karena kita tahu level bercanda yang tadi udah berlebihan. Terus ko kita pinter banget menempatkan diri kita depan dosen, tapi lupa menempatkan diri depan temen? Karena kadang ngerasa udah deket banget, ga perlu ada yang dijaga lagi. Ya kalau semua orang sewoles itu. Sepengalaman saya sih, ga semua orang kaya gitu. Pernah ga nemu orang yang doyannya bercanda mulu tapi sekali dibercandain terus malah jadi pundung? Coba inget-inget. Entah oleh kamu atau ga sengaja kamu jadi saksi perbuatan temen yang lain. Bukan mau nyalahin kalau orang itu baperan. Tapi yaa perlu belajar. Kita ga bisa menempatkan orang semau kita karena dalih "ahh santai aja sama dia mah".

Jadi, ga boleh pake ungkapan itu? Itu pilihan ya. Sama aja ketika kamu masih ngerjain skripsi setelah kuliah enam tahun, saat yang lain udah kerja atau bahkan udah ada yang bawa buntut (red. anak), terus ada yang tanya "kapan lulus?", apa rasanya? Cuma belajar berempati aja sebelum ngomong sesuatu.

You May Also Like

0 comments