Wi-fi di Mesjid
Sejak Kang Emil yang jadi
Walikota Bandung, saya jadi sedikit tahu tentang program-program yang sedang
dilakukan atau direncanakan oleh Kota Bandung. Punya wakil rakyat yang update
di social media memang jadi kelebihan tersendiri. Yang saya rasakan adalah jadi
lebih dekat dengan warganya. Warganya jadi kenal sosok pemimpinnya dan itu
tadi, tahu program-program yang sedang dilakukan. Karena menurut saya social
media itu jadi wahana publikasi yang baik. Malah bila dibandingkan dengan
halaman web biasa. Meskipun bukan warga Bandung, tapi aktifitas saya
sehari-hari yang kebanyakan dihabiskan di Kota Bandung (kuliah di UPI) malah
membuat saya merasa lebih memiliki Kota Bandung dibanding Kota Cimahi. Maklum
juga tinggal di daerah perbatasan antara dua pemerintahan itu susah-susah
gampang. Secara administratif saya warga Cimahi. Tapi secara jarak, rumah saya
malah lebih dekat ke pusat Kota Bandung.
Balik ke Kang Emil. Beliau ini
masih muda. Lulusan ITB. Jurusan apa ya? Planologi gitu? Hmm enggak tahu. Lupa.
Lagian memang tidak ada hubungan yang pasti juga sih antara almamater dengan
kemampuan memimpin. Lagi pengen aja bilang kalau beliau dulu kuliah di ITB.
Hmm, boleh enggak sih sebenernya kalau saya nulis kaya gini di blog? Takut saya
kena Undang-Undang ITE. Hmm, anggap boleh aja ya.
Kehadiran Kang Emil di jejaring
sosial memang jadi mempermudah warganya untuk tahu banyak tentang beliau. Dan
yang pasti jadi bisa menyampaikan keluhan atau aspirasinya dengan lebih mudah.
Meskipun ada juga yang malah jadi disalahartikan. Karena ada juga warga yang
kehilangan anaknya lapor ke walikota. Saya ketawa aja. Apa warga itu nyuruh
Kang Emil buat nyari anaknya? Tapi Kang Emil memberikan respon kok. Dia
tembuskan laporan warga itu ke pihak terkait yang bisa membantu orang itu. Ada juga
yang memberikan laporan perihal
kesulitan ia untuk move on dari mantan pacar. Deuhhh, yang ini kerjaan orang
iseng kali ya. Dan saya juga lupa apa Kang Emil memberi respon atau tidak. Tapi
kalau Kang Emil sedang tidak sibuk dan ternyata merangkap psikolog cinta sih,
sepertinya direspon.
Nah itu lah Kang Emil. Dari
twitter beliau juga saya jadi tahu kalau Kota Bandung sekarang sedang
menjalankan program untuk memasang wifi di area pubilk. Saya kurang tahu apa
namanya. Yang jelas terobosannya bagus. Padahal Cimahi sebagai Cyber City saja
tidak pernah terdengar program semacam ini. Atau mungkin saya tidak tahu.
Program ini disambut baik oleh masyarakat. Apalagi targetnya adalah taman kota.
Program semacam ini memang sebenarnya sudah banyak diterapkan di luar sana
sejak dulu. Tapi kalau di Indonesia, saya kurang tahu. Masalahnya kebutuhan
masyarakat Indonesia akan koneksi internet juga meningkat aakhir-akhir ini
saja. Itu pun karena maraknya berbagai macam jejaring sosial. Karena sepertinya
orang Indonesia lebih sering mengakses itu dibandingkan mempergunakannya untuk
urusan pendidikan atau pekerjaan. Tapi tak apa lah Di luar untuk apa
kepentingan setiap masyarakat yang akan menggunakan wifi di taman kota
nantinya, ada sisi positif dari program ini. Yaitu mengajak masyarakat untuk
kembali mengunjungi taman kota. Padahal kita tahu bahwa jaman dulu, taman kota
itu jadi primadona untuk tempat berlibur di akhir pekan. Kalau sekarang taman
kota malah dibiarkan tidak terurus dan malah banyak yang jadi menimbulkan kesan
angker. Mungkin karena sampah dimana-mana dan pepohonan yang terlalu rimbun. Bisa
juga karena yang ngurus juga malas untuk mengurus karena kurang pengunjung. Ya
setiap orang kan juga membutuhkan apresiasi atas apa yang sudah dilakukannya.
Dan bagi yang ngurus taman, orang datang berkunjung ke taman yang sudah ia urus
bisa jadi bentuk penghargaan itu. Dan tentu saja ikut merawat dan menjaga taman
ya. Jangan buang sampah sembarangan atau melakukan aksi vandalisme. Program ini
juga mendorong masyarakat untuk hidup sehat. Tahu kan kalau di taman itu banyak
tanaman yang bisa jadi sumber oksigen. Nah, menolong orang untuk hidup sehat
juga sebuah kebaikan dan insyaallah ada pahalanya.
Dan ternyata program wifi ini
tidak hanya untuk di taman kota. Tapi juga di tempat ibadah. ??? Kalau yang ini
malah jadi mengundang kontroversi hati. Termasuk hati saya. Saya juga kurang
sependapat kalau wifi ini dipasang di tempat ibadah. Hmm, apa hal ini akan
mengundang orang untuk datang ke tempat ibadah? Bisa saja. Tapi kalau niatnya
untuk menggunakan akses internet dan bukan untuk beribadah? Wahh saya kurang
paham bagaimana hukumnya. Ada juga yang berasalan kalau semua itu tergantung
niat dari umat yang datang ke tempat ibadah itu. Membantu orang untuk
meluruskan niat itu sebuah kebaikan. Tapi kalau membiarkan niat orang berbelok
atau yang lebih parah membelokkan niat seseorang? Saya rasa itu bukan kebaikan.
Bisa saja kan ada orang yang memiliki niat awal dzikir atau ngaji di mesjid.
Ketika buka handphone dan tanpa sengaja menyalakan koneksi wifi, kemudian
menyadari ada koneksi internet, dan malah cek timeline atau searching jawaban
tugas sekolah. Searching jawaban tugas sekolah sebenarnya juga baik. Tapi
(lagi-lagi) saya tidak tahu mana yang lebih disukai Allah antara dzikir dengan
mencari tugas sekolah.
Saya malah akan membayangkan
bagaimana kalau mesjid itu jadi penuh oleh orang-orang dengan gadget di
tangannya dan sibuk dengan benda itu. Meskipun bisa saja orang itu baca
Al-Qur’an digital. Tapi saya lebih suka kalau orang membaca lewat versi cetak.
Lebih kerasa dan lebih adem aja bacanya. Karena setidaknya tidak akan ada orang
yang melihat dia sedang mengaji lewat gadget dan berpendapat “sombong banget.
mentang-mentang bisa pake aplikasi Al-Qur’an digital”. Apalagi kalau ternayata
orang itu sedang memakai koneksi internet. Syukur-syukur untuk niat baik, tapi
kalau untuk niat buruk. Ah saya rasa, keberadaan wifi di tempat ibadah itu akan
mengurangi kesakralan dan kesucian dari tempat ibadah itu.
0 comments