Wi-fi di Mesjid

by - November 17, 2013



Sejak Kang Emil yang jadi Walikota Bandung, saya jadi sedikit tahu tentang program-program yang sedang dilakukan atau direncanakan oleh Kota Bandung. Punya wakil rakyat yang update di social media memang jadi kelebihan tersendiri. Yang saya rasakan adalah jadi lebih dekat dengan warganya. Warganya jadi kenal sosok pemimpinnya dan itu tadi, tahu program-program yang sedang dilakukan. Karena menurut saya social media itu jadi wahana publikasi yang baik. Malah bila dibandingkan dengan halaman web biasa. Meskipun bukan warga Bandung, tapi aktifitas saya sehari-hari yang kebanyakan dihabiskan di Kota Bandung (kuliah di UPI) malah membuat saya merasa lebih memiliki Kota Bandung dibanding Kota Cimahi. Maklum juga tinggal di daerah perbatasan antara dua pemerintahan itu susah-susah gampang. Secara administratif saya warga Cimahi. Tapi secara jarak, rumah saya malah lebih dekat ke pusat Kota Bandung.

Balik ke Kang Emil. Beliau ini masih muda. Lulusan ITB. Jurusan apa ya? Planologi gitu? Hmm enggak tahu. Lupa. Lagian memang tidak ada hubungan yang pasti juga sih antara almamater dengan kemampuan memimpin. Lagi pengen aja bilang kalau beliau dulu kuliah di ITB. Hmm, boleh enggak sih sebenernya kalau saya nulis kaya gini di blog? Takut saya kena Undang-Undang ITE. Hmm, anggap boleh aja ya.

Kehadiran Kang Emil di jejaring sosial memang jadi mempermudah warganya untuk tahu banyak tentang beliau. Dan yang pasti jadi bisa menyampaikan keluhan atau aspirasinya dengan lebih mudah. Meskipun ada juga yang malah jadi disalahartikan. Karena ada juga warga yang kehilangan anaknya lapor ke walikota. Saya ketawa aja. Apa warga itu nyuruh Kang Emil buat nyari anaknya? Tapi Kang Emil memberikan respon kok. Dia tembuskan laporan warga itu ke pihak terkait yang bisa membantu orang itu. Ada juga yang  memberikan laporan perihal kesulitan ia untuk move on dari mantan pacar. Deuhhh, yang ini kerjaan orang iseng kali ya. Dan saya juga lupa apa Kang Emil memberi respon atau tidak. Tapi kalau Kang Emil sedang tidak sibuk dan ternyata merangkap psikolog cinta sih, sepertinya direspon.

Nah itu lah Kang Emil. Dari twitter beliau juga saya jadi tahu kalau Kota Bandung sekarang sedang menjalankan program untuk memasang wifi di area pubilk. Saya kurang tahu apa namanya. Yang jelas terobosannya bagus. Padahal Cimahi sebagai Cyber City saja tidak pernah terdengar program semacam ini. Atau mungkin saya tidak tahu. Program ini disambut baik oleh masyarakat. Apalagi targetnya adalah taman kota. Program semacam ini memang sebenarnya sudah banyak diterapkan di luar sana sejak dulu. Tapi kalau di Indonesia, saya kurang tahu. Masalahnya kebutuhan masyarakat Indonesia akan koneksi internet juga meningkat aakhir-akhir ini saja. Itu pun karena maraknya berbagai macam jejaring sosial. Karena sepertinya orang Indonesia lebih sering mengakses itu dibandingkan mempergunakannya untuk urusan pendidikan atau pekerjaan. Tapi tak apa lah Di luar untuk apa kepentingan setiap masyarakat yang akan menggunakan wifi di taman kota nantinya, ada sisi positif dari program ini. Yaitu mengajak masyarakat untuk kembali mengunjungi taman kota. Padahal kita tahu bahwa jaman dulu, taman kota itu jadi primadona untuk tempat berlibur di akhir pekan. Kalau sekarang taman kota malah dibiarkan tidak terurus dan malah banyak yang jadi menimbulkan kesan angker. Mungkin karena sampah dimana-mana dan pepohonan yang terlalu rimbun. Bisa juga karena yang ngurus juga malas untuk mengurus karena kurang pengunjung. Ya setiap orang kan juga membutuhkan apresiasi atas apa yang sudah dilakukannya. Dan bagi yang ngurus taman, orang datang berkunjung ke taman yang sudah ia urus bisa jadi bentuk penghargaan itu. Dan tentu saja ikut merawat dan menjaga taman ya. Jangan buang sampah sembarangan atau melakukan aksi vandalisme. Program ini juga mendorong masyarakat untuk hidup sehat. Tahu kan kalau di taman itu banyak tanaman yang bisa jadi sumber oksigen. Nah, menolong orang untuk hidup sehat juga sebuah kebaikan dan insyaallah ada pahalanya.

Dan ternyata program wifi ini tidak hanya untuk di taman kota. Tapi juga di tempat ibadah. ??? Kalau yang ini malah jadi mengundang kontroversi hati. Termasuk hati saya. Saya juga kurang sependapat kalau wifi ini dipasang di tempat ibadah. Hmm, apa hal ini akan mengundang orang untuk datang ke tempat ibadah? Bisa saja. Tapi kalau niatnya untuk menggunakan akses internet dan bukan untuk beribadah? Wahh saya kurang paham bagaimana hukumnya. Ada juga yang berasalan kalau semua itu tergantung niat dari umat yang datang ke tempat ibadah itu. Membantu orang untuk meluruskan niat itu sebuah kebaikan. Tapi kalau membiarkan niat orang berbelok atau yang lebih parah membelokkan niat seseorang? Saya rasa itu bukan kebaikan. Bisa saja kan ada orang yang memiliki niat awal dzikir atau ngaji di mesjid. Ketika buka handphone dan tanpa sengaja menyalakan koneksi wifi, kemudian menyadari ada koneksi internet, dan malah cek timeline atau searching jawaban tugas sekolah. Searching jawaban tugas sekolah sebenarnya juga baik. Tapi (lagi-lagi) saya tidak tahu mana yang lebih disukai Allah antara dzikir dengan mencari tugas sekolah. 

Saya malah akan membayangkan bagaimana kalau mesjid itu jadi penuh oleh orang-orang dengan gadget di tangannya dan sibuk dengan benda itu. Meskipun bisa saja orang itu baca Al-Qur’an digital. Tapi saya lebih suka kalau orang membaca lewat versi cetak. Lebih kerasa dan lebih adem aja bacanya. Karena setidaknya tidak akan ada orang yang melihat dia sedang mengaji lewat gadget dan berpendapat “sombong banget. mentang-mentang bisa pake aplikasi Al-Qur’an digital”. Apalagi kalau ternayata orang itu sedang memakai koneksi internet. Syukur-syukur untuk niat baik, tapi kalau untuk niat buruk. Ah saya rasa, keberadaan wifi di tempat ibadah itu akan mengurangi kesakralan dan kesucian dari tempat ibadah itu.

You May Also Like

0 comments