Yang Ingin Dijaga Juga Perlu Menjaga

by - January 14, 2018

Awal tahun masih penuh resolusi, dari setemeh 'ingin kurus' meski dengan tagline 'diet mulai besok' sampai 'dapat beasiswa ke luar negeri' tapi nilai TOEFL masih bikin miris. Dan yang tidak akan terlewat dari para gadis seperempat abad adalah M.E.N.I.K.A.H. Ibadah sepanjang sisa usia dengan persiapan terpanjang mulai dari perjuangan memperbaiki diri serta mencari orang yang 'pantas' (dan tentunya mau sama kita). Walau kriteria 'pantas' itu perlu dikembalikan kepada Allah, sebagai penentu. 
Tak perlu sikap sok tahu akan masa depan, kalau hanya berdasar pada prasangka atau perasaan.
Menikah ini ternyata urusannya bisa panjang, apalagi jika dihadapi dengan lingkungan yang 'kurang sehat'. Berdasar cerita teman, ada yang sampai pada tingkat stres dengan pertanyaan 'kapan nikah?' dari para tetangga yang lebih garang dari orang tua. Maksudnya justru orang tuanya yang dibuat gerah dengan berbagai sindiran tentang anaknya yang tak kunjung laku. Hiks sedih ya. 
Walau ibadah itu memang perlu disegerakan, tapi sikap terburu-buru juga khawatir mengundang keburukan lain di masa depan.
Kalau jumpa lingkungan dengan tingkat ke-kepo-an dan hasrat mengurusi orang lain yang sangat tinggi, memang membutuhkan usaha ekstra buat tutup telinga dan cuek aja sama komentar orang.  Karena dampak lingkungan itu sepertinya berpengaruh besar. Lingkungan dengan budaya 'tidak mau kalah' akan membentuk karakter demikian pada anggotanya, jika dia tidak punya prinsip yang kuat untuk jadi diri sendiri.

Kembali pada usaha menemukan si do'i. Sebagai manusia yang memiliki ego, kita juga pasti memiliki deretan kriteria tentang pasangan. Walau sebaiknya ketika menentukan kriteria ini juga perlu ngaca diri juga coy. Jangan sampai menyadari bahwa standar kita terlalu tinggi justru saat manusia lain seusia kita sudah berpasangan, sehingga peluang menemukan akan jadi berkurang. Ya walaupun sebenarnya jodoh itu sudah ditentukan. Tapi, biasanya yang namanya jodoh itu sesuai cerminan diri ko. So, yang sering terpesona dengan cerita negeri dongeng mah ya tolong dikondisikan dulu lah bahwa ini realita. Bukan berarti mengajarkan kita untuk asal-asalan, tapi selektif dan 'tampikan' itu adalah hal yang berbeda. You know 'tampikan'? Tampikan adalah kondisi dimana kamu dikasih A nolak karena bla bla bla, disodorin B nolak karena bla bla bla yang lain. Terlalu kaku dengan kriteria dan tidak mau berdamai dengan kekurangan lain. Kalau boleh agak sarkas sih, "ayolah, emang kamu sesempurna apa?" 

Pada akhirnya karena ditolak, si A berpindah ke lain hati karena paksaan dari orang tuanya yang sudah renta misalnya. Ada sebuah perasaan menyesal atau semacam "eh ko dia udah move on sih" dan perasaan lain yang seharusnya tidak diikuti karena itu bukan jadi bagian ranah hidup kita lagi. Lalu ketika kabar pernikahan si A berhembus, ikut kita hembuskan juga kabar "eh dulu si A pernah nembak aku gitu. Tapi aku tolak." Untuk tujuan apa? Supaya orang tau bahwa kita juga pernah laku? Supaya orang tau bahwa kita lebih tinggi dari orang yang berhasil ditaklukkan si A? Pikiran manusia tidak sesederhana itu. Bisa jadi orang malah kasian karena kita hanya terlihat seperti kucing kecil kehujanan di pojokan.
Berhentilah berbuat konyol tanpa pemikiran matang hanya untuk memuaskan ego pribadi. 
Pikirkan juga bagaimana kalau kamu ada di posisi pasangan A, kemudian mendengar kabar itu. Nyamankah? Lagipula,  coba untuk tidak melambungkan perasaan secara berlebihan. Bisa jadi justru si A berpaling karena pasangannya itu memang lebih istimewa. Dan dia tidak sama sekali menyesal ditolak oleh kita. Jadi kalau kita tiba-tiba berkoar demikian, sementara orang justru tahu bahwa kita tidak ada apa-apanya, yaa bayangkan saja sendiri malunya.

Atau kasus sebaliknya, ketika kita tahu bahwa si A yang sudah menikah atau sedang sebar undangan atau masih hanya sebatas kabar angin pernikahan, dulu sempat naksir teman kita. Lalu dengan pedenya, karena menganggap tidak akan menimbulkan perang dunia, maka dengan ringannya kita selipkan obrolan "eh, si A dulu pernah naksir kamu sebenarnya". Ya kalau teman kita bukan tipe orang yang mudah geer. Kalau gara-gara itu ternyata dia jadi kepikiran, menyesal kenapa dulu kodean si A tidak dia tanggapi. Meratapi nasib tidak jadi istri si A yang hari ini keman-mana pakai Fortuner.

Ihh ko nyinyir sih? Pernah kaya gitu ya? Iyaaa banget. Duluuu, jaman belum memikirkan orang lain. Seolah hanya diri sendiri yang hidup di dunia dan hanya hati ini yang harus dijaga. Yang lain ga punya hati atau kalo pun punya ga perlu dijaga juga perasaannya. Jadi, mulai sekarang kalau mau cerita-cerita sampah mulai dipikirkan lagi. Ada manfaatnya ga ya buat diri sendiri atau orang lain. Atau jangan-jangan hanya menabur benih keburukan bagi diri sendirir. #masihbelajar

You May Also Like

0 comments