Menjadi Guru Itu (tidak) Mudah

by - June 02, 2012


Dulu bapak saya ingin kalau saya bisa bekerja di sebuah laboratorium. Tapi beliau tidak menyebutkan spesifiknya seperti apa. Ibu saya lebih sederhana. Beliau ingin saya jadi guru saja. Beliau bilang saya itu orang yang penakut dan tidak kuat tempaan. Ada sedikit benarnya juga. Beliau menganggap jadi guru itu tidak terlalu sulit karena kamu hanya menghadapi orang yang umurnya berada di bawah kamu. Bagi beliau itu terlihat lebih mudah dibanding kamu harus menghadapi atasan killer yang mungkin berusia lebih tua denganmu. Saya juga tidak tahu darimana beliau punya pemikiran seperti itu. Padahal beliau bukan seorang guru atau pegawai. Beliau ibu rumah tangga (yang luar) biasa.

Singkat cerita saya pun menjadi suka dengan kimia. Hmm sepertinya akan lebih mendekati cita-cita bapak. Beliau juga (cukup) terobsesi dengan salah satu universitas terbaik di Bandung. Yaa you know lah ya. Namun yang satu ini jadi agak berat mengingat otak saya rasanya tidak seistimewa itu. Singkat cerita (lagi) saya mengikuti SNMPTN dengan pilihan FMIPA  di universitas dambaan bapak dan Pendidikan Kimia UPI. Haha. Yang kedua ini jadi seperti cita-cita ibu. Padahal itu pilihan saya sendiri, bukan paksaan atau masukan dari orang tua. Dan hasilnya ... saya masuk pilihan yang kedua. Meski tidak sesuai harapan bapak, namun alhamdulillah beliau masih mau menyekolahkan saya. Hihi (sekarang obsesi itu menjadi berpindah ke adik saya).
Menjadi seorang guru itu bagi saya seperti cita-cita klasik. Tanpa tantangan. Kamu hanya perlu menyampaikan materi setelah itu selesai. Materi yang kamu sampaikan juga akan terus berulang setiap tahun jika kamu mengajar di tingkat kelas yang sama.

Sekarang saat saya telah menjadi mahasiswa ‘pendidikan’ semua paradigma itu berubah. Menjadi seorang guru itu justru sangat menantang.  Kamu akan bertemu dengan berbagai kurikulum yang kerap berubah yang pasti akan berdampak pada sistem pendidikan yang ikut berubah. Setiap tahun kamu juga akan bertemu dengan siswa baru yang pastinya akan selalu memiliki karakter yang berbeda dengan muridmu di tahun sebelumnya. Belum lagi menghadapi ‘tingkah’ mereka yang mungkin kadang ‘nyeleneh’.
Saya baru ingat pernah ada seorang guru yang samapai menangis di kelas saya. Lupa karena alasan apa. Tapi pasti karena kami sudah keterlaluan. Atau baru saja saya membaca status salah satu guru waktu SMA yang katanya disebut muridnya ‘kamseupay’. Haduhh, saya jadi tambah merinding. Saya tidak tahu apa yang salah. Yang jelas ini seperti jadi peer buat saya juga untuk mengatur strategi. Ya setidaknya untuktidak merasa shock kalau saya mengalami hal yang serupa.

Sekarang kalau ada orang yang masih menganggap menjadi seorang guru itu mudah dan melecehkan cita-cita menjadi seorang guru, mungkin ia adalah sebagian orang yang menghindar dari kesulitan-kesulitan yang hanya bisa dielwati orang-orang seperti kami.

You May Also Like

0 comments