Menjadi Mahasiswa Versi Kamu

by - June 21, 2012


Saat awal masuk dunia kampus, kegiatan OSPEK tentu akan jadi santapan awal mahasiswa baru. Begitu pun juga dengan saya. Kegiatan OSPEK kampus dan jurusan tempat saya tidak terlalu terpaku pada cara lama. Tidak ada kekerasan atau kegiatan perpeloncoan di luar batas. Saya bersyukur untuk ini. dalam rangkaian kegiatan yang hampir menghabiskan waktu selama satu semester ini saya justru banyak belajar tentang dunia kampus dan bagaimana menyandang gelar ‘maha’nya siswa.

Bagi para mahasiswa baru, fungsi mahasiswa dan Tri Dharma Perguruan Tinggi biasanya akan menjadi pengetahuan pertama tentang apa itu mahasiswa. Dulu sebelum menjadi mahasiswa secara resmi saya menganggap mahasiswa ya sama saja seperti orang yang belajar di sekolah. hanya saja umurnya yang terlalu tua untuk disebut siswa, maka jadilah mereka disebut mahasiswa.

  • agent of change
  • social control
  • iron stock
Begitu kira-kira fungsi mahasiswa yang baru saya ketahui ketika wawancara PMB (Penerimaan Mahasiswa Baru). Meskipun sebelumnya saya pernah dengar dari Eko yang sudah lebih dulu masuk kampus karena harus mengikuti program matrikulasi di ITB. 

Wahh berat sekali kelihatannya. Bagaimana saya ketika menjadi mahasiswa nanti?  Apakaha saya bisa menjalankan fungsi mahasiswa seperti yang diwacanakan itu? 

Selain tentang fungsi mahasiswa tersebut, melalui organisasi dan kegiatan kampus lainnya, saya pun sering (banget malah) mendapat ajakan untuk berenterpreuner. Mereka bilang sebagai seorang mahasiswa sudah seharusnya memiliki pola pikir yang berbeda. Jangan berandai-andai kamu akan melamar pekerjaan setelah lulus nanti. Namun ciptakanlah pekerjaan itu sendiri. Wahh, semakin berat saja sepertinya. Saya harus menjadi mahasisa seperti apa?

Belum lagi tuntutan wajib bin fardu ain sebagai pelajar. Ya belajar. Mendapat nilai memuaskan. Toh orang tua membiayai kita sekolah untuk itu bukan? Meskipun mereka juga menuntut kita sukses tanpa tahu bagaimana prosesnya. Tapi sebagai anak yang belum dapat membahagiakan beliau-beliau dengan materi. Sepertinya membanggakannya dengan nilai sudah suatu keharusan.

*sigh. Sangat berbeda ketika saat di SMA. Pantas saja kakak senior SMA yang lebih dulu merasakan kuliah sering mewanti-wanti kami ketika masih SMA untuk ‘puas-puasin’ masa SMA. Haha. Padahal seharusnya bukan seperti itu. Seharusnya sudah sejak SMA kita mencari bekal untuk menjadi mahasiswa. Sungguh, kalau saya pikir sekarang banyak yang saya sesalkan ketika di SMA. Seharusnya banyak yang saya lakukan untuk persiapan menjadi mahasiswa. Ya maklum saya orang pertama yang menjadi mahasiswa di keluarga. Tidak ada yang membimbing dan mengarahkan atau sekedar memberi bayangan bagaimana itu mahasiswa sebenarnya.

Memanng tidak ada yang ideal. Setelah beberapa waktu menjalani hari-hari menjadi mahasiswa, saya jadi berpikir tidak semua mahasiswa berusaha menjalankan fungsi itu.

Saya tidak tahu apa harus lega karena ternyata bukan saya saja yang belum bisa menjalankannya atau harus khawatir karena tingkat kepedulian mahasiswa yang semakin memudar. 

Banyak pula dari mereka yang justru memegang teguh pada prinsipnya. Penyuka kegiatan organisasi akan menjadi orang yang loyal pada organisasi. Bagi mereka organisasi adalah tempat untuk melatih soft skill. Kadang yang utama menjadi terabaikan. Kan di dunia kerja juga tidak akan ditanya IPK. Nilai itu hanya sebagai pengantar. Yang dibutuhkan adalah orang-orang yang memiliki kemapuan sosial yang baik.

Si calon pengusaha sibuk memikirkan inovasi yang memiliki nilai jual. Bagaimana caranya supaya mereka dapat hidup mandiri sebelum lulus, bahkan ada pula yang akhirnya mengorbankan studinya untuk memulai usaha dengan serius.

Ada pula yang berkutat dengan buku-buku. Biasanya orang seperti ini adalah mahasiswa tipe penurut orang tua. Ke kampus hanya untuk masuk kelas setelah itu pulang dan belajar lagi.

Ada yang lebih nyeleneh lagi. Mereka yang tidak masuk kategori manapun seperti yang diceritakan di atas. Jalan-jalan, hura-hura, bring sana bring sini. Meminjam istilah dari Mba Ninit Yunita dan Mba Okke Sepatu Merah, ini dia tipe mahasiswa uliners (ulin= main dalam bahasa sunda). Bagi mereka menjadi mahasiswa ya tidak ada bedanya dengan kehidupan mereka sebelumnya. Yang penting bisa mengikuti tren, dibilang update, predikat mahasiswa sebagai status yang setidaknya dapat membuat mereka merasa tenang dan sedikit berleha-leha dari tuntutan masa depan. Puas-puasin menjadi mahasiswa sebelum benar-benar memikirkan bagaimana mencari uang. Padahal nanti mereka juga akan merasa menyesal sepertiorang yang beranggapan puas-puasin hidup di SMA sebelum masuk kuliah. Biasanya mahasiswa semacam ini adalah mahasiswa yang ATMnya tidak pernah kosong. Hehe.

Apa hubungannya dengan fungsi mahasiswa? Ya memang apa hubungannya? Saya tidak tahu apa yang ada dalam benak dan pikiran mereka. Apakah langkah yang mereka ambil saat ini merupakan langkah untuk menjalankan fungsi mahasiswa itu? Atau hanya sekedar memuaskan keinginan dan obsesi pribadi.

Yang pasti, seperti apa pun kamu sebagai mahasiswa setidaknya harus ada yang dapat kamu lakukan untuk orang lain. Mengingat berat sekali untuk bisa berbuat sesuatu untuk bangsa ini. meskipun tidak mustahil bagi orang biasa yang memiliki mimpi dan usaha luar biasa. Karena mimpi saja tidak cukup bukan? Tidak harus membuat tindakan atau perubahan besar. Dan jangan ada kata terlambat untuk belajar. Hal sepele saja bisa menjadi besar jika kita lakukan dengan ikhlas. Tanpa embel-embel pujian atau berharap dapat menjadi sesuatu yang besar.

Bagi yang suka berorganisasi, teruskanlah berorganisasi. Bagi yang bercita-cita memiliki usaha sendiri, lanjutkanlah. Bagi yang suka belajar, terus semangat. Bagi yang masih menjadi tipe uliners, gera sadar heiii. Orang tua kalian tidak akan selamanya mau menggelontorkan dananya terus menerus. Ada saatnya untuk belajar menghargai benda mati itu untuk melakukan sesuatu yang lebih bisa bermanfaat untuk orang lain.

Tidak perlu ingin menjadi seperti orang lain atau merasa iri dengan pencapaian seseorang. Kamu ya kamu. Setiap orang memiliki potensi berbeda, jika semua orang diciptakan sama. Dunia ini tidak akan berwarna seperti saat ini.

You May Also Like

0 comments